Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Soegondo Djojopoespito lahir pada 22 Februari 1905 di Tuban, Jawa Timur. Dia merupakan seorang tokoh pahlawan Indonesia yang berperan dalam lahirnya Sumpah Pemuda. Dia merupakan Ketua Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia dan Ketua Kongres Pemuda II.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soegondo sudah tertarik pada politik sejak muda, tetapi karena masih pelajar, ia belum dapat bergabung dengan partai politik. Meskipun demikian, ia sering menghadiri rapat-rapat umum. Semangat kebangsaannya semakin kuat ketika ia melanjutkan studi ke Sekolah Hakim Tinggi, yang sekarang menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Jakarta pada 1925. Namun, sekolahnya tidak selesai. Beasiswa dari Belanda dicabut karena ia aktif berpolitik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika Soegondo kuliah, ia tinggal di rumah pegawai pos dan sering membaca majalah Indonesia Merdeka yang dilarang masuk ke Indonesia. Setelah membaca majalah tersebut, Soegondo semakin sadar akan pentingnya meraih kemerdekaan dan mulai berdiskusi politik serta berjejaring dengan berbagai tokoh nasional seperti Haji Agus Salim.
Pada 1926, Soegondo mendirikan Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia. Perkumpulan itu terinspirasi dari Perhimpunan Indonesia di Belanda. Ia pun terlibat dalam upaya menggulingkan Belanda dengan cara merahasiakan pamflet-pamflet mereka.
Setahun kemudian, ia menjadi Ketua Perhimpunan tersebut dan mengundang wakil-wakil perkumpulan pemuda untuk membentuk panitia kongres pada Juni 1928. Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud, Kongres Pemuda Kedua terlaksana pada 27-28 Oktober 1928 yang diketuai Soegondo. Soegondo memang bukan pemuda biasa, saat itu, usia Soegondo masih 23 tahun.
Soegondo juga memainkan peran penting dalam memperkenalkan lagu Indonesia Raya kepada pemuda Indonesia pada Kongres Pemuda II pada 1928. Meskipun ada ketegangan dengan polisi Belanda karena syair lagu tersebut mengandung kata-kata "merdeka," Soegondo memastikan bahwa lagu ini diperdengarkan tanpa syair pada penutupan kongres sehingga pemuda dapat mendengarnya untuk pertama kalinya.
Setelah Kongres Pemuda II, Soegondo pindah ke Yogyakarta dan menjadi guru di Perguruan Taman Siswa Yogyakarta. Lalu, pada 1930 ia kembali ke Jakarta dan membentuk kepala sekolah Perguruan Rakyat di Gang Kenari Batavia yang didirikan bersama Mr. Soenario. Ia kemudian menikahi Suwarsih pada 1932 dan bersama-sama mendirikan Loka Siswa di Bogor.
Pada 1933, Soegondo bergabung dengan Partai Pendidikan Nasional Indonesia, pecahan dari Partai Nasional Indonesia (PNI). Bersama Sutan Sjahrir, Soegondo adalah satu dari delapan pendiri Partai Sosialis Indonesia pada 1948. Soegondo aktif sebagai anggota Politbiro Partai Sosialis Indonesia dan Ketua Partai Sosialis Indonesia di Jawa Tengah/Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selain peran politiknya, Soegondo juga memiliki profesi lain sebagai guru dan wartawan. Pada 1941, ia menjadi Direktur Kantor Berita Antara bersama Adam Malik sebagai redaktur dan juga seorang wartawan politik. Selama pendudukan Jepang, Soegondo juga bekerja di kantor Shihabu (Kepenjaraan).
Soegondo Djojopoespito turut menyaksikan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah merdeka, ia ditunjuk Sukarno sebagai Menteri Pemuda dan Pembangunan Masyarakat pada kabinet Halim pada 21 Januari hingga 6 September 1950. Soegondo wafat pada 24 April 1978. Selama hidupnya, Soegondo mengejar berbagai peran, termasuk sebagai politikus, birokrat, guru, dan wartawan, menjadikannya tokoh penting dalam sejarah Indonesia.
ANANDA BINTANG l GRACE S GANDHI
Pilihan Editor: Rapat-rapat Sebelum Kongres Pemuda 1928, Pencetus Sumpah Pemuda