PIMPINAN DPR-MPR punya kesibukan baru. Jadi resepsionis.
ramunya, sejak Desember kemarin, antara lain Pemuda Banten,
Pemuda Madura, Pemuda Cirebom Juga Angkatan Muda Diponegoro
(Jawa Tengah), Angkatan M Mataram (Yogya). Mereka mendukung
pemerintah. Mungkin untuk mengimbangi kritik yang akhir-akhir
ini terdengar misalnya dari mahasiswa.
Tiba-tiba minggu lalu muncul "Jong Anlon Hampir sulit
dipercaya. Hamabad lalu, dalam masa perjuangan kemerdekaan Jong
Ambon adalah organisasi pemuda yang - demi persatuan Indonesia
- bergabung dalam Indonesia Muda bersama Jong Java, Jong
Celebes, Jong Bataks Bond dan sebagainya.
Nampaknya "Jong Ambon" versi 1978 ini dimaksudkan untuk
mengejek kelompok pemuda kedaerahan sebelumnya Buktinya: Lain
dari kelompok pemuda daerah sebelumnya, 11 pemuda Ambon
(berdomisili di Jakarta) yang Jum'at siang pekan kemarin menemui
Adam Malik itu tak mendukung garis pemerintah. Mereka menolak
kepercayaan dan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
Mereka bahkan bertanya: "Haruskan kegiatan ekstra Parlementer
dihadapi dengan kekerasan?"
Tapi tak semua menangkap ejekan yang tersirat dalam nama itu.
Ketua DPR Adam Malik berkeberatan pada nama Jong Ambon.
"Mengapa tidak Pemuda Indonesia Ambon?" katanya. Jawab para
pemuda itu, kali ini dengan serius: Karena "saat sekarang ini
diperlukan keseimbangan sub kultur," seperti kata Ketua Jong
Amhon, Thamrin Ely, bekas Wartawan majalah Mimbar yang dulu
dikenal sebagai majalah yang dekat dengan kalangan inteligensia
Islam. Kata Thamrin pula: "Persatuan pemuda di tahun 1928 lebih
baik dari pada sekarang." Sebagai bukti, ia menyebut misalnya
Angkatan Muda Siliwangi, Angkatan Muda Diponegoro, Angkatan Muda
Brawijaya."
Rasa cemas bahwa Indonesia sedang kembali ke masa sebelum Sumpah
Pemuda 1928 memang bisa timbul melihat semua itu. Tapi Kelompok
Pemuda Cirebon yang beranggota 25 orang mencoba meyakinkan. "Ini
merupakan spontanitas," kata Irfan, salah seorang pengurusnya.
"Nama Cirebon hanya identitas saja. Tapi isi pernyataannya kan
bersifat nasional," tambah Irfan, yang rombongannya datang ke
DPR dengan memakai kaos oblong bertuliskan: "langsung milih Pak
Harto, Irfan adalah bendaharawan Kantor Urusan Agama Kotamadya
Cirebon.
Memang tak semua baju kedaerahan itu rupanya punya kaitan
langsung dengan daerah - baik rakyatnya maupun bahasanya. Ketika
Anwar Nurris - anggota fraksi Persatuan yang berdarah Madura
kelahiran Situbondo didatangi pemuda dengan pakaian Madura
(hitam-hitam dan kaos loreng), ia terhenyak. Dengan segera ia
mengajak delegasi "Pemuda Madura" yang datang ke DPR awal
Januari yang lalu untuk omong bahasa Madura.
"Sampian dikaemma (Anda dari mana)?" tanya Anwar Nurris. Si
Pemuda bingung seraya menyerahkan sebuah map. "Bile se'detteng
(kapan datang)?" tanya Anwar lagi. Pemuda yang tidak tampak
garang itu cuma geleng kepala. Lalu anggota DPR itu mencoba
bertanya dalam bahasa Indonesia: "Sampeyan asal mana?" Si pemuda
kontan menjawab: "Sumenep".
Apa pun namanya, tampaknya memang ada "kebangkitan pemuda" di
beberapa daerah. Di Manado misalnya, bulan lalu berlangsung
"forum konsultasi" generasi muda Indonesia Timur dan Kalimantan
dihadiri 45 orang dari 9 daerah. Ketua pelaksana Lona Lengkong,
ketua KNPI Manado yang juga kemenakan Gubernur Worang.
