ADA 12 sungai melingkar-lingkar di kawasan Kalimantan Barat.
Kalau disambung sambung tak kurang 2.527 Km panjangnya. Yang
terpanjang, tentu saja, Sungai Kapuas. 869 Km. Sedang
lain-lainnya. seumpmla Sambas. Landak. Melawi, Pawan.
Kendawangan. Jelai, rata-rata di bawh1 500 Km. Bisa dimaklumi,
bila Soejono, Kepala Inspeksi III LLASDF Kalbar. selalu
kewalahan mengelola itu sungai-sungai. "Di Sungai Kapuas baru
200 buah rambu terpasang". tutur Soejono. "Padahal sesungguhnya
kami memerlukan 1000 rambu".
Tak cuma soal rambu-rambu. Buat keperluan mengontrol 1000 lebih
motor boat, 209 bandung bermotor, 201 tongkang, 94 long bat. 1
Ferry dan puluhan alat angkutan sungai lainnya, cuma ada sebuah
kapal motor ber PK rendah. Jelawat namanya. Hingga, jangankan
mampu memburu perahu motor yang dicurigai mengejar perahu motor
yang kepergok bertindak salah saja Jelawat sudah ngos-ngosan.
Bahkan kerap ditertawakan, karena begitu perahu bemotor yang
bersalah ngacir. Jelawat pasti kehabisan nafas mengejarnya.
Boleh dibilang, akhirnya alat-alat angkutan sungai itu
berseliweran tanpa pengawasan sama sekali.
Baru sejak April lalu Soejono sedikit bernafas lega. Tiga buah
dari 5 perahu motor patroli yang akan diterimanya, sudah bisa
menjelajahi sungai-sungai. Dengan kecepatan 30 - 40 mil per
jam, perahu motor merk Volvo Penta buatan Belgia kiriman Pusat
itu. mempermudah Soejono melakukan pengawasan dengan 60 orang
anak buah di seluruh Kalbar. Walaupun sudah terang semua ini
sama sekali belum mencukupi. Bahkan 60 petugas itu saja menurut
Soejono sebenarnya cuma pantas buat kawasan Pontianak, bukan
untuk satu propinsi Kalbar.
Betapa banyak pelanggaran selama ini berlangsung, bila di hari
pertama percobaan patroli di April itu dipergoki 20 pelanggaran.
cuma dalam tempo 3 jam saja. Macam-macaml pula. Ada yang STK
(semacam izin mengemudi di air) sudah mati memakai STK orang
lain, tak punya surat masinis atau berlayar cuma dipimpin
juragan tanpa masinis. Atau juga pelanggaran jumlah penumpang.
Yang seharusnya cuma 20 orang, dijejali sampai 30 penumpang.
Atau banyak surat-surat pemeriksaan kapal yang sudah lampau masa
berlakunya. Yang terakhir ini mungkin disebabkan biaya
pengurusan yang tinggi. Misalnya pemeriksaan tahunan Rp 60 ribu
(kapal 10.000 M3 ke atas) dan 6.500 (kapal 100 M3 ke bawah).
"Saya berkeinginan agar tarif ini dirobah", ujar Soejono. Tentu
maksudnya agar merangsang pemilik kapal mentaati peraturan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini