Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Guru Besar Hukum UI: Presiden Indonesia Paling Besar Kekuasaannya di Bidang Legislatif

Presiden Indonesia ikut dalam semua aktivitas legislasi mulai dari perencanaan, pengusulan, pembahasan, persetujuan hingga pengundangan.

9 Mei 2024 | 14.18 WIB

Komisioner KPU Arief Budiman menunjukkan contoh surat suara Pemilihan Umum Presiden 2014 di Kantor KPU, Jakarta, Kamis, 5 Juni 2014. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan surat suara dalam Pilpres 2014 untuk dua pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan ukuran 18 x 23 cm, dari kertas seberat 80 gram. (Sumber: ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/Asf/ama/14)
Perbesar
Komisioner KPU Arief Budiman menunjukkan contoh surat suara Pemilihan Umum Presiden 2014 di Kantor KPU, Jakarta, Kamis, 5 Juni 2014. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan surat suara dalam Pilpres 2014 untuk dua pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan ukuran 18 x 23 cm, dari kertas seberat 80 gram. (Sumber: ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/Asf/ama/14)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum, Universitas Indonesia (UI), Fitra Arsil, mengatakan, Presiden Indonesia termasuk paling besar kekuasaanya di bidang legislatif. Hampir semua jenis president’s legislative power dimiliki oleh presiden Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Relatif hanya kekuasaan memprakarsai referendum yang tidak dimiliki,” kata Fitra saat membacakan pidato Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Bidang Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Rabu 8 Mei 2024. Pidato itu berjudul "Diversifikasi Kekuasaan Legislatif: Fenomena Pelemahan Parlemen, Superioritas Presiden, dan Eskalasi Yudisialisasi Politik”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

President’s legislative power adalah kekuasaan presiden yang ada dan dilakukan di lembaga legislatif. Menurut Fitra, president’s legislative power umumnya dilakukan dalam kondisi-kondisi tertentu. Kondisi itu biasanya dilakukan karena kekuasaan berhadapan dengan parlemen yang dikuasai lawan politik. Sehingga presiden menggunakan jenis kekuasaan ini dengan tujuan membentuk kebijakan atau menolak melaksanakan kebijakan.

Namun, ada pula presiden yang memanfaatkan kekuasaan rutin tanpa situasi khusus atau dalam keadaan normal di bidang legislatif. Parlemen tidak menolak bahkan mendelegasikan kekuasaannya membentuk undang-undang kepada presiden. Salah satu contoh penggunaan kekuasaan presiden yang didukung parlemen yaitu penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu.

“Tindakan presiden tersebut justru disetujui oleh parlemen. Parlemen seperti mendelegasikan fungsinya membentuk kebijakan atau membuat peraturan kepada presiden,” kata Fitra.

Di Indonesia, presiden memiliki president’s legislative power. Presiden ikut dalam semua aktivitas legislasi mulai dari perencanaan, pengusulan, pembahasan, persetujuan hingga pengundangan. Kekuasaan presiden Indonesia bahkan lebih besar ketimbang sekadar the line-item veto yang dilarang di Amerika Serikat.

“Presiden Indonesia boleh menolak sebagian atau seluruh rancangan undang-undang karena memang Presiden Indonesia ikut membahas dan menyetujui RUU,” kata Fitra.

Fitra melanjutkan, ketidaksetujuan Presiden Indonesia atas suatu RUU tidak bisa dilawan. RUU yang ditolak tidak boleh diajukan lagi dalam periode itu. Presiden Indonesia bahkan tidak mungkin dipaksa melaksanakan UU yang tidak disetujuinya.

Di sisi lain, Presiden bisa menerbitkan Perppu tanpa memiliki pembatasan baik dari segi prosedur maupun materi muatan. Pembatasan prosedur dapat dikatakan hanya bergantung dari intrepetasi terhadap frasa 'hal ikhwal kegentingan yang memaksa'. “Dari segi muatan tidak ada pembatasan sama sekali, semua materi UU dapat diterbitkan dalam bentuk perppu oleh presiden,” kata Fitra.

Hari ini, UI menyelenggarakan Upacara Pengukuhan kepada Fitra Arsil sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Hukum. Fitra Arsil adalah guru besar pertama Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang dikukuhkan pada tahun 2024.

Pengukuhan Fitra Arsil pada tahun 2024, bertepatan dengan tahun Peringatan Seratus Tahun Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Pada saat lahirnya seabad lampau, Fakultas Hukum Universitas Indonesia dikenal sebagai Rechtshogeschool.

Fitra Arsil menyampaikan Pidato Pengukuhan dengan judul "Diversifikasi Kekuasaan Legislatif: Fenomena Pelemahan Parlemen, Superioritas Presiden, dan Eskalasi Yudisialisasi Politik”. Pidato Pengukuhan itu, mengeksplorasi dinamika perubahan kekuasaan legislatif melalui empat fase penting. Empat fase penting it yakni: fase legislasi konsepsional, fase legislasi eksekutif sebagai reactive power, fase distribusi aktivitas legislasi, dan fase dominasi president’s legislative power.

Fitra Arsil juga menggali mengenai fenomena judicialization of politics yang terjadi secara masif di seluruh dunia sejak Perang Dunia II. Kondisi di mana kekuasaan yudisial modern terlibat jauh dalam policy making. Tidak hanya menjadi penyelesai sengketa tetapi juga pembentuk kebijakan publik, yang melahirkan isu-isu baru dalam keseimbangan kekuasaan antarlembaga pemerintahan.

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus