Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah atau UM Surabaya, Amanat Solikah lahir di lingkungan keluarga yang sederhana dengan berbagai keterbatasan ekonomi. Meskipun demikian, ia tak pernah berhenti meraih prestasi dan mengejar pendidikan yang tinggi. Bahkan, ia lulus kuliah dengan predikat Cum Laude.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amanat adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Putri dari pasangan Triono dan Ngatining ini harus berjuang lebih keras untuk meraih pendidikan. Ketika masih sekolah, ia harus berbagi fasilitas belajar dengan dua saudaranya yang juga masih sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama masa sekolah menengah pertama (SMP) sampai sekolah menengah atas (SMA), ia harus mengayuh sepeda untuk sampai ke sekolah. Tak jarang juga harus menumpang pada temannya.
“Saya masih jelas mengenang masa di SMP, ketika saya harus berbagi kebutuhan sekolah dengan adik dan kakak yang juga masih bersekolah,” kata Amanat.
Kedua orang tua Amanat berprofesi sebagai pekerja serabutan. Sehari-hari, mereka bekerja di tengah bayang-bayang penghasilan yang tidak menentu. Meskipun keduanya tidak tamat pendidikan jenjang sekolah dasar (SD), namun mereka memahami betapa pentingnya pendidikan.
“Kedua orang tua tidak lulus dalam jenjang SD, namun beliau peduli akan pentingnya pendidikan. Terbukti bahwa semua anak-anaknya lulus SMP, SMA, hingga Sarjana,” kata Amanat, melansir laman resmi UM Surabaya.
Kuliah dengan beasiswa Bidikmisi
Sejak kelas 12 SMA, Amanat mencari-cari peluang beasiswa untuk lanjut ke perguruan tinggi. Ia mengikuti beberapa seleksi, baik seleksi nasional melalui rapor sekolah, ujian tulis, hingga seleksi mandiri. Semuanya dijalani Amanat di tengah kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan. Bahkan untuk membeli formulir pendaftaran senilai Rp 350 ribu, ia harus ikut tetangganya bekerja di sawah.
Namun, ia berkali-kali ditolak oleh perguruan tinggi. Pada akhirnya, Amanat mendaftar di kampus UM Surabaya pada seleksi gelombang pertama. Lagi-lagi ia ditolak. Amanat tidak mau menyerah begitu saja, ia kembali mendaftar pada gelombang ketiga dan akhirnya diterima.
“Setelah berkali-kali ditolak, akhirnya mendaftar di UM Surabaya di gelombang I dengan jalur beasiswa. Sayangnya, masih gagal lagi. Tidak lama menunggu, akhirnya UM Surabaya membuka pendaftaran gelombang III jalur beasiswa Bidikmisi, akhirnya baru saya diterima,” kata Amanat.
Seorang mahasiswa yang aktif
Amanat bukanlah mahasiswa yang pasif, ia memanfaatkan masa kuliahnya untuk berbagai kegiatan. Selama berkuliah, ia aktif dalam berbagai organisasi dan perlombaan, baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional. Amanat mengikuti organisasi yang dapat menambah pengalaman serta kemampuannya seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika, Tapak Suci UM Surabaya, dan Organisasi Legislatif Mahasiswa.
Sedangkan untuk mengembangkan prestasinya, Amanat kerap mengikuti berbagai lomba pencak silat dan menulis. "Saya bisa membuktikan, dengan semangat yang kuat dan gigih dalam meraih impian, tidak menyurutkan seorang anak desa untuk melanjutkan pendidikan tinggi meski keterbatasan ekonomi. Hal-hal yang kita perjuangkan pantas untuk kita menangkan,” ujar Amanat.