APA saja harta warisan Bung Karno? Sejak presiden pertama Indonesia itu wafat, tahun 1970, tak ada yang mempersoalkannya, termasuk para janda dan anak-anaknya. Sampai masa uzurnya, proklamator itu tak memiliki rumah pribadi. Bersama keluarganya, ia selalu tinggal di istana kepresidenan. Tak terdengar pula simpanannya berupa uang di bank. Tapi Minggu lalu, Ratna Sari Dewi, salah seorang janda Bung Karno, menerima Rp 5 miliar dari pemerintah Indonesia sebagai kompensasi atas penggunaan Wisma Yaso di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, untuk Museum ABRI Satria Mandala (lihat Sekadar Uang Sewa). Adapun Wisma Masa di Cipayung, Bogor, yang selama ini dimanfaatkan Bakin, akan dikembalikan kepada Dewi. Kabarnya, Presiden Soeharto sendiri yang meminta Menteri Negara Sekretaris Negara Moerdiono agar mengatur negosiasi pembayaran ganti rugi itu. Sebuah perusahaan ditunjuk untuk menaksir nilai Wisma Yaso. Perkiraan ganti rugi bangunan yang luas tanahnya saja 58.800 meter persegi itu antara Rp 90 miliar dan Rp 140 miliar. Ketika Sekretariat Negara tak kunjung menyelesaikan, Dewi kesal. Ia sempat mengancam akan memasang iklan di harian New York Times di Amerika Serikat sehalaman penuh akhir September lalu. Maklum, ia juga harus membayar pengacara dalam kasus sengketanya dengan Minnie Osmena tempo hari, US$ 500 per jam. Semula ia meminta Rp 140 miliar. Untung, ada pengusaha yang menalanginya. Jumlahnya memang baru setengah juta dolar AS atau sekitar Rp 1 miliar. Dewi mengurungkan niatnya memasang iklan. Tapi, melalui pengacaranya, Gani Djemat, ia minta sisanya dibayarkan bulan November 1993. Artinya, Rp 5 miliar tadi semacam uang sewa selama 24 tahun, dan Wisma Yaso tetap miliknya. Hanya dua bangunan itukah harta warisan Bung Karno? Menurut Guruh Sukarno Putra, anak Bung Karno yang beken sebagai seniman, kedua bangunan itu memang milik pribadi Dewi. Guruh, atau anak-anak Bung Karno yang lain, tak memperoleh bagian. ''Tapi saya belum mengecek kepada mereka,'' ujarnya. Ia tidak bisa menjawab jumlah dan nilai harta warisan ayahandanya -- sampai sekarang tak pernah dihitung ulang. Semua ahli waris sampai saat ini pun tak terdengar menuntut harta warisan, yang diperkirakan ada yang dimanfaatkan oleh Pemerintah. ''Saya rasa hanya Ibu Dewi yang mempertanyakan haknya,'' kata Guruh. Keterangan Guruh dibenarkan oleh Hartini, ibu tirinya, salah seorang janda Bung Karno. ''Tapi Bapak itu meninggalkan apa? Beliau orangnya kan sederhana. Paling juga lukisan-lukisan di istana. Dan semuanya tercatat di Sekretariat Negara. Yang saya ketahui, juga ada sebuah rumah di Batu Tulis, Bogor,'' katanya. Selain lukisan, ada beberapa koleksi benda seni, sejumlah cendera mata, segudang buku dan foto, serta benda-benda pribadi lain yang bernilai sejarah. Tapi baik Guruh maupun Hartini terkesan enggan membicarakan semua itu. Penggunaan Wisma Yaso untuk Museum ABRI Satria Mandala sejak 5 Oktober 1972, menurut Dewi, masih akan diperpanjang. Tapi belum jelas berapa kompensasinya tiap tahun. Cuma, Dewi memasang syarat agar pemanfaatannya hanya untuk kepentingan negara dan masyarakat umum, bukan komersial. Dewi sendiri merencanakan menjadikan rumah itu sebagai memorial Soekarno atau perpustakaan Soekarno. Tapi di sayap kanan bangunan utama telanjur ada restoran Manari. Wisma Yaso -- mengambil nama saudara lelaki Dewi -- dibangun 1960, terdiri atas tiga bangunan. Bangunan utamanya dua lantai, berbentuk L. Kamar Dewi, konon, terletak di dalam bangunan utama. Tapi kini letak kamar Dewi sudah sulit dilacak karena di sana sudah dipajang berbagai benda yang berkaitan dengan sejarah ABRI. Adapun Wisma Masa berdiri di tanah seluas 1,2 ha, dibangun tahun 1962. Dulu, hampir setiap Sabtu Dewi menginap di sana. Bung Karno sendiri baru tiga kali tidur di wisma yang oleh penduduk lebih dikenal sebagai Wisma Dewi itu. Sejak 1965 wisma itu diamankan Pom ABRI, dan enam tahun kemudian dimanfaatkan Bakin. Wisma itu terletak sekitar 100 meter dari jalan raya. Halaman dan kebunnya sangat luas, penuh pohon rindang. Bangunan induknya cukup megah untuk ukuran tahun 1960-an. Ada garasi untuk dua mobil berjajar serta beberapa kamar tamu, di antaranya kamar Dewi ukuran 5 m x 6 m. Dinding dan tegelnya berwarna hijau telur asin. Wisma yang mengambil nama ibunda Dewi itu tampak masih terawat. Itu mungkin karena tiga orang penunggunya -- Soekardi, Anen, dan Rosyid -- sampai kini masih merawatnya dengan setia. Jumat, 12 November lalu, sekitar satu jam, Dewi menjenguk peristirahatan yang tentu penuh kenangan itu. Ia mengambil beberapa hiasan dinding dan koleksi patungnya. Dulu Dewi suka berenang di kolam seluas 5 m x 12 m bersama teman-teman Jepangnya. Ia gemar menanam dan merawat bunga. Ia suka main tenis -- selalu menjadi tontonan penduduk. Kini lapangan tenis itu sudah dipagar tinggi. Setelah puluhan tahun, ternyata Dewi masih ingat nama Kardi. Kardi kaget setengah tak percaya. Sebelum Dewi pulang ke Jepang, tahun 1970 dulu, Kardi dibikinkan rumah di kompleks Wisma Masa, lengkap dengan perabotnya. ''Nanti, kalau wisma ini saya jual, kamu boleh tetap tinggal di sini,'' kata Dewi ketika itu. Kepada R. Indra dari TEMPO, Kardi bercerita, ''Ibu Dewi itu orangnya baik, tapi orang Jepang itu kan pelit.'' Budiman S. Hartoyo, Sri Wahyuni (Jakarta), dan Bambang Harymurti (Washington, D.C.)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini