Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Di tengah pandemi Covid-19, Presiden Jokowi membolehkan masyarakat melepas masker.
Keputusan itu diambil setelah Presiden menyaksikan aktivitas masyarakat di Amerika Serikat.
Pemerintah menyiapkan skenario relaksasi lain seperti peniadaan skema travel bubble.
SESAAT setelah Presiden Joko Widodo mengabarkan bahwa masyarakat boleh melepas masker di ruang terbuka pada Selasa, 17 Mei lalu, grup WhatsApp para epidemiolog dan Menteri Kesehatan riuh. Ahli wabah dan kesehatan masyarakat yang bergabung di grup itu bersikap pro dan kontra menanggapi pengumuman yang disampaikan di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
Windhu Purnomo, epidemiolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, yang menjadi anggota grup percakapan itu, menganjurkan masyarakat tetap mengenakan masker di luar ruangan. “Banyak orang menangkap saat ini boleh melepas masker,” ujarnya melalui telepon pada Kamis, 19 Mei lalu.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, juga mempertanyakan juntrungan aturan lepas masker di grup yang sama. Menurut Pandu, masker merupakan salah satu alat pertahanan terbaik melawan wabah Covid-19. Orang yang tak memakai masker berpotensi tetap tertular virus kendati berada di ruang terbuka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan terkait pelonggaran kebijakan penggunaan masker di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, 17 Mei 2022. ANTARA/BPMI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Pandu, pemerintah seharusnya mempertahankan standar protokol kesehatan yang diterapkan saat mudik Lebaran 2022. Saat itu, pemerintah mewajibkan pemakaian masker dan mengimbau masyarakat agar memperoleh vaksin penguat atau booster jika ingin mudik tanpa menunjukkan hasil negatif tes Covid-19.
Pandu menyebutkan aturan itu mendorong masyarakat berbondong-bondong mencari vaksin booster. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, capaian vaksin dosis ketiga meningkat hingga 5 persen 10 hari sebelum Idul Fitri. “Sebaiknya kebijakan ini dikoreksi,” ucap Pandu. Hingga Jumat, 20 Mei lalu, capaian vaksinasi booster belum mencapai 21 persen.
Saat mengumumkan pelonggaran di tengah pandemi Covid-19, Presiden Jokowi menyatakan pelaku perjalanan yang telah mendapat vaksin lengkap, atau dosis kedua, bisa bepergian tanpa tes. Melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jokowi mengimbau penduduk lanjut usia serta orang bergejala batuk dan pilek tetap mengenakan masker.
Jokowi juga mengendurkan aturan bagi pelancong dari dalam dan luar negeri yang sudah menerima dua dosis vaksin Covid-19. “Tidak perlu lagi melakukan tes swab PCR (reaksi berantai polimerase) ataupun antigen,” kata Jokowi. (Baca: Keluarga Elite PDI Perjuangan di Balik Produsen Vaksin Halal)
Setelah Presiden mengumumkan pelonggaran protokol kesehatan, gantian Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menggelar jumpa pers. Menurut dia, pengenduran protokol kesehatan diputuskan dengan mencermati sejumlah indikator. Misalnya, angka kasus positif setelah Idul Fitri dan hasil survei serologi yang mengukur tingkat antibodi populasi terhadap virus corona.
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, lonjakan angka kasus tertinggi setelah Lebaran terjadi pada 10 Mei dengan 456 kasus positif. Adapun hasil survei kekebalan terbaru yang dilaksanakan pada Maret 2022 menunjukkan 99,2 persen responden telah punya antibodi. Persentase itu meningkat sekitar 6 persen dari riset serupa yang digelar pada Desember 2021.
Menteri Budi pun menyatakan tak tertutup kemungkinan berbagai aturan lain ikut dikendurkan. “Kita bisa melakukan langkah relaksasi lain jika situasi pandemi makin terkendali,” ujar Budi.
Seorang petinggi pemerintahan dan epidemiolog yang terlibat dalam kebijakan pelonggaran protokol kesehatan bercerita, pemerintah mulai mengkaji penurunan status pandemi Covid-19 sejak awal 2022. Menurut dua narasumber itu, keputusan melonggarkan protokol kesehatan secara bertahap diambil setelah Jokowi kembali dari Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-Amerika Serikat di Washington, DC, pada 12-13 Mei lalu.
Narasumber yang sama menyebutkan Presiden menyaksikan aktivitas penduduk Negeri Abang Sam yang tak mengenakan masker lagi di ruang terbuka. Padahal tren kasus positif di Amerika sedang menanjak dengan rata-rata penambahan kasus setiap pekan mencapai lebih dari 100 ribu.
Dua pejabat pemerintah mengatakan skenario pelonggaran protokol sudah dikirim ke meja Presiden sebelum masa libur Idul Fitri. Namun Presiden ingin menunggu perkembangan kasus Covid-19 selepas masa mudik dan libur Lebaran. Jumlah kasus positif pada 2-20 Mei hanya berkisar 5.000 kasus. Angka ini jauh lebih rendah dari puncak kasus harian saat ledakan angka kasus varian Omicron pada 16 Februari lalu yang mencapai hampir 65 ribu kasus.
Meski pelonggaran itu baru diumumkan pada pekan kedua Mei lalu, Presiden telah meminta Menteri Kesehatan membuat strategi dan indikator untuk menurunkan status pandemi Covid-19 menjadi endemi pada akhir Januari lalu. Menteri Budi lalu membentuk tim berisi para pakar yang menyusun kajian dengan memperhatikan tren kasus Covid-19, jumlah kematian, keterisian ranjang rumah sakit, angka vaksinasi, dan hasil survei serologi.
Pemerintah menilai sejumlah indikator pandemi cukup stabil selama tiga bulan setelah serbuan varian Omicron pada Januari lalu. Tenaga ahli Menteri Kesehatan, Andani Eka Putra, mengatakan angka reproduksi virus corona (Rt) sebesar 0,998. Angka reproduksi digunakan untuk mengukur tingkat penularan virus. Makin tinggi nilainya, virus dinilai makin menular.
Warga beraktivitas tanpa menggunakan masker di ruang terbuka di Palu, Sulawesi Tengah, 18 Mei 2022. ANTARA/Mohamad Hamzah
Indikator lain juga menerangkan status pandemi yang melandai. Kasus konfirmasi setiap pekan hanya 0,72 kasus per 100 ribu penduduk. Jumlah pasien rawat inap di rumah sakit dan kasus kematian juga cuma 0,16 kasus serta 0,03 kasus per 100 ribu penduduk.
“Indikator itu meyakinkan kami bahwa pandemi under control dan bisa dilanjutkan ke tahap pelonggaran menuju endemi,” kata Kepala Laboratorium Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ini. (Baca: Manuver Yayasan Konsumen Muslim Indonesia Mengegolkan Vaksin Halal)
Awal Mei lalu, tim Kementerian Kesehatan juga mengkaji kebijakan pemakaian masker di beberapa negara. Dokumen presentasi yang dibaca Tempo menyebutkan pemerintah menjadikan Italia, Inggris, Singapura, Amerika Serikat, dan Jerman sebagai rujukan penggunaan masker.
Di lima negara tersebut, masker tidak wajib dipakai saat warga beraktivitas di ruang terbuka. Dalam dokumen itu, Amerika Serikat tertulis telah menerapkan kebijakan lepas masker sejak 25 Februari lalu.
Seorang pejabat yang ikut menyusun kajian itu mengungkapkan Presiden Jokowi cukup intensif meminta pembaruan data mengenai indikator dan standar kebijakan pandemi di negara lain. Kementerian Kesehatan lalu menyorongkan pelonggaran kebijakan masker dan tes Covid-19 bagi pelaku perjalanan sebagai awal transisi menuju endemi.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi membenarkan bahwa lembaganya memantau kebijakan protokol kesehatan di negara lain sebelum mengusulkan pelonggaran masker. “Kami melihat Indonesia siap mengendurkan kebijakan bermasker secara bertahap,” tuturnya.
Menurut Nadia, aturan bermasker sempat dirapatkan oleh Menteri Kesehatan dan para pakar epidemiologi sepekan sebelum diumumkan oleh Presiden Jokowi. Dia menyebutkan ada perbedaan pendapat di antara para ahli. “Perspektifnya berbeda-beda, tapi pemerintah melihat kebijakan yang paling pas untuk diterapkan,” kata Nadia.
Windhu Purnomo, pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga yang ikut memberi masukan, meminta pemerintah sebaiknya menunggu hingga awal Juni untuk mengumumkan pelonggaran protokol. Kepada para koleganya, Windhu mengatakan ingin melihat tren kasus positif sebulan setelah Idul Fitri.
Suasana lokasi tes Antigen dan PCT nampak sepi di Stasiun Pasar Senin usai dihapusnya kewajiban tes PCR dan Antigen, Jakarta, 19 Mei 2022. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Ia merujuk pada pengalaman beberapa libur panjang yang terjadi pada 2021. Saat itu, jumlah kasus positif langsung melonjak pada empat-lima pekan setelah masa liburan. Dia mendorong agar keputusan pelonggaran protokol kesehatan diketuk jika benar-benar tak ada kenaikan angka kasus secara signifikan setelah Lebaran. “Data sementara menunjukkan belum terjadi lonjakan kasus yang luar biasa,” ujarnya.
Pandu Riono dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI memberi saran kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), alih-alih melonggarkan kewajiban bermasker. Pandu menilai masker sudah terbukti manfaatnya dan masyarakat semestinya sudah dibolehkan melakukan kegiatan sosial-ekonomi.
Ia merujuk pada hasil survei serologi yang diadakan tim Kementerian Kesehatan dan UI pada Maret 2022. Mengukur kembali kekebalan para responden di 21 kabupaten dan kota yang pernah disurvei pada Desember 2021, tim menemukan peningkatan antibodi yang signifikan karena vaksinasi booster dan riwayat pernah terinfeksi Covid-19. “PPKM bisa dihentikan agar masyarakat beraktivitas normal,” ucap Pandu.
Pemerintah pun berencana menguji coba pelonggaran protokol kesehatan lain. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyebutkan bahwa pemerintah akan mengevaluasi kebijakan travel bubble. Ini adalah skema perjalanan wisata yang memisahkan turis dengan masyarakat umum.
Protokol gelembung turis bakal ditiadakan saat konferensi internasional Global Platform for Disaster Risk Reduction di Bali pada akhir Mei nanti. Menurut Muhadjir, pelaksanaan forum internasional itu merupakan uji coba transisi dari pandemi Covid-19 menuju endemi. Pertemuan akan dilaksanakan secara tatap muka dan peserta bisa melancong ke tempat wisata tanpa ada pembatasan travel bubble.
Muhadjir menyebutkan rencana ini sudah dilaporkan dan disetujui Presiden Jokowi yang akan hadir dan membuka konferensi tersebut. “Ini membangkitkan kepercayaan diri bahwa kita telah menuju endemi,” ujar mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini dalam keterangan tertulis.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi memastikan pemerintah akan melonggarkan protokol kesehatan lain secara bertahap sesuai dengan perkembangan situasi pandemi. Ia mencontohkan kemungkinan memperbesar kapasitas pengunjung di tempat publik. Selain itu, penggunaan masker di sarana transportasi publik berpeluang direlaksasi jika tren kasus terus melandai.
Meski demikian, Nadia memastikan bahwa pemerintah masih menerapkan skema pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Skema itu dipakai untuk memantau pengendalian pandemi Covid-19 di daerah, khususnya cakupan vaksinasi. “Kami pasti akan melihat apakah PPKM ini bisa dilonggarkan dan Menteri Kesehatan pasti melihat dari berbagai aspek,” tutur Nadia.
BUDIARTI UTAMI PUTRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo