Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Masyarakat Sipil Desak Pengadilan Rakyat agar Ungkap Pelanggaran Pilpres 2024

Masyarakat sipil mendesak pelaksanaan Pengadilan Rakyat untuk mengungkap praktik tak lazim yang terjadi dalam pemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024

16 April 2024 | 18.04 WIB

Delapan hakim Mahkamah Konstitusi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum untuk Pemilihan Presiden 2024 atau PHPU Pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Senin, 1 April 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Perbesar
Delapan hakim Mahkamah Konstitusi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum untuk Pemilihan Presiden 2024 atau PHPU Pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Senin, 1 April 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat sipil menyerukan pelaksanaan Pengadilan Rakyat atau Mahkamah Rakyat untuk mengungkap praktik tak lazim yang terjadi dalam pemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, menyoroti bahwa jarang ada preseden di dunia di mana praktik tak lazim, seperti kekerasan elektoral, kecurangan, kejanggalan, bahkan kejahatan elektoral, diperiksa dan diadili oleh sebuah mahkamah rakyat sebesar Bertrand Russell Tribunal. "Apa yang sekarang ini kita perbincangan sebenarnya, suatu wacana yang positif yang disampaikan oleh kalangan akademisi, aktivis, dan masyarakat sipil,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Mahkamah Rakyat untuk Keadilan Pemilu, Perlukah? yang digelar secara daring pada Senin, 15 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Usman juga menekankan bahwa Pengadilan Rakyat ini mencoba menembus kebuntuan keadilan global, terutama akibat suasana perang pada era 60-an, khususnya di Vietnam. Inisiatif ini mengikuti gagasan Lord Bertrand Russell tentang Mahkamah Rakyat untuk kejahatan perang di Vietnam.

Ketika mempertimbangkan Pilpres 2024, Usman menyatakan bahwa ini bukan hanya pelanggaran pemilu biasa, melainkan orkestrasi penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi sebelum pemilu dilaksanakan. Dia merujuk pada catatan komite HAM PBB yang mempertanyakan dugaan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan dalam upaya meloloskan Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan, termasuk perubahan hukum yang tidak semestinya.

“Dalam hal ini Gibran Rakabuming Raka untuk lolos dalam larangan syarat usia 40 tahun yang sebelumnya dalam hukum pemilu," kata Usman.

Usman menyampaikan harapannya jika Pengadilan Rakyat digelar oleh masyarakat sipil Indonesia, hal itu dapat menghasilkan laporan resmi dalam bahasa Inggris yang menunjukkan pelanggaran konstitusi dan peraturan perundangan kepada PBB. Ini diharapkan dapat menciptakan yurisprudensi sebagaimana yang dilakukan oleh Russel Tribunal untuk masalah kejahatan pemilu atau isu ketidakadilan pemilu.

Selain itu, Usman berharap bahwa Pengadilan Rakyat ini dapat memberikan keadilan yang lebih preemptif sehingga suara masyarakat sipil dan akademisi dapat didengar oleh hakim Mahkamah Konstitusi atau MK sebelum mereka mengambil keputusan.

Pada diskusi yang sama, Sejarawan Ita Fatia Nadia menambahkan bahwa di Jogja, telah diinisiasi rapat umum rakyat dengan tujuan membangun legitimasi politik yang selama ini terabaikan, bukan hanya sebagai rapat umum semata tapi juga untuk membangun tradisi legitimasi rakyat di mana pendapat rakyat dapat diakomodasi. "Tujuannya memberikan, menciptakan legitimasi politik rakyat yang selama ini dihilangkan,” ujar Fatia.

Adinda Jasmine

Adinda Jasmine

Bergabung dengan Tempo sejak 2023. Lulusan jurusan Hubungan Internasional President University ini juga aktif membangun NGO untuk mendorong pendidikan anak di Manokwari, Papua Barat

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus