Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR, Arteria Dahlan mengecam tindakan pembubaran diskusi secara paksa yang dilakukan sekelompok orang tak dikenal di Hotel Grand Kemang, Jakarta pada 28 September lalu. Kegiatan diskusi silaturahmi kebangsaan diaspora ini dihadiri oleh sejumlah tokoh dan aktivis nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menyatakan, bahwa aksi premanisme dan pembubaran paksa itu sebagai preseden buruk kebebasan berpendapat di Tanah Air. Padahal, kebebasan berpendapat telah dinyatakan dalam konstitusi negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mengemukakan pendapat yang sudah kita perjuangkan, ternyata bisa dinihilkan dalam waktu singkat," katanya di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin, 30 September 2024.
Dia mewanti-wanti aksi premanisme dan pembubaran paksa ini tidak terulang. Karena itu, politikus PDI Perjuangan ini mendesak agar Kepolisian RI menindak tegas para pelaku.
"Kami mohon kepada Pak Kapolri untuk bisa menindak tegas tanpa alasan apa pun dan memberikan sanksi tegas," ujarnya.
Dia juga mendesak agar upaya penindakan kasus pembubaran diskusi secara paksa ini dilakukan dengan cepat oleh aparat kepolisian. "Jangan sampai jadi preseden buruk," kata Arteria.
Diskusi di Hotel Grandkemang itu digelar oleh Forum Tanah Air (FTA). Pada saat bersamaan sekelompok orang berunjuk rasa di depan hotel. Tiba-tiba sekitar 25 orang yang mengenakan masker masuk dan membubarkan diskusi secara paksa. Insiden ini kemudian dilaporkan ke polisi.
Berdasarkan laporan itu polisi kemudian menangkap lima orang yang diduga terlibat dalam insiden di Hotel Grandkemang. Salah satunya adalah FEK yang berperan sebagai koordinator lapangan.
Lalu keempat orang lainnya ialah GW, JJ, LW, dan MDM. “GW sebagai pelaku perusakan spanduk, ini sebagai korlap dan penganiayaan kepada petugas keamanan, satpam, termasuk anggota Polri juga ada yang menjadi korban,” kata Wakil Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Brigadir Jenderal Djati Wiyoto Abadhy.
Adapun JJ dam LW diduga ikut membubarkan peserta diskusi serta merusak dan mencabut baliho-baliho di dalam ruang acara. “Yang terakhir MDM, ini hampir sama yaitu membubarkan dan melakukan perusakan yang ada di dalam gedung,” ucapnya.
Dari kelima orang ini, dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni FEK dan GW. Dua orang yang ditetapkan menjadi tersangka dijerat dengan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pengeroyokan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Ade Ary menyampaikan, penerapan Pasal 170 KUHP itu sesuai dengan laporan polisi yang mereka terima. Akan tetapi, menurut dia, tidak menutup kemungkinan penyidik menerapkan sangkaan berlapis menggunakan Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang serta dugaan pelanggaran HAM dam kebebasan berpendapat.
Annisa Febiola dan Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.