Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 8 Oktober, adalah hari kelahiran tokoh nasional Haji Agus Salim, pejuang kemerdekaan Indonesia. Cendekiawan asal Minangkabau ini lahir pada 1884 di Gadang, IV Bukittinggi dengan nama Mushudul Haq.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus Salim lahir di kalangan keluarga pegawai pemerintah. Ayahnya, Sutan Mohammad Salim, adalah seorang bumiputera dan jaksa Kepala di Riau. Sedangkan Ibunya, Siti Zaenah, adalah keluarga terpandang. Karena status sosial yang tinggi ini, Agus Salim memiliki akses terhadap pendidikan yang luas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari Buku “Haji Agus Salim: Karya dan Pengabdiannya” yang ditulis oleh Mukayat, nama Agus Salim berasal dari pengasuhnya yang berasal dari Suku Jawa, yang selalu memanggil nama anak asuhnya dengan sebutan “Gus” yang berarti bagus. Nama Gus itu kemudian menjadi populer di sekolahnya. Sedangkan Salim berasal dari nama ayahnya.
Pada waktu itu, penonjolan nama menurut garis keturunan ayah belum lazim dan bertentangan dengan adat karena di Minangkabau masih berlaku hukum garis keturunan melalui garis Ibu. Karena itu, pergantian nama dari Mashudul Haq menjadi Agus Salim menunjukkan keteguhan watak dan riwayat tersendiri yang berani menentang adat.
Agus Salim memulai jenjang pendidikan pada umur tujuh tahun di Europeesche Lagere School (ELS). Masuknya Agus Salim ke ELS ini tidak lepas dari kedudukan orang tuanya sebagai ambtenaar dan bangsawan tinggi. Setelah tamat dari ELS pada tahun 1898, Agus Salim melanjutkan studi ke Hogere Burger School (HBS) di Jakarta selama lima tahun.
Agus Salim, yang mendapatkan nilai ujian akhir tertinggi, membuat para gurunya berusaha untuk memberinya beasiswa ke School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Stovia). Tetapi, niat baik dari para guru Agus Salim harus mengalah dengan kebaikan lain dari RA Kartini, yang memberikannya beasiswa untuk studi ke Belanda.
Tetapi, Agus Salim menganggap apabila ia menggantikan posisi RA Kartini, maka itu artinya beasiswa yang didapatkan bukan berasal dari niat baik Belanda. Akhirnya, Agus Salim tidak jadi mengambil tawaran baik dari RA Kartini itu untuk menggantikannya studi ke Belanda.
Agus Salim yang akhirnya putus sekolah ini tetap membuatnya terus belajar. Ia dengan tekun terus membaca buku-buku ilmu pengetahuan maupun agama dari pelbagai sarjana Barat dan sarjana-sarjana Islam.
“Ia terus menerus sepanjang hidupnya belajar, benar-benar ia seorang self made man yang berhasil,” tulis Mukayat. Usaha Agus Salim yang terus belajar untuk mengarungi samudera kehidupannya ini merupakan gambaran watak yang menunjukkan keuletan dan ketabahan hatinya.
NAUFAL RIDHWAN ALY