Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Sukamta, menyinggung urgensi pengesahan Rancangan Undang-undang Keamanan Laut menyusul peristiwa masuknya kapal-kapal asing berbendera Cina ke perairan Natuna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sukamta mengatakan sistem pengamanan laut Indonesia selama ini masih tumpang tindih antara beberapa instansi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan selain tumpang tindih, sistem multi agency single task tersebut berimbas pada borosnya anggaran.
Dia menilai ke depannya harus dipikirkan agar sistem pengamanan laut menjadi single agency multi task. "Karena itu, saya mendorong dibahasnya RUU Keamanan Laut yang sudah masuk Prolegnas 2019-2024," kata Sukamta melalui pesan kepada Tempo, Kamis, 2 Januari 2020.
Sukamta mengatakan, sistem pengamanan laut di luar pertahanan semestinya dilakukan oleh Badan Keamanan Laut atau Bakamla. Selama ini, pengamanan laut ini juga melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. "Bakamla dibuat untuk mengatasi gangguan keamanan di laut, termasuk yang terkait dengan kapal-kapal sipil asing," ujar dia.
Dengan adanya UU Keamanan Laut nanti, kata Sukamta, sistem keamanan laut serta fungsi Bakamla menjadi jelas dan lebih kuat. Beleid itu juga akan memaksimalkan pemenuhan alat utama sistem pertahanan (alutsista) keamanan laut. "Sehingga dapat memberi efek gentar kepada kapal-kapal asing agar tidak berani melanggar wilayah laut kita," kata Sukamta.
Sebelumnya beredar video yang menunjukkan kehadiran kapal-kapal ikan Cina di perairan Natuna. Kapal coast guard Cina turut mengawal kapal-kapal ikan tersebut.
Bakamla menyatakan telah mengusir kapal-kapal Cina itu dari perairan Indonesia, tetapi mereka menolak dan malah mengklaim berada di perairan sendiri. Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Luar Negeri kemudian memanggil Duta Besar Cina untuk Indonesia.
Dalam sebuah sesi tanya jawab dengan wartawan pada 31 Desember 2019, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Geng Shuang, mengatakan Cina memiliki kedaulatan terhadap Pulau Natuna dan memiliki hak-hak kedaulatan serta yudiksi atas perairan dekat Pulau Natuna. Indonesia melayangkan nota protes keras terhadap pemerintah Cina atas pelanggaran dan klaim ini.