Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kemenaker Klaim Jumlah Tenaga Kerja Asing di Industri Nikel Terus Berkurang

Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Kemenaker Yuli Adiratna mengungkapkan jumlah tenaga kerja asing di industri nikel terus berkurang.

27 September 2024 | 14.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Yuli Adiratna mengungkapkan, jumlah tenaga kerja asing (TKA) di industri nikel terus berkurang. Hal itu sesuai dengan regulasi untuk mengurangi TKA secara perlahan dan memaksimalkan tenaga kerja lokal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yuli mengatakan, di industri tambang nikel itu tenaga kerja asing secara alami akan mulai berkurang. "Tadi saya memaparkan ada 16 ribu tenaga kerja. TKA-nya kan tidak segitu banyak. Di Morowali juga ada ribuan yang bisa bekerja di sana. TKA-nya juga makin lama makin berkurang," kata dia usai acara diskusi yang diselenggarakan Nikel Institute di Jakarta, Kamis, 27 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yuli menjelaskan, suplai kebutuhan TKA tergantung pada kebutuhan perusahaan. Namun industri nikel mulai berkomitmen untuk mendukung tenaga kerja lokal dengan meningkatkan keahlian atau kemampuan di bidang-bidang tertentu. "Dalam perjalanannya, sebenarnya akan secara otomatis penggunaan TKA itu dikurangi," ucapnya.

Selama 10 tahun kepemimpinan Presiden Jokowi, kata Yuli, penyerapan tenaga kerja lokal di industri pertambangan cukup tinggi. Pemerintah benar-benar berpihak pada tenaga kerja lokal dengan meningkatkan keahlian dan memperhatikan keselamatannya. "Memang kita harus pastikan bahwa tenaga kerja, pekerja di situ harus betul-betul sehat, selamat, dan upahnya tidak boleh kurang dari ketentuan," ucapnya.

Sebelumnya, Juru Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Alfarhat Kasman, mengungkapkan, berdasarkan temuan di lapangan, klaim keuntungan penghiliran nikel cenderung semu mengingat kebijakan ini sebenarnya justru banyak merugikan dan memicu kemiskinan bagi warga sekitar.

Alfarhat merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) soal angka kemiskinan di wilayah sentra nikel yang tercatat meningkat. Sebagai contoh, di Sulawesi Tengah, angka kemiskinan naik dari 12,30 persen pada September 2022 menjadi 12,41 persen pada September 2023. Sulawesi Selatan, angka kemiskinannya naik dari 8,66 persen menjadi 8,70 persen, Maluku Utara dari 6,37 persen menjadi 6,46 persen.

“Penghiliran nikel selama ini telah memicu perluasan perampasan ruang produksi warga, dari lahan-lahan pertanian hingga wilayah tangkap nelayan, mencemari air, merusak ekosistem dan kawasan hutan, hingga berdampak pada terganggunya kesehatan warga yang ditandai dengan peningkatan ragam penyakit yang bermunculan,” kata Alfarhat.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus