Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila, yang tak bisa dipisahkan dengan Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila merupakan lambang negara Indonesia yang mana seluruh asas kenegaraan di simbolkan melalui Pancasila.
Terdapat potongan semboyan Negara Indonesia yakni Bhinneka Tunggal Ika. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 66 tahun 1951 "Lambang Negara", kata tersebut merupakan semboyan yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Semboyan tersebut berdasarkan kehidupan banngsa Indonesia yang sejak dulu memiliki banyak keragaman, secara khusus sejarah semboyan Bhinneka Tunggal Ika telah ada sekitar abad ke-14 masa Kerajaan Majapahit.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam kitab kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular yang alami gubahan pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang tak lain merupakan Raja Rajasanagara Majapahit.
Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular menemukan titik temu agama-agama yang berbeda di Nusantara, yang berarti mengajarkan toleransi antar agama yang kemudian tersebut menjadi ajaran yang dianut oleh pemeluk agama Hindu dan Buddha.
Istilah Bhinneka Tunggal Ika ini berasal Kakawin Sutasoma, dari pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap berbunyi: Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangkang Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Artinya, Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Sebagai informasi, ada dua Kakawin yang ditulis oleh mpu Tantular yakni Arjunawijaya dan Sutasoma. Dilansir dari Indonesia.go.id, Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dilambangkan pita dicengkeraman kaki-kaki garuda atas rancangan Sultan Hamid II atau Syarif Abdul Hamid Alkadrie, disebarluaskan kepada publik pada tanggal 15 febuari 1950 saat sidang Kabinet RIS (Republik Indonesia Serikat) yang dipimpin Bung Hatta.
Frasa bahasa Jawa Kuno secara harfiah diartikan “berbeda-beda namun tetap satu jua", itu ada pada sela-sela sidang BPUPKI, Mei sampai Juni 1945 saat rapat terbatas yang dilakukan Muhammad Yamin, Bung Karno, juga I Gusti Sugriwa. Muhammad Yamin dipercaya sebagai pengusulnya.
Impian bangsa Indonesia supaya dapat hidup berdampingan dan berdaulat tanpa adanya diskriminasi diharapkan dapat diperteguh melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika ini. Hikayat Hari Lahir Pancasila dan semboyan itu tak bisa dipisahkan.
TIKA AYU
Baca: Kronologi Hari Lahir Pancasila, Panitia Sembilan Rumuskan Gagasan Sukarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini