Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri meresmikan Kapal Rumah Sakit Terapung Laksamana Malahayati dan Kapal Kesehatan Rakyat. Ia mengatakan ide ini terealisasi karena semangat gotong royong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Alhamdulilah saya ngobrol sama mereka, yang terkesan mari gotong royong, gotong royong. Akhirnya bisa dibuktikan," katanya saat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu, 10 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Megawati pun membeberkan bahwa penamaan Rumah Sakit Terapung Laksamana Malahayati diambil dari nama salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh.
Mega mengaku merasa sangat takjub dengan sosok yang memiliki nama panjang Keumalahayati. Pasalnya kata Mega, Keumalahayati menjadi laksama yang berjuang bertempur membela Aceh masa itu melawan Cornelis de Houtman. De Houtman adalah penjajah yang menemukan jalur pelayaran dari Eropa ke Indonesia dan memulai perdagangan rempah untuk Belanda.
"Saya kagum dengan ibu Keumalahayati. Dia bukan laksamana simbolis. Dia laksamana betul. Karena ketika bapaknya Laksamana Mahmud Syah itu gugur digantikan oleh beliau," ucap Mega.
Presiden ke-5 RI ini kemudian mengatakan bahwa Keumalahayati menjadi laksamana yang dipilih rakyat. Dimana dipilih pendukung dan masyarakat saat itu untuk menjadi laksamana tempur melawan Cornelis de Houtman.
"Saya selalu memberikan, membangkit semangat kaum perempuan Indonesia," katanya.
Menurut Mega, sosok perempuan hebat Indonesia sangat pas menjadi nama kapal kesehatan rakyat ini. "Makanya saya ambil nama ini supaya kalau keliling-keliling, kalau ditanya apa namanya? Laksamana Keumalahayati. Siapa dia? Perempuan perkasa," ucapnya.
Peresmian kapal ini dilakukan oleh Megawati dengan simbolis pemecahan kendi pada pukul 11. 52 WIB. Acara dilanjutkan dengan meninjau fasilitas kesehatan yang ada di dalam Rumah Sakit Terapung Laksamana Malahayati dan Kapal Kesehatan Rakyat tersebut, di antaranya ada ruang operasi besar, ruang operasi kecil, disediakan ambulan beserta tenaga kesehatan berjumlah 9 orang.
Pukul 12.25 WIB, resmi Rumah Sakit Terapung Laksamana Malahayati dan Kapal Kesehatan Rakyat bertolak dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara menuju Lampung dan nanti berlabuh di Pelabuhan Keumalahayati, Aceh, Indonesia.
Dalam acara itu, Megawati didampingi Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, Ketua DPP Prananda Prabowo. Sejumlah Menteri diantaranya Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Budi Karya Sumadi.
Selanjutnya: Laksamana Malahayati dianugerahi gelar pahlawan pada 2017
Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Laksamana Malahayati dan tiga tokoh lainnya pada peringatan Hari Pahlawan 2017.
Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional tersebut melalui Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/TAHUN 2017 tanggal 6 November 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Presiden Jokowi secara resmi menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada ahli waris dari empat tokoh yakni TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dari Nusa Tenggara Barat (NTB), Laksamana Malahayati dari Provinsi Aceh, Sultan Mahmud Riayat Syah dari Kepulauan Riau, dan Lafran Pane dari Daerah Istimewa Yogyakarta.
Salah satu tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional adalah Keumalahayati atau lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati. Laksamana Malahayati adalah seorang muslimah yang menjadi laksamana perempuan pertama di dunia berasal dari Kesultanan Aceh.
Ia adalah putri dari Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya bernama Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah Kesultanan Aceh Darussalam sekitar tahun 1530-1539 M.
Sultan Salahuddin Syah merupakan putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530 M) yang merupakan pendiri Kesultanan Aceh Darussalam. Dari silsilah tersebut dapat diketahui bahwa laksamana Malahayati merupakan keturunan darah biru.
Pada tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.
Karirnya di medan tempur berawal dari dibentuknya pasukan "Inong balee" (janda-janda pahlawan yang telah syahid). Ia sendiri kehilangan suaminya yang gugur dalam pertempuran melawan Portugis.
Malahayati memimpin armada laut dengan 2.000 orang pasukan "Inong balee" berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda pada 11 September 1599.
Ia juga berhasil menewaskan Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal, dan mendapat gelar "Laksamana" untuk keberaniannya ini, sehingga ia kemudian lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati.
Meski baru dianugerahi gelar pahlawan nasional pada peringatan Hari Pahlawan ke-72 pada 2017, namun namanya telah diabadikan sebagai penghargaan atas jasa-jasanya.
Namanya ditabalkan sebagai nama pelabuhan laut di Teluk Krueng Raya, Aceh Besar dengan nama Pelabuhan Malahayati.
Selain itu, salah satu kapal perang jenis Perusak Kawal Berpeluru Kendali (fregat) kelas Fatahillah milik TNI Angkatan Laut juga dinamakan KRI Malahayati. Kapal perang ini dibuat di galangan kapal Wilton-Fijenoord, Schiedam, Belanda pada tahun 1980, khusus untuk TNI-AL.
Tidak hanya di dunia kelautan dan militer, tapi di dunia pendidikan namanya juga diabadikan sebagai nama universitas yang terdapat di Bandar Lampung yaitu Universitas Malahayati.