Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pemberian gelar kehormatan Jenderal TNI kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dilakukan atas dasar kontribusi yang diberikan kepada negara. Menurut Jokowi, pemberian gelar bintang empat kepada Prabowo sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2009.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyematan tanda kehormatan kepada Prabowo dilakukan di Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, yang terletak di kawasan Cilangkap, Jakarta Timur, pada hari Rabu tanggal 28 Februari 2024. Pengangkatan ini dilakukan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 13/TNI/Tahun 2024 yang dikeluarkan pada tanggal 21 Februari 2024, yang mengatur tentang Penganugerahan Pangkat Secara Istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jokowi juga menyebutkan bahwa Prabowo sebelumnya telah menerima penghargaan Bintang Yudha Dharma Utama pada 2022 atas jasanya dalam bidang pertahanan. Menurut Jokowi, kontribusi yang telah diberikan oleh Prabowo sangat luar biasa dalam meningkatkan kemajuan TNI dan negara secara keseluruhan. Hal ini diungkapkan oleh Jokowi setelah acara seremoni di Markas Besar Tentara Nasional Indonesia.
Dosen Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Agus Wahyudi, menyatakab pendapatnya tentang tindakan Presiden Jokowi memberikan pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo sebagai suatu cacat moral dan kurangnya empati.
“Keputusan ini mencerminkan cacat moral karena tidak mempertimbangkan argumen mengenai kesalahan moral masa lalu Prabowo, yang menjadi alasan pemecatannya dari TNI. Hal ini menyoroti kurangnya pertimbangan terhadap dampak moral dari tindakan tersebut,” kata dia kepada Tempo.co. pada Rabu, 28 Februari 2024.
Selain itu, Agus Wahyudi menyatakan bahwa keputusan ini kurang memiliki empati karena tidak memperhitungkan perasaan dan potensi luka yang masih dirasakan oleh sebagian keluarga korban penculikan aktivis 1998. Prabowo telah mengakui perannya dalam kejadian tersebut.
"Sehingga keputusan untuk memberinya pangkat jenderal secara penuh tanpa mempertimbangkan hal ini menunjukkan kurangnya empati terhadap penderitaan korban dan keluarganya," ujar Agus.
Lebih lanjut, Agus menyatakan bahwa Jokowi seharusnya menyadari kesalahan yang telah dilakukannya. "DPR perlu memanggil dan meminta pertanggungjawaban langsung kepada Jokowi," katanya.
Menurutnya, apakah Jokowi menyadari bahwa tindakannya memberikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo tersebut berpotensi membuatnya dianggap sebagai pengkhianat terhadap reformasi dan demokrasi yang telah berlangsung di Indonesia.
Dalam konteks ini, peran DPR sebagai lembaga pengawas dan pengatur dalam sistem demokrasi menjadi sangat penting. Mereka memiliki tanggung jawab untuk mengawasi dan memastikan bahwa keputusan-keputusan yang diambil oleh presiden sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan. Dengan memanggil Jokowi untuk pertanggungjawaban, DPR dapat menegaskan kembali pentingnya prinsip akuntabilitas dalam menjalankan pemerintahan.
Selain itu, perlu adanya refleksi yang mendalam dari Jokowi dan pemerintahannya tentang dampak dari keputusan ini terhadap integritas moral dan legitimasi politik mereka di mata masyarakat.