Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Mengapa Dukun Pengganda Uang Masih Dipercaya Masyarakat? Ini Kata Psikolog UGM

Psikolog Sosial Universitas Gadjah Mada (UGM) Koentjoro mengatakan di tengah era modern saat ini masih banyak orang yang mempercayai dukun.

12 April 2023 | 12.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Aksi pembunuhan yang dilakukan dukun Slamet yang dikenal sebagai dukun pengganda uang asal Banjarnegara, Jawa Tengah pada 12 pasiennya membuat gempar masyarakat dalam beberapa waktu terakhir. Psikolog Sosial Universitas Gadjah Mada (UGM) Koentjoro mengatakan di tengah era modern saat ini masih banyak orang yang mempercayai dukun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, hal itu terjadi karena cara berpikir masyarakat Indonesia masih bersifat materialistis. “Kalau dari perspektif korban, masyarakat kita itu konsep berpikirnya sangat materialistis,” jelasnya dilansir dari laman UGM pada Rabu, 12 April 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ditambah lagi, ujar dia, di tengah kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, orang bisa dengan mudah melihat unggahan di dunia maya yang memamerkan kemewahan hidup atau flexing. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang turut memicu orang memiliki keinginan untuk tampil seperti mereka yang memperlihatkan simbol-simbol kepemilikan material.

Untuk mewujudkannya, orang akan berusaha dengan berbagai cara, termasuk dengan jalan pintas menemui dukun. Keontjoro menjelaskan bahwa masyarakat saat ini sudah mengalami perubahan. Apabila dulu menjalin relasi di komunitas yang didorong pada motif berafiliasi, berkumpul, serta bersahabat, kini mulai berubah pada motif kekuasaan maupun simbol-simbol status sosial.

"Memamerkan simbol status sosial agar bisa diakui dan dihormati. Bagi orang berpengaruh, berbakat, maupun terdidik yang jadi korban itu karena serakah, ingin mendapatkan kekayaan lebih. Mereka ingin diakui dan dihormati lewat memamerkan simbol-simbol status sosial,” ujarnya.

Guru Besar Fakultas Psikologi UGM ini menyampaikan ada dua faktor yang menyebabkan masyarakat mudah percaya dukun. Pertama, korban terkena hipnotis gendam atau magic. Kedua, ada orang tertentu yang mampu memengaruhi, meyakinkan bahkan memikat para korban untuk memercayai iming-imingan yang disampaikan.

Keontjoro menambahkan dari sisi pelaku kriminalitas, pelaku melakukan penipuan berkedok dukun untuk mendapatkan jalan uang dengan jalan pintas. “Biar tidak ditagih terus penggandaan uang yang dijanjikan, korban diajak melakukan ritual yang sebenarnya untuk menghabisi nyawa korban dan mereka percaya kalau itu bagian dari ritual,” tuturnya.

Lantas bagaimana cara agar masyarakat tidak terjebak penipuan termasuk berkedok dukun? Koentjoro mengatakan perlunya pendidikan keluarga yang mengajarkan ketentraman dan kesejahteraan hidup bukan dari simbol status sosial. Namun, memaknai kebahagiaan dengan selalu bersyukur kepada Tuhan.

“Sebenarnya agak susah mencegahnya, selama motif ingin diakui masih ada. Perlu belajar sufisme untuk melawan materialisme sehingga di sini pendidikan keluarga menjadi penting dalam mengajarkan kehidupan untuk senantiasa bersyukur pada Tuhan," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus