Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Kemenkopolhukam masih menyusun Daftar Inventarisasi Masalah atau DIM revisi Undang-undang TNI Nomor 34 Tahun 2002. Rapat penyusunan DIM Revisi UU TNI itu kembali digelar pada Rabu, 24 Juli 2024 di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Rapat penyusunan DIM ini dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenkopolhukam, Sugeng Purnomo. Ditemui usai rapat, Sugeng belum mau membuka isi pembahasan penyusunan DIM revisi UU TNI tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut dia, substansi DIM itu masih bersifat rahasia. "Pembahasannya ini masih belum bisa saya buka," kata Sugeng ditemui di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta pada Rabu, 24 Juli 2024.
Ia mengungkapkan, isi pembahasan rapat penyusunan DIM RUU TNI itu hanya untuk internal pemerintah. Apabila sudah selesai disusun, DIM tersebut akan diserahkan dan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI.
Adapun parlemen telah menyetujui revisi UU TNI menjadi inisiatif DPR. Kemenkopolhukam mendapat perintah dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi, untuk menyusun DIM RUU TNI.
Dalam tabel penyusunan DIM yang dilihat Tempo, hanya ada dua pasal di draf revisi UU TNI yang dibahas. Pertama, Pasal 47 tentang perluasan wewenang prajurit aktif dapat menduduki jabatan di kementerian atau lembaga. Kedua, soal Pasal 53 tentang perpanjangan usia pensiun personel TNI pada pangkat tertentu.
Rapat penyusunan DIM pada 17 Juli lalu itu tidak ada usulan ihwal perubahan pasal 39 huruf C UU TNI. Beleid itu menyatakan bahwa prajurit TNI dilarang untuk berbisnis.
Sugeng mengaku tidak tahu soal usulan penghapusan larangan prajurit berbisnis di RUU TNI. "Bukan enggak dibahas, saya enggak tahu kalau masalah itu. Saya tidak bisa bicara subtansinya," ujar Sugeng.
Sebelumnya, usulan penghapusan Pasal 39 huruf C tentang larangan berbisnis bagi prajurit TNI itu muncul di tengah-tengah penolakan masyarakat terhadap RUU TNI, ihwal perpanjangan masa jabatan dan perluasan wewenang militer di jabatan sipil.
Wacana penghapusan larangan berbisnis bagi TNI ini pertama kali muncul melalui surat dari Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto. Usulan ini disampaikan Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksda Kresno Buntoro dalam Dengar Pendapat Publik RUU TNI pada 11 Juli lalu.