SIONOM Hudon yang sepi mendadak terbangun. Desa seluas 14 km
persegi ini terpencil di tengah hutan nun di sela-sela
Pegunungan Bukit Barisan, dalam kawasan Kecamatan Parlilitan,
Kabupaten Tapanuli Utara (Sum-Ut). Hari itu, 28 Juni, sekitar
1.800 penduduk serentak bergembira. Rumah-rumah resik berkapur
putih dan berhiaskan sang dwiwarna.
Baru tahun lalu mengenal kendaraan bmotor. hari itu penduduk
menyaksikan tak kurang dari 30 kendaraan berbagai jenis. Di
tepi-tepi jalan, sepanjang 64 km dari Dolok Sanggul, beberapa
anak kecil melambai-lambaikan tangan setiap kali mobil lewat.
"Horas, horas!" teriak mereka.
Sabtu pagi itu memang hari istimewa bagi Sionom Hudon: Ada
upacara ziarah ke tempat Sisingamangaraja XII, pahlawan nasional
itu, tertembak Kompeni Belanda 73 tahun lalu. Untuk itulah
sebelumnya, selama sebulan penuh, penduduk membangun sebuah
jalan secara gotong-royong.
Jalan tanah itu dimulai dari kota Kecamatan Parlilitan menuju
Pea Raja, bekas markas Sisingamangaraja XII, disamhung lagi ke
Hutan Sindias di tepi Kali Sibulbulon, tampat sang pahlawan
gugur (lihat box). Panjang seluruhnya 16 km dengan lebar
rata-rata 4 meter Pemda Tapanuli Utara membantu peralatan
seperti buldozer.
Dalam upacara adat hari itu keluarga keturunan Sisingamangaraja
XII menyerahkan ulos kepada 27 marga di sana. Selendang itu
sebagai tanda penghargaan atas kesetiaan mereka kepada
Sisingamangaraja XII yang bertahan di kawasan itu selama 22
tahun.
Peringatan 73 tahun gugurnya Sisingamangaraja XII juga
diselenggarakan pada 19 Juni di Balige, di tepi Danau Toba,
dengan sebuah pesta kesenian. Dan dalam waktu dekat kabarnya
akan diadakan juga di Medan. Itu semua diprakarsai oleh Lembaga
Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII pimpinan G.M. Panggabean
(pimpinan koran Sinar Indonesia Baru, Medan).
Dalam pertemuan dengan gubernur, sejumlah pemuka adat minta:
sekolah, saluran air, balai pengobatan dan sebagainya. Gubernur
Tambunan mcmang belum menjanjikan sesuatu. Tapi ia tampak
senang. "Kalau sudah begini, pembangunan bisa kita mulai,"
katanya.
Pangdam II/Bukit Barisan Brigjen. M. Sanif juga tampak gembira.
Ia menjanjikan pembangunan sebuah jembatan. Sionom Hudon memang
sudah punya 4 jembatan. Tapi hanya dari kayu dan sifatnya pun
darurat. Sejumlah anggota Zeni Bangunan Kodam 11 sudah mulai
turun melakukan survei.
Gubernur dan rombongan juga berziarah ke sebuah makam massal di
puncak bukit, 4 km dari Pea Raja. Di sana dimakamkan para
pengikut Sisingamangaraja XII. Makam itu sederhana, ukuran 3x4
meter, ditandai dengan batu-batu sungai. Untuk mencapai bukit
itu harus melewati jalan setapak, menurun dan mendaki.
Sionom Hudon terdiri dari 8 kampung. Sebagian besar
penduduknya Suku Batak Dairi, hidup dari getah kemenyan yang
disadap dari hutan yang melebat menutup desa. Menurut Maju
Nahampun, sekretaris desa, sebulan tak kurang dari 4 ton
kemenyan dihasilkan penduduk. Sawah ad juga, sekitar 120 ha.
Belakangan ini penduduk mulai menanam kopi dan ternyata tumbuh
subur.
"Karena sulitnya mencapai daerah ini, bisa dimaklumi kalau
Sisingamangaraja XII memilihnya sebagai basis gerilya," kata
Gubernur Tambunan. Untuk ke sana misalnya, berangkat dari Medan
jam 9.00, sampai di Sionom Hudon esok paginya jam 6.00.
Gubernur Tambunan semula tak ada rencana ikut ziarah ke sana.
Tapi setelah mendengar laporan mengenai gotong-royong penduduk
membuat jalan, ia pun memutuskan berangkat. Di depan masyarakat
dengan terus-terang Tambunan mengakui "Tolu pulu opat tahun
merdeka, on do pe ro gubernur tu son tiga puluh empat tahun
merdeka sekaranglah gubernur sampai ke mari."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini