Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Fentia Budiman tak menyangka tugasnya di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet akan berakhir begitu mendadak. Fentia yang merupakan seorang perawat, dipastikan tidak diperpanjang masa kerjanya pada Senin, 10 Mei 2021 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sejak hari Sabtu, sudah ada yang datang dan mengambil id card saya. Tapi setelah itu saya masih diminta jadi instruktur dan narasumber untuk penerimaan dokter internship baru," kata Fen, sapaan akrabnya, saat dihubungi Tempo, Rabu, 12 Mei 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak bertugas di RSDC Wisma Atlet pada Maret 2020 lalu, Fen mengatakan tak pernah ada masalah dalam perpanjangan kontrak kerja bulanannya. Namun kali ini, ia curiga sikapnya yang mempertanyakan belum keluarnya insentif tenaga kesehatan, menjadi pemicu pemberhentiannya.
Beberapa hari sebelumnya, Fen memang sempat menggalang dukungan untuk mempertanyakan insentif nakes yang belum turun sejak Desember 2020 lalu.
Fen mengatakan niatnya dan Jaringan Nakes Indonesia adalah untuk melihat masalah ini dari skala nakes di seluruh Indonesia. Namun karena desakan waktu, ia memutuskan mengeluarkan rilis keterangan tertulis dengan data nakes dari RSDC Wisma Atlet saja. "Soalnya kalau data di Wisma Atlet saya tahu sekali," kata dia.
Dalam rilis awal, Jaringan Nakes Indonesia melaporkan setidaknya sudah ada 500 nakes yang mengadukan adanya tunggakan insentif. Angka ini kemudian bertambah hingga dua hari kemudian. Ia pun berencana membuat konferensi pers via Zoom Meeting terkait temuan mereka.
Namun pagi hari, 7 Mei 2021 sebelum konpers dilakukan, Fen mendapat banyak panggilan telepon yang ia sebut dari orang-orang TNI. Ia dipanggil untuk dimintai keterangan terkait kegiatannya mempertanyakan insentif nakes. Di satu ruangan, ia mengaku diinterogasi oleh sekitar 20 orang yang terdiri dari anggota TNI dan Polri.
"Di situ ada nada ancaman. 'Kamu ga takut dipurnakan?', 'Ini pelanggaran kode etik dan bisa dilaporkan dengan UU ITE karena mengatasnamakan RSDC'," kata Fen.
Fen mengaku diperiksa dari pukul 07.00 WIB hingga 13.00 WIB. Di sana pun ia diminta menghapus tautan Zoom Meeting yang akan digunakan untuk konferensi pers sore nantinya. Dengan berbagai pertimbangan, konferensi pers pun dibatalkan.
Esok paginya, dua petugas mendatangi Fen di kamarnya untuk meminta Id card dia sebagai tenaga kesehatan di sana dan dilarang beraktivitas lagi. Namun baru pada 10 Mei, surat keputusan yang tak memperpanjang kontrak kerja Fen keluar.
Suluh Perempuan menyesalkan keputusan RSDC Wisma Atlet langkah pemberhentian secara sepihak ini. Mereka menilai langkah ini membungkam suara nakes yang memperjuangkan hak mereka untuk mendapat insentif.
"Selama ini Suluh Perempuan mendukung upaya dan perjuangan saudara Fentia Budiman dalam menuntut haknya dan hak-hak seluruh nakes di RSDC Wisma Atlet untuk pencairan insentif nakes yang masih tertunda pembayarannya," kata Ketua Umum Suluh Perempuan, Siti Rubaidah, dalam keterangan tertulis.
Menanggapi kabar ini, pihak RSDC Wisma Atlet membantah keras tudingan bahwa pemberhentian Fentia didasari karena perihal belum cairnya insentif bagi nakes. Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlet, Letkol Laut (K) Muhammad Arifin mengatakan nasib Fen itu diputuskan setelah melalui rapat Komite Etik.
"Dia memang nakes di sini, tapi tak bisa dikomunikasi dengan baik. Kan ada Humas, dia termasuk melanggar dengan membuat link Zoom dan mengundang media nasional tanpa izin saya sebagai Kepala Humas," kata Arifin.
Ia pun membantah banyak tenaga kesehatan di RSDC yang ikut mendukung langkah Fen untuk mempertanyakan insentif ini. Sejak awal, Arifin mengatakan keterlambatan itu sudah coba ia bantu advokasikan ke pemerintah.
Hasilnya, Arifin mengatakan para nakes diminta bersabar hingga insentif bisa turun. Sesuai janji Presiden Joko Widodo, Arifin menjanjikan insentif itu turun sebelum lebaran.
Selain itu, Jaringan Nakes Indonesia yang digunakan Fen sebagai tempat berhimpun, juga tidak diakui Arifin. Hal itu juga, kata dia, menjadi alasan lain Fen dianggap bertindak indisipliner. "Jadi (pemberhentian dia) bukan karena dia bersuara (terkait insentif tenaga kesehatan belum turun)," kata Arifin.