Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Memory of The World UNESCO untuk Babad Diponegoro, Manuskrip yang Ditulis Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro mendapat penghargaan tertinggi UNESCO pada 21 Juni 2013, karyanya Babad Diponegoro sebagai Memory of The World.

16 Juli 2023 | 10.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar
heritageofjava.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Usul Prabowo Subianto memindahkan makam Pangeran Diponegoro dari Makassar ke tanah kelahirannya, Yogyakarta lantas memicu pro dan kontra. Sultan Hamengku Buwono X tak sependapat dengan gagasan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sontak, segala hal terkait Pangeran Diponegoro pun menjadi pembicaraan belakangan ini. Tentu saja perlu diingat, salah satu peninggalannya yang termasyhur adalah Babad Diponegoro.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perpustakaan Nasional Indonesia telah bekerja sama dengan Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO, yang merupakan badan koordinasi untuk program Memori Dunia UNESCO Indonesia dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Dalam kerja sama ini, penulis biografi Inggris Diponegoro yakni Dr Peter Carey, penjaga manuskrip Jawa di Perpustakaan Nasional Indonesia yakni Dr. Nindyo Nugroho, serta Direktur Royal Institute for Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV) di Leiden yakni Prof. Dr. GJ menyarankan bahwa, salinan asli Babad Diponegoro dan naskah lengkap terjemahan bahasa Belanda, harus dicalonkan untuk dimasukkan dalam daftar Memory of The World sebagai bagian dari budaya bangsa.

Menurut mereka, manuskrip yang disimpan di Perpustakaan Nasional Indonesia dan Perpustakaan KITLV di Leiden dapat dikategorikan sebagai koleksi langka, karena merupakan teks paling otentik dari otobiografi Pangeran Diponegoro yang masih ada. Melalui saran inilah, akhirnya diputuskan bahwa salinan asli Babad Diponegoro akan diikutsertakan dalam Penghargaan Memory of The World UNESCO pada tahun 2013.

Babad Diponegoro dalam bahasa Jawa asli dan terjemahan Belanda, beserta manuskrip-manuskrip yang lain yang tidak ternilai harganya patut dilestarikan untuk dipelajari, diteliti, dan disebarluaskan. Beberapa bagian dalam Babad Diponegoro juga memuat banyak materi penting yang bermanfaat bagi peningkatan kapasitas intelektual, khususnya terhadap pemahaman budaya Jawa untuk masa kini dan masa depan, tidak hanya untuk Indonesia, tetapi untuk seluruh wilayah Asia Pasifik yang lebih luas dan sekitarnya.

Babad Diponegoro ini disusun secara kronik setebal 1.151 folio yang ditulis oleh Pangeran Diponegoro pada sekitar tahun 1830. Beliau menulis babad ini pada awal pengasingannya di Pulau Sulawesi (Celebes) dalam aksara pegon, yang diselesaikannya dalam waktu kurang dari sembilan bulan dengan bantuan seorang juru tulis Jawa yang identitasnya masih belum diketahui dengan jelas.

Sepertiga pertama babad ini memberi penjelasan mengenai sejarah Jawa, dimulai dari masa kejayaan kerajaan Majapahit pada abad ke-14 di Jawa Timur, hingga pendirian dan puncak kerajaan Mataram Jawa Tengah dibawah kepemimpinan Panembahan Senapati dan Sultan Agung. Babad ini kemudian diakhiri dengan pembagian politik yang ditengahi Belanda di selatan Jawa Tengah antara Yogjakarta yang baru didirikan oleh Sultan Mangkubumi dan Yogjakarta Sunan Pakubuwana.

Dua pertiga terakhir dari babad ini, berisi teks otobiografi Pangeran Diponegoro yang diawali dengan kelahirannya di Keraton Yogjakarta, dan diadopsi pada usia tujuh tahun oleh nenek buyutnya. Babad tersebut menggambarkan masa kecilnya di tegalreja, dimana beliau diajari untuk bergaul dengan komunitas petani dan terlibat pengajaran agama islam dari ulama setempat, hingga perjalanan spiritual pangeran diponegoro menuju kedewasaan. 

Dalam babad tersebut terdapat pula penjelasan singkat dari peristiwa dramatis dalam masa jabatan Gubernur Marsekal Herman Willem Daendels (1808-1811). Babad tersebut juga menggambarkan gejolak batin sang pangeran dan persiapannya sebagai pemimpin spiritual melalui visinya sebelum perang tentang ‘Raja Adil’ dan ‘Wali’ yang telah menyebarkan islam di Jawa pada abad ke-15 dan ke-16.

Terdapat penjelasan tentang penyebab langsung meletusnya perang Jawa yang dijelaskan dalam babad tentang demarkasi jalan raya umum melalui tanah pangeran Diponegoro oleh pejabat yang ditunjuk Belanda di Yogja pada pertengahan Juli 1825. Menyusul pecahnya perang Jawa pada 20 Juli 1825, babad tersebut memberikan gambaran rinci tentang perjuangan lima tahun Pangeran Diponegoro melawan Belanda dan sekutu Jawanya. Hingga akhirnya, asal usul penulisan babadnya ini dijelaskan melalui percakapan Pangeran Diponegoro dengan Residen Belanda di Manado, DFW Pietermaat.

Dilansir dari laman unesco.org, pemilihan Babad Diponegoro sebagai penerima penghargaan Memory of The World UNESCO, telah melewati justifikasi inklusi atau penilaian terhadap berbagai kriteria yang ada, seperti; keasliannya yang dibuktikan dari catatan Batavia Society for Arts and Sciences, signifikansi warisan yang terletak pada kepenulisan, genre, konteks sejarah, dan nilainya bagi kemanusiaan yang sangat unik dan tidak tergantikan, serta berbagai kriteria yang lainnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus