Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch atau ICW menilai simpati Presiden Prabowo Subianto terhadap keluarga koruptor salah sasaran. Prabowo sebelumnya menyebut pemiskinan keluarga koruptor perlu dilakukan secara hati-hati dan adil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pilihan editor: Pemerintah Abai Melindungi Pers dari Serangan Siber
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Prabowo perlu melihat kenyataan bahwa di Indonesia, ketidakadilan justru banyak dirasakan oleh korban korupsi (masyarakat luas) ketimbang oleh koruptor dan keluarganya,” kata Peneliti ICW Wana Alamsyah dalam keterangan resmi pada Jumat, 11 April 2025.
Menurut Wana, sebagai presiden yang dengan berapi-api menyatakan perang terhadap korupsi, Prabowo seharusnya melihat korupsi sebagai kejahatan kerah putih atau white-collar crime yang basis motivasinya adalah akumulasi kekayaan.
Adapun dalam konteks tindak pidana korupsi, Wana menyebut keluarga koruptor seringkali terlibat langsung sebagai pihak yang juga melakukan korupsi atau pelaku aktif. Ada pula yang juga terlibat secara tidak langsung sebagai pihak penampung maupun penikmat hasil korupsi, yakni sebagai pelaku pasif.
“Salah satu modus yang dilakukan yakni dengan melakukan pencucian uang untuk mengaburkan asal usul hasil korupsi,” tutur Wana.
Berdasarkan kajian ICW ihwal tren penindakan kasus korupsi dari 2015 hingga 2023, terdapat 46 kasus yang melibatkan anggota keluarga. ICW mencatat jumlah tersangka yang ditetapkan oleh penegak hukum ada sebanyak 87 orang, dengan 44 persen atau 39 orang di antaranya merupakan anggota keluarga dari tersangka yang melakukan tindak pidana korupsi.
Wana pun menyoroti instrumen hukum untuk memiskinkan koruptor melalui RUU Perampasan Aset yang tak kunjung disahkan. “Lambatnya proses pengesahan RUU Perampasan Aset dapat dijadikan momentum oleh para koruptor untuk mengamankan aset yang bersumber dari uang kotor korupsi dan pencucian uang dengan menempatkan dan menyamarkan asetnya melalui anggota keluarga,” ujar Wana.
Menurut Wana, bila Prabowo memiliki komitmen dalam memberantas korupsi dan memberikan efek jera bagi koruptor, maka tidak akan sulit baginya mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera memproses RUU yang telah digagas sejak 2012 lalu itu. Pasalnya, koalisi Prabowo mendominasi kursi di legislatif, yakni lebih dari 80 persen.
Meski begitu, RUU Perampasan Aset justru tidak dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2025. Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto saat wawancara dengan tujuh jurnalis di Hambalang, Jawa Barat, mengatakan bahwa aset-aset milik koruptor dapat disita oleh negara.
"Jadi, kerugian negara yang dia timbulkan ya harus dikembalikan, makanya aset-aset pantas kalau negara itu menyita," ujar Prabowo pada Ahad, 6 April 2025, sebagaimana diberitakan Antara.
Namun, Prabowo kemudian mengatakan bahwa pemiskinan keluarga koruptor perlu dilakukan secara hati-hati.
"Kita juga harus adil kepada anak dan istrinya (koruptor). Kalau ada aset yang sudah milik dia, sebelum dia menjabat, ya nanti para ahli hukum suruh bahas apakah adil anaknya menderita juga gitu? Karena dosa orang tua sebetulnya kan tidak boleh diturunkan ke anaknya," tutur dia.