Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta-Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat mendesak agar partai berlambang mercy itu menggelar kongres luar biasa atau kongres yang dipercepat sebelum bulan September mendatang. Salah satu anggota FKPD Partai Demokrat, Sahat Saragih, menilai kongres harus segera digelar demi menyelamatkan partai.
"DPP harus melaksanakan Kongres dipercepat selambat-lambatnya bulan September 2019 agar Partai Demokrat dapat diselamatkan untuk besar kembali," kata Sahat dalam konferensi pers di kawasan Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Selasa, 2 Juli 2019.
Baca Juga: Respons Negatif Usulan KLB Tokoh Senior Partai Demokrat
Desakan kongres luar biasa ini pernah terlontar sebelumnya dari sejumlah politikus senior Demokrat yang mendeklarasikan Gerakan Moral Penyelamat Partai Demokrat. Dikomandoi anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Max Sopacua, mereka mendesak digelarnya kongres luar biasa lantaran anjloknya perolehan suara partai di Pemilu 2019.
Sahat menggelar konferensi pers bersama sejumlah koleganya, di yakni Hengki Luntungan, Subur Sembiring, Murtada Sinuraya, Akbar Yusuf Siregar, Suryadi, dan Mustika Karim. Hengki mengklaim dirinya adalah salah satu pendiri Partai Demokrat yang ikut menyusun Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
Dalam pernyataannya mereka membeberkan sejumlah alasan mendesak dilakukannya kongres luar biasa. Pertama, mereka menilai SBY gagal sama dua periode menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Hengki Luntungan mengatakan, di periode pertama SBY gagal lantaran suara partai yang tadinya 20,40 persen di pemilihan legislatif 2009 turun menjadi 10,19 persen di pileg 2014.
"Hasil kerja SBY pada periode kedua gagal lagi menjadi 7,77 persen atau suara hilang 61,91 persen," kata Hengki. Angka 7,77 persen ini merujuk pada perolehan suara Partai Demokrat di pileg 2019. Dengan demikian, Hengki mengibaratkan SBY tinggal kelas dua kali.
Hengki juga menilai SBY tak menjalankan manajemen yang baik dengan melanggar AD/ART hasil kongres Bali pada 2013, melanggar AD/ART hasil kongres Surabaya tahun 2020, menjadikan Demokrat menjadi partai dinasti, tidak menjalankan norma-norma kepemimpinan partai, dan membohongi pendiri dan deklarator serta seluruh kader ihwal sejarah berdirinya Demokrat. "SBY bukanlah pendiri Partai Demokrat, apalagi memilikinya," kata Hengki.
Subur Sembiring, yang juga Wakil Ketua Umum FKPK Partai Demokrat, mengakui partainya pernah menjadi besar. Namun dia mengklaim hal itu juga bukan karena SBY. Subur juga menilai kemenangan Demokrat dalam dua kali pemilu diraih dengan kerja keras pengurus Dewan Pimpinan Daerah dan Dewan Pimpinan Cabang di bawah kepemimpinan Subur Budhisantono (2004) dan Hadi Utomo (2009).
"Perolehan suara nasional pada Pemilu 2009 sebesar 20,40 persen sebagai pemenang pemilu, di sini mungkin ada pengaruh SBY sebagai presiden yang diusung Demokrat, tapi bukan mutlak," kata Subur.
Poin berikutnya yang disampaikan FKPD ialah bahwa Demokrat hancur di bawah kepemimpinan SBY. Sahat Saragih menuding SBY banyak melakukan pelanggaran AD/ART. Beberapa pelanggaran yang dia maksud di antaranya membuat jabatan struktur yang bukan hasil kongres dan menerapkan rangkap jabatan, membuat konvensi presiden untuk Pemilu 2014 tetapi tak menjalankannya.
Berikutnya, dia menuding keputusan SBY dalam menentukan sikap partai, baik di pilpres 2014 dan 2019 justru membuat para caleg mendapat serangan dari masyarakat. Sahat juga menyebut SBY tak menjalankan konsolidasi organisasi, manajemen partai atas dasar kepentingan pribadi atau kelompok, dan kepemimpinan yang menurutnya tak bisa dikoreksi.
Simak Juga: Ferdinand Sampaikan Pesan SBY Terkait Isu KLB Demokrat
Sahat pun menyinggung pembentukan Komando Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat yang dipimpin putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono. Menurut dia, badan yang dibentuk untuk pemenangan Pemilu 2019 itu gagal dan tak bermanfaat.
Sebelumnya, seruan Max Sopacua cs untuk menggelar kongres luar biasa direspons negatif oleh sejumlah pejabat teras Partai Demokrat. Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Amir Syamsuddin mengeluarkan instruksi agar tak ada kader yang bicara ihwal kongres luar biasa. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Sjarifuddin Hasan mengatakan penurunan suara bukan alasan mendesak untuk menggelar KLB. "Iya, (harus) sangat mendesak. Nah, ini, kan, tidak ada," kata Sjarifuddin saat dihubungi Tempo, Ahad, 16 Juni 2019.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | AHMAD FAIZ
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini