Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pagar laut di perairan Jakarta dan Tangerang dan hak guna bangunan (HGB) di sejumlah perairan Indonesia masih belum usai. Namun, masyarakat kembali dihebohkan dengan fakta Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan di atas pesisir dan laut Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur, SHM itu seluas 21 hektar. Lokasinya berada di Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Sumenep. “Ini merupakan ancaman serius dari privatisasi wilayah pesisir,” ucap Direktur Eksekutif WALHI Jatim, Wahyu Eka Styawan melalui keterangannya, Ahad, 26 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wahyu mengatakan bahwa wilayah pesisir itu menjadi sumber mata pencaharian masyarakat lokal yang kini dipetak-petak oleh pihak tidak bertanggung jawab atau aktor bisnis dengan klaim kepemilikan lahan melalui SHM. Jika dibiarkan, hal ini dinilai akan menghancurkan ekosistem pesisir dan memiskinkan masyarakat.
Selain itu, privatisasi pesisir di Gersik Putih dinilai membawa dampak ekologis yang besar. Sebab, mangrove di sekitar wilayah itu terancam hilang akibat konversi lahan untuk tambak garam baru. Hal ini diprediksi akan menghilangkan lahan hijau da memperparah bencana banjir rob terjadi setiap bulan.
Wahyu melanjutkan, masyarakat Gersik Putih kini terjebak dalam dua pilihan antara berprofesi sebagai buruh tambak garam musiman yang rentan terhadap cuaca atau merantau ke luar daerah. Sebab, keberadaan tambak garam yang mendominasi desa ini tidak memberi kontribusi signifikan terhadap kesejahteraan warga. “Tambak garam hanya menguntungkan segelintir orang,” ucap Wahyu.
Wahyu menilai, privatisasi wilayah pesisir Gersik Putih adalah bentuk perampasan ruang hidup masyarakat lokal. Sebab, pengalihfungsian wilayah pesisir menjadikan nelayan tidak lagi memiliki akses ke laut. Masyarakat juga akan semakin terpinggirkan dan kehilangan kendali atas sumber daya alam yang selama ini menopang hidup mereka.
Oleh karena itu, WALHI Jatim mendesak kepada pemerintah untuk mencabut SHM di laut Desa Gersik Putih, Sumenep. Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah untuk memberikan akses dan perlindungan kepada masyarakat lokal untuk mengelola sumber daya pesisir secara berkelanjutan.
“Pemerintah harusnya konsekuen dengan melindungi wilayah pesisir dan mangrove sebagai bagian dari ekosistem yang vitalbagi kehidupan masyarakat pesisir,” tandasnya.