Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memerintahkan supaya riset tanaman kratom terus dilakukan. Pemerintah ingin mengatur mekanisme ekspor hingga standarisasi kualitas tanaman yang sebelumnya disebut mengandung narkotika itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jokowi menyampaikan pesan itu saat mengadakan rapat internal bersama sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju. “Tadi arahan presiden supaya Kemenkes, Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan lanjutkan riset,” kata Kepala Staf Presiden Moeldoko usai rapat di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 20 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Moeldoko menjelaskan, kratom memang mengandung substansi sedatif dalam kadar tertentu. Oleh karena itu, pemerintah meminta BRIN untuk mengetahui seberapa besar kadar bahaya dari tanaman ini. Target sigi bisa selesai pada Agustus mendatang.
Kementerian Perdagangan akan bertanggung jawab mengenai aturan ekspor. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan selama ini kratom diekspor bebas.
“Mutunya buruk, harganya murah. Tadi rapat memutuskan akan diatur tata niaganya kratom agar Mendag mengatur mengenai eksportir yang terdaftar, sehingga mutu standar akan dikendalikan,” kata Zulhas dalam kesempatan terpisah di Istana pada Kamis.
Di dalam negeri, standarisasi dan proses produksinya tanaman kratom bakal diawasi oleh BPOM. Produsen akan disurvei sehingga standar bisa terjaga dengan baik. BPOM diharapkan untuk lakukan tata kelola kratom sehingga tidak ada unsur unsur yang tidak sehat seperti bakteri Salmonella e coli dan logam berat.
Berdasarkan laman resminya, BNN menyatakan kratom memiliki efek samping yang membahayakan, terlebih bila penggunaannya tidak sesuai takaran. Namun kratom belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika. Regulasi pemerintah daerah belum bisa membatasi penggunaan kratom. Badan Pengawasan Obat dan Makanan telah melarang penggunaan daun kratom sebagai suplemen atau obat herbal.
BNN sempat menyebut maraknya peningkatan penggunaan kratom ditandai dengan banyaknya petani tanaman biasa yang beralih menjadi petani kratom. Pasalnya, hasil dari budidaya kratom dinilai lebih menjanjikan secara ekonomi.
Menurut data BPS yang diolah Kemendag, nilai ekspor kratom Indonesia sempat turun dari US$16,23 juta pada 2018 menjadi US$9,95 juta pada 2019. Nilai ekspor kratom kembali meningkat pada 2020, yakni US$13,16 juta dan terus menunjukkan tren meningkat hingga 2022. Kinerja ekspor yang positif ini terus berlanjut pada 2023. Tercatat sepanjang Januari-Mei 2023, nilai ekspor kratom Indonesia tumbuh 52,04 persen menjadi US$7,33 juta.
Pilihan Editor: Bawaslu Waspadai Kampanye Caleg dan Politik Uang Jelang PSU