Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Imparsial Ardi Manto Putra menilai perpanjangan masa usia pensiun dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) berpotensi merusak jenjang karier di tubuh TNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ardi mengatakan Pasal 53 ayat (2) pada UU TNI. akan berdampak pada problematika organisasi TNI, yaitu perihal sistem meritokrasi. Sebelumnya, masa pensiun paling tinggi yakni 58 tahun bagi perwira. Sementara untuk bintara dan tamtama usia pensiun tertinggi yakni 53 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan beleid yang diperoleh Tempo, rumusan baru Pasal 53 UU TNI ayat (2) menyebutkan usia pensiun tamtama dan bintara 55 tahun, perwira sampai dengan pangkat kolonel 58 tahun, perwira tinggi bintang satu 60 tahun, perwira tinggi bintang dua 61 tahun, dan perwira tinggi bintang tiga pensiun pada usia 62 tahun. Adapun ayat (3) mengatur, khusus bagi prajurit yang menduduki jabatan fungsional, dapat melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 65 tahun.
“Harusnya perpanjangan pensiun cukup pada bintara. Sedangkan terhadap perwira tidak diperlukan karena akan menimbulkan masalah baru bagi organisasi dengan menumpuknya perwira menengah tanpa jabatan,” kata Ardi dalam keterangan tertulisnya, 17 April 2025.
Ardi juga menilai pengesahan UU TNI berlangsung terlalu cepat dan masih mengandung masalah secara formil dan material. Bahkan, ucap dia, masih mengandung pasal yang tidak sejalan dengan Konstitusi, membuka ruang kembalinya dwifungsi, dan masuk jauh ke wilayah sipil dan keamanan dalam negeri.
Imparsial, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, juga menyampaikan perhatian serius atas pengajuan judicial review yang dilakukan oleh salah satu pengajar Unversitas Pertahanan. Sebelumnya prajurit aktif Kolonel Halkis menggugat Pasal 2 huruf d, Pasal 39 ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 UU TNI ke Mahkamah Konstitusi pada 13 Maret 2025. Gugatan itu meminta MK mencabut larangan berbisnis dan berpolitik bagi prajurit TNI.
Menurut Ardi, proses judicial review ini sangat berbahaya bagi demokrasi karena dilakukan di tengah revisi dan pengesahan UU TNI yang bermasalah secara formal dan substansial.
“Apabila MK menerima penghapusan pasal larangan berbisnis dan berpolitik bagi TNI, keduanya akan semakin memperkuat kembalinya dwifungsi TNI sebagaimana terjadi masa Orde Baru,” ucap Ardi.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani revisi UU TNI sebelum Lebaran.
"Sudah sudah, sebelum lebaran, tanggal 27 atau 28 Maret," kata Prasetyo saat dihubungi, Kamis, 17 April 2025.
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: UU TNI Sudah Diteken Prabowo, Ini Poin-poin Penting Perubahannya