Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Guru Besar UGM dan Rektor UII Tepis Tudingan Politisasi di Balik Gelombang kritik Sivitas Akademika

Guru Besar UGM dan Rektor UII menepis tudingan politisasi di balik gelombang kritik sivitas akademika terhadap Presiden Jokowi. Ini kata mereka.

6 Februari 2024 | 16.05 WIB

Sejumlah civitas akademika dan guru besar dari berbagai fakultas UGM membacakan Petisi Bulaksumur menyesalkan berbagai penyimpangan pemerintahan Jokowi, di Balairung UGM, Yogyakarta, Rab, 31 Januari 2024. EIBEN HEIZER/TEMPO
material-symbols:fullscreenPerbesar
Sejumlah civitas akademika dan guru besar dari berbagai fakultas UGM membacakan Petisi Bulaksumur menyesalkan berbagai penyimpangan pemerintahan Jokowi, di Balairung UGM, Yogyakarta, Rab, 31 Januari 2024. EIBEN HEIZER/TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Koentjoro dan Rektor Universitas Islam Indonesia atau UII Fathul Wahid kompak menepis tudingan adanya politisasi di balik gerakan sivitas akademika yang mengkritik Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sejak pekan lalu, sejumlah kampus dari berbagai daerah menyatakan keprihatinan terhadap dinamika perpolitikan nasional dan pelanggaran prinsip demokrasi menjelang pemilu 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UII menjadi kampus pertama dari gelombang kritik bersama UGM, Universitas Indonesia, hingga beberapa kampus lain di Indonesia.

Lantas, apa kata Fathul dan Koentjoro soal tudingan politisasi di balik gerakan sivitas akademika? Berikut pernyataan mereka seperti dilansir dari Tempo.

Rektor UII: Kesadaran kolektif

Rektor UII Fathul Wahid menepis tudingan adanya politisasi di balik gerakan sivitas akademika kampus di Indonesia. Fathul mengatakan gelombang kritik yang muncul terhadap Presiden Jokowi tergerak oleh kesadaran kolektif sebab ada masalah dalam praktik bernegara.

“Wilayah kami pada gerakan moral,” kata Fathul saat diwawancarai Tempo via panggilan telekonferensi pada Senin malam, 5 Februari 2024. “Tidak ada konsolidasi dengan kampus lain. Kami merasa ini sudah sejauh itu kegeraman yang lama terpendam dan menunggu momentum untuk muncul.”

“Menuduh bahwa kampus, guru besar partisan itu juga ceroboh ya. Dan itu seharusnya tidak dilakukan oleh orang yang terpelajar,” kata Fahrul.

Guru Besar UGM: Logikanya berarti tidak jalan

Ketua Dewan Guru Besar UGM Prof Koentjoro menegaskan bahwa pernyataan tentang petisi Bulaksumur merupakan bayaran atau kepentingan elektoral sama sekali tidak benar. Sebab katanya, dalam Pilpres 2024 ada alumnus UGM yang lain, seperti Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. 

“Itu semua alumnus UGM, jadi kalimat mana yang menunjukkan bahwa itu (Petisi Bulaksumur) kepentingan elektoral,” kata Koentjoro kepada Tempo, Senin, 5 Februari 2024.

Selanjutnya: Jokowi diingatkan dengan cara yang baik

Lebih lanjut, Prof Koentjoro menguraikan, sebagai bagian dari Gadjah Mada, Jokowi diingatkan dengan cara yang baik, tetapi malah dituduh partisan. Ia bertanya, “Sekarang pertanyaannya adalah, dengan cara apa kami mengingatkan ada yang salah?”

Prof Koentjoro juga marah ketika ada yang menyudutkan guru besar dengan pernyataan petisi ini merupakan partisan. Pernyataan tersebut justru menghina guru besar. Menurutnya, guru besar adalah pemikir bangsa yang bertugas menjaga marwah moralitas. Ironisnya, guru besar dituduh partisan.

“Kita (guru besar) dituduh partisan, tetapi yang menuduh tidak bisa menunjukkan bukti bahwa ini partisan. Di UGM, ada 250 guru besar yang hadir, tetapi dikatakan partisan. Padahal, tugas guru besar untuk menjaga moralitas dan demokrasi. Kita sebagai Guru Besar UGM salah, jika di UGM ada pelanggaran etik, tetapi malah mendiamkan. Saya marah besar ketika ada yang menyinggung tugas guru besar,” kata pengajar di Fakultas Psikologi UGM ini.

Sebelumnya, Istana mengatakan dalam negara demokrasi, kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi maupun kritik harus dihormati.

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyatakan kritik terhadap Jokowi adalah vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di negara kita.

Namun Ari juga menyoroti ada upaya yang sengaja mengorkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral. "Strategi politik partisan seperti itu juga sah-sah saja dalam ruang kontestasi politik,” kata Ari dalam pesan singkat pada Jumat, 2 Februari 2024.

Sementara Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengklaim menghargai pandangan-pandangan sivitas akademika terhadap kepemimpinan Jokowi sebagai bentuk kebebasan berpendapat. Namun, politikus Partai Golkar itu mencurigai gelombang kritik yang muncul tersebut.

“Alah, ya sudahlah. Mana ada politik tidak ada yang ngatur-ngatur. Kita tahu lah. Ini penciuman saya sebagai mantan ketua BEM –ngerti betul barang ini,” kata Bahlil saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 5 Februari 2024.

DANIEL A. FAJRI | RACHEL FARAHDIBA REGAR

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus