BOLEH dibilang universitas adalah pabrik gelar. Dan gara-gara gelar itu, sebuah perguruan tinggi swasta ricuh. Di Universitas Pakuan (Unpak), Bogor, gelar doktor Soekotjo Tjokrosoewarno. rektor, dipermasalahkan. Dan karena itu, dua dekan di Unpak diberhentikan, dua dekan yang lain dimutasikan menjadi dosen biasa, pada Hari Natal Desember lalu. Soalnya, keempat dekan itu minta agar soal gelar dijernihkan secepatnya. Masalah ini muncul pertengahan tahun lalu, ketika seorang pejabat Departemen P & K menanyakan kepada salah seorang pembantu rektor Unpak tentang gelar Soekotjo. Itu berarti, selama ini gelar Soekotjo belum disahkan Departemen P & K. Sebenarnya, hal ini tak menjadi persoalan bila gelar itu tak digunakan pemiliknya untuk menduduki pangkat tertentu dalam instansi pemerimtah. Dan Unpak adalah universitas swasta sejak berdirinya, 1 November 1980. Tapi, entah mengapa, pihak Yayasan Kartika Siliwangi, yang mengelola universitas itu, memasukkan soal tadi dalam rapat-rapatnya. Buntutnya, Muhammad Adam, Pembantu Rektor II Unpak, diberhentikan oleh Soekotjo, September tahun lalu. Menurut sumber TEMPO di Unpak, Adam, yang juga anggota Yayasan Kartika Siliwangi, dituduh membesar-besarkan persoalan. Bahkan soal gelar kesarjanaan dan gelar doktor yang disandang Soekotjo sempat membuat mahasiswa Unpak mogok kuliah sehari, Oktober lalu. Waktu itu, Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah Jawa Barat mengimbau agar persoalan diselesaikan secara kekeluargaan. Dr. Ir. Soekotjo Tjokrosoewarno, demikian resminya nama rektor Unpak ditulis, menurut booklet Exsa (perusahaan pemetaan dan pemotretan udara milik Soekotjo), memiliki beberapa gelar dari University of the Philippines. Gelar Ph. D. dalam bidang manajemen dan kepemimpinan diperoleh pada 1975. Dua tahun kemudian, ia meraih Doctor of Science dalam pemotretan udara dan penginderaan jarak jauh. Ia pun tercatat sebagai peserta program doktor di Purdue University, Amerika Serikat. Soekotjo adalah rektor pertama Unpak, yang merupakan universitas hasil gabungan Universitas Bogor dan beberapa akademi swasta di kota hujan itu. Di tangannyalah enam fakultas Unpak kemudian menempati tanah seluas 4,3 hektar di Ciheuleut, Bogor. Fakultas Hukum dan Ekonomi kini berstatus "diakui". Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan berstatus "terdaftar". Yang tiga lagi adalah fakultas baru: Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, serta Sastra. "Saya memilih diam, untuk menyelesaikan masalah secara institusional," kata Soekotjo, yang pernah menjadi dosen luar biasa untuk bidang ilmu penginderaan jarak jauh di ITB, IPB, dan UGM. Tiga fakultas lama kini telah menelurkan 300 sarjana muda. "Apa untungnya saya menangani Unpak," katanya. "Waktu untuk kegiatan pribadi banyak tersita," tutur direktur Exsa ini. Harus diakui, selain mogok kuliah sehari pada tahuni lalu, tampaknya perkuliahan di Unpak jalan terus. Masalahnya kini, pilihan harus dijatuhkan pada gelar yang dimiliki seseorang atau pada kemampuannya. Bila masalahnya memang semata soal gelar, baik dikutip kata Lukman Aziz, ketua Jurusan Geodesi ITB. Menurut Lukman, ITB dulu menarik Soekotjo menjadi dosen luar biasa bukan karena gelarnya, tapi karena kemampuan ilmiahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini