Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Seluk-beluk Revolusi Mental yang Digaungkan Jokowi Sepuluh Tahun Terakhir

Revolusi mental menjadi salah satu program yang diusung Jokowi dalam sepuluh tahun terakhir. Apa kaitannya dengan Trisakti Bung Karno?

11 Oktober 2024 | 18.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Revolusi mental menjadi salah satu program yang diusung Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam sepuluh tahun terakhir. Ini adalah sebuah gerakan membangun karakter bangsa yang mengubah cara pikir menjadi lebih baik, mandiri, berkarakter dan nasionalis. Program Jokowi ini pun disebut-sebut sebagai fondasi memajukan Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah ditelisik lebih jauh, program yang diusung Jokowi dalam Pilpres 2014 ini ternyata berasaskan konsep Trisakti yang diutarakan Presiden Pertama RI Sukarno alias Bung Karno. Dalam pidatonya pada 1963, Bung Karno mengungkapkan tiga pilar agar Indonesia berdikari. Hal itu Jokowi ungkap dalam artikelnya yang dimuat harian Kompas pada Mei 2014.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Terus terang kita banyak mendapat masukan dari diskusi dengan berbagai tokoh nasional tentang relevansi dan kontektualisasi konsep Trisakti Bung Karno ini,” tulis Jokowi dalam artikelnya.

Dilansir dari dokumen Government Public Relations Report Kementerian Komunikasi dan Informatika, konsep Revolusi Mental pertama kali digunakan Presiden Sukarno pada 1956 ketika revolusi nasional sedang berhenti. Gerakan itu ditujukan untuk menggembleng rakyat Indonesia agar menjadi manusia baru yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala.

Revolusi di zaman kemerdekaan adalah sebuah perjuangan fisik, perang melawan penjajah dan sekutunya, untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah bangsa Indonesia merdeka, perjuangan itu belum, dan tak akan pernah berakhir. Rakyat Indonesia masih harus melakukan revolusi, namun dalam arti yang berbeda. Bukan lagi mengangkat senjata, tapi membangun jiwa bangsa.

Dilansir dari Kemenkopmk.go.id, Bung Karno mencetuskan konsep Trisakti dipicu pengalaman kolonialisme di Indonesia yang berdampak pada rusaknya mental bangsa, sistem perekonomian yang tergantung pada pasokan asing, serta mental terjajah yang menggerus budaya bangsa sehingga melupakan semangat gotong royong yang menjadi modal sosial dalam meneguhkan solidaritas politik maupun ekonomi Indonesia.

Konsep Trisakti itu diungkapkan Bung Karno pada 17 Agustus 1964, dalam sebuah pidato yang berjudul Tahun ViVere Pericoloso (Tavip). Ia menekankan tiga paradigma besar yang bisa menjadi pendorong bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh menjadi bangsa yang besar. Tiga paradigma itu disebut Trisakti. Yaitu, tiga daulat: berdaulat dalam politik, berdaulat dan berdikari dalam ekonomi, serta berdaulat dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Menurut Sastrawan dan Penggiat Majalah Sastra Kalimas, Tjahjono Widarmanto, tiga daulat itu merupakan sebuah terobosan konsep untuk menegakkan keadilan sosial demi mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur. Trisakti itulah yang menjadi inti nation and character building. Trisakti itulah yang seharusnya menjadi tumpuan konsep orientasi kita ke depan yang harus diterjemahkan dalam langkah-langkah yang riil serta strategis.

Sepuluh tahun lalu, konsep kedaulatan itu dijadikan Jokowi sebagai asas program Revolusi Mental saat maju diusung PDIP jadi capres Pilpres 2014. Saat itu Jokowi mengatakan Indonesia membutuhkan revolusi mental agar bisa menjadi sebuah negara yang maju. Menurut dia, Indonesia selama ini selalu memiliki mindset negatif sehingga sulit untuk melakukan perubahan secara optimal.

“Satu yang sangat penting menurut saya adalah revolusi dari mental. Dari negativisme menjadi positivisme. Ini penting sekali untuk mengubah mindset karena kita ini bangsa yang besar,” katanya saat melakukan siaran dengan salah satu stasiun televisi di Taman Suropati, Kamis, 24 April 2014.

Merujuk konsep Trisakti Bung Karno, berikut pemaknaan Revolusi Mental menurut Jokowi, sebagaimana dipaparkan dalam artikelnya satu dekade silam di harian Kompas.

1. Indonesia yang berdaulat secara politik

- Kedaulatan rakyat sesuai dengan amanat sila keempat Pancasila haruslah ditegakkan di Indonesia.

- Negara dan pemerintahan yang terpilih melalui pemilihan yang demokratis harus benar-benar bekerja bagi rakyat dan bukan bagi segelintir golongan kecil.

- Indonesia harus menciptakan sebuah sistem politik yang akuntabel, bersih dari praktik korupsi dan tindakan intimidasi.

- Hindari politik uang dengan memperbaiki cara merekrut pemain politik, yang lebih mengandalkan keterampilan dan rekam jejak ketimbang kekayaan atau kedekatan mereka dengan pengambil keputusan.

- Indonesia juga memerlukan birokrasi yang bersih, andal, dan kapabel, yang benar-benar bekerja melayani kepentingan rakyat dan mendukung pekerjaan pemerintah yang terpilih.

- Demikian juga dengan penegakan hukum, yang penting demi menegakkan wibawa pemerintah dan negara, menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum.

- Tidak kalah pentingnya dalam rangka penegakan kedaulatan politik adalah peran TNI yang kuat dan terlatih untuk menjaga kesatuan dan integritas teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

2. Indonesia yang mandiri secara ekonomi

- Indonesia harus berusaha melepaskan diri dari ketergantungan yang mendalam pada investasi/modal/bantuan dan teknologi luar negeri dan juga pemenuhan kebutuhan makanan dan bahan pokok lainnya dari impor.

- Indonesia secara ekonomi seharusnya dapat berdiri di atas kaki sendiri, sesuai dengan amanat Trisakti. Ketahanan pangan dan ketahanan energi merupakan dua hal yang sudah tidak dapat ditawar lagi. Indonesia harus segera mengarah ke sana dengan program dan jadwal yang jelas dan terukur.

- Di luar kedua sektor ini, Indonesia tetap akan mengandalkan kegiatan ekspor dan impor untuk menggerakkan roda ekonomi.

- Penelitian ulang kebijakan investasi luar negeri.

3. Indonesia yang berkepribadian secara sosial-budaya

- Sifat ke-Indonesia-an semakin pudar karena derasnya tarikan arus globalisasi dan dampak dari revolusi teknologi komunikasi selama 20 tahun terakhir. Indonesia tidak boleh membiarkan bangsanya larut dengan arus budaya yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa.

- Sistem pendidikan harus diarahkan untuk membantu membangun identitas bangsa Indonesia yang berbudaya dan beradab, yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral agama yang hidup di negara ini.

- Akses ke pendidikan dan layanan kesehatan masyarakat yang terprogram, terarah, dan tepat sasaran oleh eagara dapat membantu membangun kepribadian sosial dan budaya Indonesia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus