Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Beredar rekaman video Kepala Staf TNI AD Dudung Abdurrachman yang berisi perintah agar prajurit TNI ikut mengecam pernyataan Effendi Simbolon.
MKD menerima dua laporan dugaan pelanggaran etik dengan terlapor Effendi Simbolon.
TNI AD mengatakan kecaman prajurit di media sosial merupakan reaksi spontan atas pernyataan Effendi.
JAKARTA – Rekaman video Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurrachman beredar di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan jurnalis, kemarin pagi. Video itu berisi pernyataan Dudung Abdurrachman mengenai anggota Komisi I DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Effendi Simbolon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rekaman video berdurasi 2 menit 51 detik itu di antaranya berisi instruksi Dudung agar prajurit TNI AD bergerak untuk merespons pernyataan Effendi. Meski tiga kali menyebutkan nama Effendi dalam potongan video itu, Dudung tak menjelaskan pernyataan Effendi yang membuatnya meminta prajurit TNI meresponsnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam video itu, Dudung, yang didampingi Wakil Kepala Staf TNI AD Letnan Jenderal Agus Subiyanto, meminta prajuritnya tidak diam saja atas kondisi saat ini, khususnya para perwira menengah dan tinggi setingkat panglima daerah militer (pangdam), komandan resor militer (danrem), serta komandan distrik militer (dandim).
“Silakan kalian bergerak. Berdayakan FKPPI dan segala macam untuk tidak menerima penyampaian Effendi Simbolon,” kata Dudung. “Masif lakukan. Enggak usah ada yang takut. Enggak usah takut kalian dicopot dan segala macam. Saya yang tanggung jawab.”
Dudung tidak dapat dimintai konfirmasi soal video tersebut. Tapi, dalam kunjungannya ke Riau, Dudung mengatakan pernyataan Effendi itu sangat menyakitkan. “Pernyataan itu menyakitkan bagi saya,” kata Dudung kepada awak media di Riau, Rabu kemarin. Ia pun meminta prajurit TNI menghentikan amarahnya karena Effendi sudah meminta maaf.
Adapun Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigadir Jenderal TNI Hamim Tohari, enggan memberikan konfirmasi atas video Dudung tersebut. “Tunggu besok (hari ini), ya,” kata Hamim, kemarin.
Wakil Ketua Majelis Kehormatan DPR, Habiburokhman, mengakui sejumlah anggota Dewan sudah melihat rekaman video tersebut. Politikus Partai Gerindra ini mengatakan pernyataan Dudung dalam video itu mengundang pertanyaan para legislator karena terkesan DPR diintimidasi.
Karena itu, kata dia, MKD berencana meminta klarifikasi Dudung atas video rekaman tersebut. “Saya mengusulkan agar MKD juga memanggil Saudara Dudung ke MKD supaya clear, yang benar katakan benar, yang salah katakan salah,” katanya. Saat ini, kata dia, MKD menerima dua laporan dugaan pelanggaran kode etik dengan terlapor Effendi.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 5 September 2022. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Rekaman video Dudung tersebut diduga kuat untuk merespons pernyataan Effendi saat rapat kerja dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa pada Rabu, 5 September lalu. Effendi menyoroti kabar ketidakharmonisan antara Andika dan Dudung, juga informasi mengenai ketidakpatuhan serta pembangkangan di lingkup internal TNI.
“Temuan-temuan ini, yang insubordinasi, disharmoni, ketidakpatuhan. Ini TNI kayak gerombolan, lebih-lebih ormas jadinya. Tidak ada kepatuhan. Kami ingin tegas ini,” kata Effendi.
Pernyataan Effendi itu menuai amarah sejumlah prajurit hingga purnawirawan TNI di media sosial sejak Senin lalu. Kecaman mereka terhadap pernyataan Effendi itu dibuat dalam bentuk video, lalu diunggah di media sosial. Misalnya, rekaman video yang berisi pernyataan Komandan Kodim 0623 Cilegon, Banten, Letnan Kolonel Inf Ari Widyo Prasetyo. Dalam video berdurasi 2 menit 15 detik itu, Ari bersama sejumlah anak buahnya, yang berdiri di belakangnya, menyatakan ucapan Effendi melukai hati mereka. Ari juga mengatakan Effendi mengadu domba pimpinan TNI dengan ucapannya tersebut.
“Kami di sini, dari unsur paling rendah sampai paling tinggi, kami kompak dan solid. Jangan kau ganggu-ganggu kami. Jangan kau rusak lagi dengan omonganmu itu,” kata Ari dalam video yang beredar di media sosial.
Ada sejumlah video prajurit TNI lainnya yang bernada serupa. Mereka mengecam pernyataan Effendi, lalu menyebarkannya di media sosial.
Hamim Tohari menduga kecaman prajurit TNI lewat video tersebut akibat reaksi spontan atas pernyataan Effendi. Hamim berdalih, Dudung tidak mempermasalahkan pernyataan Effendi karena tidak mewakili institusi DPR ataupun partai politik, melainkan sikap individu. “Secara internal, Kepala Staf Angkatan Darat juga mengimbau para prajurit untuk tidak bereaksi berlebihan,” kata Hamim.
Effendi Simbolon Minta Maaf
Effendi Simbolon bersama Ketua Fraksi PDIP, Utut Adianto, menggelar konferensi pers untuk menyikapi reaksi prajurit TNI tersebut. Dalam kesempatan itu, Effendi meminta maaf kepada Panglima TNI, Kepala Staf TNI AD, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara, prajurit TNI, dan purnawirawan TNI yang tersinggung atas ucapannya.
“Saya sendiri menyatakan tidak ada maksud untuk menyatakan sebagaimana yang bergulir sekarang di publik,” kata Effendi, kemarin.
Ia mengaku sudah berusaha menghubungi Andika dan Dudung lewat pesan WhatsApp, tapi hanya Andika yang membalas. “Nah, ke Pak Dudung, belum direspons. Saya sudah minta waktu,” ujar Effendi.
Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi, menilai kecaman prajurit TNI kepada Effendi itu tak bisa dibiarkan karena akan berdampak buruk. Apalagi jika reaksi tersebut muncul atas instruksi pimpinannya.
Khairul menilai perilaku impulsif atau kecenderungan bertindak tanpa berpikir, di level mana pun, dapat membahayakan semua pihak. Para pemimpin seharusnya menunjukkan kemampuan dan kematangan dalam mengarahkan serta mengendalikan para prajurit. “Jika tidak, itu justru ibarat membenarkan apa yang dikatakan oleh politikus Effendi Simbolon sebelumnya. Saya kira TNI tidak ingin dan tak boleh dicap buruk. Makanya, segera hentikan apa pun yang dianggap sebagai spontanitas itu,” kata Khairul.
Ia mengingatkan, pernyataan Effendi tersebut merupakan bagian dari dinamika dan proses politik di DPR. Karena itu, kata dia, jika pernyataan Effendi dianggap tak layak, seharusnya diklarifikasi dalam forum yang sama atau diadukan ke Mahkamah Kehormatan DPR atas dugaan pelanggaran kode etik. “Narasi yang digunakan dalam menyikapi pernyataan maupun permintaan maaf Effendi Simbolon dan PDIP itu justru seolah-olah menunjukkan posisinya lebih superior daripada anggota DPR. Bahkan seolah-olah mengajari masyarakat,” kata Khairul.
EGI ADYATAMA | ARYA PRASETYA (MAGANG) | ADYA NURUL ALYZA (MAGANG) | ANT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo