Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia atau Aptisi menyikapi gerakan sivitas akademika di berbagai kampus soal demokrasi dan Pemilu 2024. Menurut Aptisi, kegalauan, keresahan, dan keprihatinan yang disuarakan utamanya karena lembaga-lembaga demokrasi tidak bekerja, khususnya partai politik yang dikelola secara individual, dinasti dan otoritarian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Oleh karenanya sangat tidak adil apabila tuduhan praktek anti-demokrasi ini hanya ditimpakan kepada lembaga kepresidenan,” ujar Ketua Umum Aptisi, M. Budi Djatmiko, lewat keterangan tertulis, Selasa 13 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aptisi berpendapat, penilaian bahwa presiden memiliki peranan dan kekuasaan yang sangat kuat, khususnya dalam proses pesta demokrasi sekarang ini hanyalah kesan. Yang sebenarnya terjadi, Aptisi bersikap, masa depan dan nasib bangsa Indonesia hanya ditentukan oleh beberapa pimpinan parpol yang berada di lembaga legislatif.
Aptisi mengeluarkan pernyataan sikap Pemilu Damai itu pada 10 Februari 2024. Selain oleh Budi, pernyataan juga diteken Marzuki Alie sebagai Ketua Dewan Pembina Aptisi. Di dalamnya, Aptisi juga menyatakan kepada seluruh 4.356 perguruan tinggi negeri maupun swasta untuk bersama berupaya untuk menurunkan suhu politik yang berpotensi memecah belah persatuan serta kesatuan bangsa.
Asosiasi bahkan memperingatkan adanya kepentingan elektoral kerabat, keluarga, atau tim sukses dari pejabat dan akademisi di kampus. "Untuk tidak membawa nama institusi pendidikan," katanya.
Pernyataan Aptisi menguatkan gelombang 'tandingan' atas pernyataan sikap dari sivitas akademika yang lebih dulu disampaikan dari sejumlah kampus. Isinya mengkritik Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang dinilai telah menyimpang dari jalur demokrasi.
Gelombang kritik dari para sivitas akademika berbagai kampus ini merupakan wujud dari tanggung jawab moral dari para kaum intelektual. Apalagi saat melihat penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang sudah tidak berlandaskan asas, prinsip, etika, dan moral.
Kritik itu dimulai dari guru besar dan sivitas akademika almamater Jokowi, Univeristas Gadjah Mada (UGM), pada Rabu, 31 Januari 2024, yang kemudian dikenal dengan Petisi Bulaksumur.
Langkah itu kemudian dilakukan pula oleh sivitas akademika dari Universitas Islam Indonesia (UII), Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI), serta sivitas akademika Universitas Padjadjaran (Unpad), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Riau (Unri), Universitas Hasanuddin (Unhas) dan puluhan lainnya.
Pilihan Editor: Banjir di Demak, Siswa SD Mengalah Belajar Daring Demi Pengungsi