Suara mereka mendukung garis pemerintah, tapi mereka tak sampai
membentuk misalnya Angkatan Muda Pattimura atau Angkatan Muda
Mulawarman. seperti halnya Angkatan Muda Brawijaya (Amubra),
Angkatan Muda Diponegoro (AMD) dan Angkatan Muda Siliwangi
(AMS).
Bagaimana dengan "AM-AM" ini? Amubra yang dikenal sejak 1969,
semula merupakan seksi pemuda dari Ikatan Karyawan Brawijaya
(Ikabra), organisasi karyawan Kodam VIII Brawijaya. Moh. Said,
pensiunan kolonel berusia 54 tahun, adalah ketuanya. Ia juga
sebagai ketua Ikabra. Menurut Said, Amubra yang menyatakan
beranggota 1 juta itu, meski menggunakan nama Brawijaya, tidak
ada kecenderungan kedaerahan. "Itu hanya menunjukkan teritorial
saja. Tiap daerah kan punya kebanggaan masing-masing," katanya.
Di Jawa Tengah, ada Angkatan Muda Diponegoro. Adapun AMD,
menurut Sumpono, ketuanya, "kebetulan saja menggunakan nama
rumpun Diponegoro dari Kodam VII" Sumpono, lahir di Klaten 45
tahun lalu, adalah wakil ketua DPRD Kodya Yogya ia berputera 4
orang. AMD didirikan tahun 1971 oleh 17 pemuda, kini menyatakan
punya 2.000 kader.
"Setelah perjuangan Angkatan 66 selesai, banyak organisasi
pemuda kernbali ke induk masing-masing. Lalu timbul gagasan
mendirikan AMD yang betul-betul independen," kata Sumpono.
Di Jawa Barat, terkenal "AMS". Berdirinya AMS pun hampir sama
dengan AMD. Angkatan Muda Siliwangi yang berdiri 10 Nopember
1966 itu. "Merupakan pelanjut perjuangan orba" kata ketuanya
Tatto S. Pradjamanggala (39). Tatto mengakui bahwa "Kebanggaan
daerah" merupakan salah satu yang mendasari AMS. "Itulah
sebabnya sebelum berdiri AMS mengadakan pendekatan dengan Kodam
VI Siliwangi." katanya. Tatto kini lebih sering tinggal di
Jakarta. Ia anggota DPR dari Golkar.
Tapi sebagai organisasi sejenis yang tertua. AMS punya problim
yang lebih jauh. AMS sekarang pecah. 13 Desember kemarin,
sekjen AMS Gani Kusumasubrata, mengundurkan diri. Ia tidak
menyetujui hasil pertemuan Pandaan, Jawa Timur, 7 dan 8
Desember lalu. Pertemuan antara AMS AMD, AMM dan Amubra itu
antara lain mencalonkan Jenderal Soeharto dan Sri Sultan sebagai
presiden dan wakil.
Dan belum sebulan kemudian 2 anggota Dewan Pembina dipecat:
Tjetjedajat Padmadinata (41) dan lie Muhidin Wiranatakusuman
(38). Menurut Tjetje, yang pernah ditahan karena dituduh dalam
peristiwa 15 Januari, sejak 1974 fungsi AMS telah menyimpang,
"menjadi alat Golkar." Bahkan dengan nada keras, katanya, "AMS
tak lebih dari pesuruh tukang pukul, herder." Tentu saja Tatto
membantah. "Sebagai tukang pukul, itu tidak benar. Tapi bahwa
AMS sedia mati untuk Golkar itu tidak salah," katanya.
Menurut Tatto, pemecatan itu lantaran Tjetje "mengekspos
perselisihan intern AMS ke luar. Ia ngomong sana-sini, lalu
menulis di koran." Lebih dari itu. menurut Tatto, "Tjetje sering
melontarkan kritik pada pemerintah tanpa konsultasi dulu dengan
AMS."
Tjetje, yang tulisannya -- dengan nada berapi-api dan tajam
sering muncul di harian kompas - memang nampah tidak sudi jadi
sekedar "pesuruh". Tak diketahui adakah keluarnya tokoh ini akan
mempengaruhi wajah AMS di masa depan. Masa depan tentunya masa
setelah Sidang Umum MPR, bulan Maret pada waktu mana mungkin
sebagian dari ramai-ramai pemuda ini akan reda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini