INI bukan kebetulan. Hanya seminggu menjelang Kongres Luar Biasa PDI Surabaya, Megawati menerbitkan buku yang judulnya cukup panjang: Pokok-Pokok Pikiran Megawati Sukarnoputri: Bendera Sudah Saya Kibarkan!. Penerbitnya: Pustaka Sinar Harapan. Buku yang kata sambutannya ditulis oleh sesepuh Partai Katolik Frans Seda itu tebalnya cuma 47 halaman. Secara keseluruhan isi buku ini boleh dibilang tak terlalu istimewa. Toh begitu, buku tersebut tetap menjadi perhatian karena ada pesta khusus pada saat peluncurannya, Selasa pekan ini, di Madura Room Hotel Indonesia, Jakarta. Acara itu juga diramaikan oleh artis-artis cantik pendukung kelompok GSP milik Guruh Sukarno Putra, adik kandung Mega. Sejumlah pejabat dan tokoh politik diundang untuk menghadirinya, termasuk tokoh PDI dan sesepuh PNI. Maka, acara peluncuran buku itu tak ubahnya seperti ''pesta kampanye'' buat Mega. Kendati masih banyak ''tekanan'' yang menghalangi pencalonannya menjadi Ketua Umum PDI, toh anak Bung Karno itu tampaknya pantang mundur. ''Saya siap untuk maju,'' tulis Mega dalam kata pengantarnya. Buku ini tampaknya cuma dimaksudkan untuk kalangan pembaca yang mendukung Megawati dalam kongres di Surabaya nanti. Secara khusus Mega membagi bukunya itu dalam beberapa bagian. Misalnya soal demokrasi, hak asasi manusia, dwifungsi ABRI, dan pembangunan Indonesia. Ini memang topik yang menarik untuk dikaji. Sayangnya, pokok-pokok pikiran Mega baru sampai pada tahap mendeskripsikan persoalan-persoalan di Indonesia. Ia belum menguraikan secara rinci analisa di balik persoalan itu dan solusinya di masa depan. Misalnya saja soal dwifungsi ABRI. Mega antara lain menulisnya: ''Dwifungsi ABRI tak menjadi persoalan kalau ABRI tetap mengabdikan dirinya untuk kepentingan rakyat. Pada hakikatnya ABRI adalah anak kandung rakyat. Dengan demikian, rakyat adalah orang tua kandung ABRI. Posisi ini penting diingat kembali.'' Pada bagian lain Mega juga menyoroti soal korupsi, konglomerat, dan kesenjangan sosial. ''Kesenjangan sosial yang semakin lebar dapat merupakan bukti dari telah terjadinya ketidakadilan atau ketidakberesan.'' Tapi yang menarik adalah uraian tentang teknologi tinggi. ''Teknologi canggih janganlah menjadi 'macan kertas', di satu pihak sudah menyita uang rakyat yang begitu besar, tapi hasil akhirnya tak seimbang dengan pengorbanan yang ada. Secanggih- canggihnya teknologi apa pun yang ada, kalau itu dikuasai oleh orang yang tak punya orientasi untuk kepentingan rakyat, akan membahayakan. Teknologi tinggi janganlah diperdewakan, itu hanyalah salah satu dari alat pembangunan. Penting memang, tapi penempatannya harus proporsional. Penggunaan dana demi teknologi tinggi harus terbuka dan diketahui rakyat''. Beberapa gagasan yang ditulis dalam buku ini sebagian besar memang sudah diungkapkannya dalam berbagai kesempatan -- termasuk dalam kampanye pemilu yang lalu. Tak terlalu istimewa. Pemikiranya dikemas dalam tulisan yang tak menggebu-gebu seperti naskah pidato untuk publik. Beberapa foto juga ditampilkan dalam buku itu. Misalnya foto keluarga Bung Karno tatkala Mega masih berusia lima tahun. Juga ada potret bersama bekas Ketua Umum PDI Soerjadi, dan ketika Mega bersalaman dengan Panglima ABRI (waktu itu) Jenderal Try Sutrisno.AKS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini