SERAMBI aula FK-UI di Salemba 4, 9 Januari kemarin berubah jadi
arena poster. Pemandangan begitu memang bukan pertama kalinya.
Apalagi Kas Kopkamtib pernan bilang, memasang poster dan
maki-maki dalaun kampus boleh saja, asal tak dibawa keluar. Nah,
menyambut para tamu yang datang menghadiri pelantikan Prof.
Mahar Mardjono sebagai Rektor UI untuk kedua kalinya. para
mahasiswa tak melewatkan kesempatan menghidangkan acara tempel
poster.
Selesai acara pelantikan itu, Menteri P&K Sjarif Thajeb yang
berjas, dasi dan peci, tak langsung menuju ke tempat makan. Ia
menghampiri beberapa poster. Ada beberapa yang langsung mengenai
dirinya. Seperti: "UI bukan kakitangan manusia 3 zaman (Sjarif
Thajeb) - 1965: Menutup UI atas nama Bapak". Poster lain
berbunyi: Waflted. Cukong jujur yang tidak ngabur, ada order
cetak buku matemarika modern 3 milyar - ttd Udin Sj. Thajeb ..."
Kontan Menteri Sjarif mencomot ballpoint. Ia membubuhi komentar:
"Bohong, saya tak pernah menutup UI." Sedang yang menyangkut
puteranya ia bubuhi catatan: "Tak benar." Setelah itu, dipotret,
dia senyum lebar.
Lebih dari 10 poster bertempelan hari itu. "Ini merupakan
santapan rohani yang sehat," komentar ketua umum DM-UI Lukman
Hakim. Sri Edi Swasono. pembantu rektor bidang kemahasiswaan,
cuma bisa bilang no comment ketika ditanya pendapatnya. Tapi
Rektor ITB Prof. Iskandar Alisjahbana berkata: "Poster-posternya
terlalu spesifik. Untuk membuktikannya saya kira perlu data yang
kuat," seraya menunjuk poster wantel.
Itu pula agaknya dalam pidatonya Sjarif Thajeb minta perhatian
akan kebebasan mimbar yang dianggapnya "tak bertanggungjawab dan
masih simpangsiur." Dia sendiri ketika ditanya menyatakan,
poster-poster itu - terutama yang menyangkut diri dan
keluarganya - sebagai fitnah. Tapi ia tak akan menuntut. "Yah,
biarin saja," katanya.
Poster memang satu cara untuk menyampaikan protes atau
memuntahkan unek-unek mahasiswa. Di kampus IPB, beberapa waktu
lalu juga pernah ada acara poster maki-maki. Di kampus
Universitas Hasanuddin, Ujungpandang, 8 Desember lalu tak
kurang dari 200 poster dipajang di sepanjang pagar ampus,yang
mengundang perhatian orang luar hingga Jalan Masjid Raya di
seberan Unhas jadi macet. "Kan pak Domo menjamin boleh kritik
apa saja asal di kampus?" ujar seorang mahasiswa.
Tiga hari kemudian mereka mengadakan malam puisi. Ada puisi
bikin tegang. Bunyinya: "Soeharto bukan presiden. Achmad Lamo
bukan gubernur Sul-Sel. Amiruddin bukan rektor Ulhas."
Ketegangan mengendor ketika mahasiswa itu mengakhiri puisinya
dengan pelan: "kalau mereka hanya duduk bersimpuh dalam kamar."
Di Semarang, para mahasiswa FT-Undip 'menjamu' fakir miskin.
Sekitar 300 orang yang hadir: pencari puntung rokok,
peminta-minta, kuli pelabuhan, yang tinggal di emper-emper toko.
gerbong-gerbong keretaapi, kolong jembatan. Ada yang datang
bersama anak-anak yang masih kecil.
Di Bandung lain lagi. Seminggu sebelum tutup tahun 1977, mereka
juga menyebarkan poster ke alamat DPRD: "Wakilku, mengapa kau
bungkam?" Disusul dengan 300 mahasiswa yang keluar kampus menuju
gedung DPRD, menyampaikan rasa tak puas atas keputusan sidang
yang mencalonkan Soeharto dan Sri Sultan sebagai presiden dan
wakil. Di antara 50 poster itu ada yang bertuliskan: ''DPRD -
Dewan Pembasmi Rakyat Demokratis."
Sehari setelah delegasi besar itu menyoal DPRD, 5 mahasiswa
ditahan. Timbul protes dari segenap DM di Bandung. Tapi mereka
segera dibebaskan, setelah cuma ditahan sehan. Segera setelah
itu: tepat di penghujung tahun 1977, mereka menyampaikan 'kado
akhir tahun' berupa eceng gondok, celana dalam wanita, BH dan
beberapa jenis kosmetik kepada pimpinan DPRD--meskipun lagi
reses. Malamnya mereka menyebarkan 'Surat kepada Ibu Pertiwi'.
Di Jakarta 25 DM-SM se lakarta mengadakan pesta rakyat. Ada film
Si Doel Anak Betawi juga orkes Melayu dang-dut dan lenong dari
Tanjungpriok. Seorang wakil DM-UI, di puncak acara membacakan
naskah "Maafkan kami rakyat." Massa yang berjubel di halaman
FK-UI pun bersorak "hidup mahasiswa." Dan di antara jubelan
penonton itu tampak beberapa orang bercukur pendek. Mereka
berteriak. "mahasiswa menghasut". Untung tak terjadi bakuhantam.
Menurut ketua DM-UI Lukman Hakim, semula akan "jalan bersama"
dari kampus Atmajaya ke UI. "Tapi terhalang hujan deras,"
tambahnya. Meski begitu, beberapa mahasiswa STTN tetap
beroperasi. Mereka menyampaikan "pesan tahun baru" ke beberapa
hotel mewah. Tapi di Hotel Borobudur, 3 mahasiswa (Hasril Hasan,
RA Yusuf, Firdaus Jufri) ditahan yang berwajib. Untung cuma 4
jam.
Pesan seperti itu juga disebarkan oleh DM Jayabaya dan
Perhimpunan Mahasiswa Jakarta (PMJ). Nadanya sama:
memperingatkan, bahwa sementara orang bermewah-mewah di malam
tahun baru, masih ada rakyat kecil yang miskin. "Bukankah tiket
night club Rp 35.000 = beras 230 Kg, berarti cukup untuk hidup
460 hari (2 tahun) per orang?" Itu bunyi selebaran PMJ.
Malam tahun bam itu 6 aktivis PMJ menyebarkan 500 stensilan.
Mula-mula di klab malam Tropicana. Seorang ibu kabarnya menangis
membacanya, urung masuk Tropicana. Dengan bus, para mahasiswa
itu lalu menuju Hotel Sahid, kemudian kelab malam Latin Quarter
jalan Majapahit. Tapi di halaman pusat pertokoan mewah Duta
Merlin, setengah jam menjelang tutup tahun, 6 anggota PMJ
ditahan sepasukan PKN (Petugas Keselamatan Negara), dan baru
dilepaskan 4 hari kemudian.
Tapi serentetan penahahan dan peringatan itu tak membuat para
mahasiswa berhenti. Di DM-UI sejak Kamis pekan kemarin tampak
kesibukam Dua malam berikutnya sekitar 150 mahasiswa mewakili 67
DM-SM dari berbagai kota berembug di Graha Mahasiswa Kuningan.
Sabtu paginya 7 Januari, mengenakan jaket kampus masing-masing
mereka berkumpul di kampus Atmajaya jalan Jenderal Sudirman,
dekat bunderan Semanggi. Mereka menandatangani"Konsekwensi Ikrar
Mahasiswa Indonesia" - sebagai kelanjutan dari "Ikrar Mahasiswa
se-Indonesia" yang tercetus di Bandung 28 Oktober lalu. Bunyi
konsekwensi ikrar itu singkat saja: "tetap konsisten menghadapi
segala kemungkinan yang akan terjadi."
Dan Sabtu itu juga, dengan 4 bis Metro Mini. mereka menyampaikan
konsekwensi ikrar itu kepada pimpinan DPR/MPR. Tak membawa
poster, tak terdengar yel-yel. Juga tak bersedia bicara dengan
pers. Mereka diterima di ruang konperensi CR-I, tempat para
wakil rakyat bersidang pleno. Kata Adam Malik yang jadi tuan
rumah, penerimaan seperti itu baru pertama kalinya terjadi.
"Saya merasa malu, kagok bercampur minder di tengah suasana
sidang yang maha agung ini," kata Lukman Hakim dari podium ruang
sidang. "Kami ke mari ingin menyatakan konsekwensi ikrar
mahasiswa se-Indonesia... ... " Lukman bicara tak lebih dari 2
menit. Begitu juga wakil mahasiswa dan Bandung dan Surabaya.
Hingga seluruh acara yang diduga akan menelan waktu panjang, di
luar dugaan selesai hanya dalam waktu 8 menit.
Ketua dan para wakil DPR tampak bengong dan termangu menyaksikan
adegan itu. Tiba-tiba semua yang hadir, termasuk Ketua DPR Adam
Malik dan Wakil Ketua Kartidjo dan Mh. Isnaeni, berdiri. Lagu
Padamu Negeri berkumandang dengan khidmat.
Sesaat sebelum pulang, Lukman Hakim tampil lagi menyampaikan
"pesan" dengan lantang. "Bapak-bapak, adalah wajar bila bapak
tidak memenuhi tuntutan rakyat, maka kami tidak mempercayai
bapak-bapak." Dia turun. Dan mereka pun bubar tanpa pamit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini