Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta Ujang Komarudin mengatakan keluarga Cendana sulit mencapai kejayaan mereka lagi seperti di era Soeharto masih berkuasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan, kata dia, jualan slogan "Piye kabare, Enak jamanku toh" juga tidak terlalu berdampak. Ujang menilai, hal tersebut hanya membuat persepsi sementara atau jualan politik dari keluarga mereka. Slogan ini biasanya bersanding dengan gambar Soeharto sedang melambaikan tangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ujang melihat, maraknya politik uang menjadi salah satu penyebab keluarga Cendana kini sulit bangkit di kancah perpolitikan nasional. Ujang mengatakan, saat ini sudah banyak partai politik yang menggunakan politik uang untuk bisa bersaing dan memenangkan kontestasi pemilu. Sehingga, masyarakat pun banyak diberikan pilihan dan tidak tersirep oleh kampanye "Enak zamanku toh".
Supaya bisa eksis kembali, Ujang menyarankan agar keluarga Cendana hadir di tengah-tengah kesulitan publik. Seharusnya mereka menjadi antitesa atau pembeda di antara partai-partai lain. "Misalnya ada bencana mereka hadir membantu, menolong. Itu menjadi entry point ke rakyat. Kalau itu dilakukan serentak ke seluruh Indonesia ya akan membangun sebuah kekuatan baru," kata Ujang, Jumat, 21 Mei 2021.
Hari ini tepat 23 tahun Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden, jabatan yang ia duduki selama 32 tahun. Mundurnya dia juga menjadi penanda panggung politik untuk keluarga Cendana sudah redup.
Ujang menilai sulit bagi keluarga Cendana untuk bangkit dalam dunia politik dan mendominasi perpolitikan nasional. "Karena dinamika politik sudah berubah. Percaturan politik sudah berubah. Persepsi masyarakat juga berubah," kata Ujang.
Ujang mengatakan, upaya keluarga Cendana bangkit di dunia politik setelah kejatuhan Soeharto, ditandai dengan munculnya Partai Karya Peduli Bangsa yang didirikan Hartono dan Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto. Namun, partai tersebut tidak mampu bersaing dan akhirnya hilang.
Terakhir ada Partai Berkarya yang didirikan Tommy Soeharto. "Itu juga tidak lolos ke Senayan. Bahkan cenderung dikerjai oleh kekuasaan. Sehingga sempat dikudeta Muchdi Pr yang katakan lah ikut kubu pemerintah," ujarnya.
Menurut Ujang, anak laki-laki Soeharto ini juga beberapa kali bersaing dalam Munas Golkar, namun tidak pernah mendapatkan suara dan dukungan, serta tidak pernah dipilih menjadi Ketua Umum Golkar.