Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dilansir dari edu.gcfglobal.org, judul yang sifatnya memicu perasaan pembaca sehingga terdorong untuk mengklik tautan baik itu artikel, foto atau video disebut clikcbait. Tajuk utama clickbait yang sensasional sering kali menimbulkan rasa ingin tahu dan ketertarikan pembaca.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Belakangan marak diberitakan beberapa artis meninggal dunia, terakhir Sule. Judul itu tentu menarik minat pembaca untuk membuka berita tersebut, ternyata berita itu tak benar. Sebelumnya tentang Yuni Shara meninggal, asumsi publik pasti penyanyi kondang itu karena diimbuhi foto ilustrasinya. Ternyata Yuni Sarah, 20 tahun, warga Palembang yang terserempet truk tangki di sebuah SPBU.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Situs web yang membuat clickbait menarik Anda untuk mengklik sebanyak-banyaknya. Sehingga pendapatan mereka dari pengiklan akan semakin meningkat setiap kali Anda mengklik tautan yang dibagikan situs tersebut.
Dewan Pers menilai strategi tersebut tak selalu baik. "Kalau kita pikir clickbait satu-satunya strategi pemasaran jurnalisme, itu punya masalah juga," ujar Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo dalam webinar Media Lab, Jumat, 24 Juli 2020. "Clickbait ada batasnya karena kalau media menyebarkan konten tak bermakna, jadi pertanyaan bagi pengiklan," kata dia.
Masalahnya, situs web yang seperti ini biasanya cenderung mementingkan pendapatan dari hasil klik dapi pada memberikan informasi berkualitas kepada pembacanya. Maknanya mereka tidak peduli meskipun waktu Anda terbuang demi membaca konten yang isinya biasa saja, tak seperti dalam judulnya.
Kadang kala clickbait juga dapat merugikan pembaca jika dipakai untuk membuat berita palsu atau hoaks. Tajuk utama berita palsu yang tersebar di media sosial Anda mungkin dapat memancing timbulnya emosi saat membaca. Maski kualitas dan akurasinya buruk, clickbait dan berita palsu tetap terus menyebar sehingga menimbulkan pertanyaan. Dalam sebuah penelitian menunjukkan sekitar 6 dari 10 orang pembaca membagikan berita utama yang dimuat dalam media sosial tanpa membaca berita yang sebenarnya.
Salah satu media sosial telah menonaktifkan akun yang menjual clickbait ialah Facebook. Mengutip dari www.internetsociety.org lebih dari 800 penerbit dan akun dibuang oleh Facebook karena akun tersebut memperdagangkan clickbait dan spam politik. Beberapa diantaranya dituduh Facebook sebagai akun berita palsu. Namun larangan tersebut mendatangkan sejumlah perlawanan.
PUSPITA AMANDA SARI I SDA