Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara wafat hari ini 64 tahun silam, tepatnya 26 April 1959. Sebagai pahlawan nasional, sosoknya tidak hanya dikenal sebagai salah satu penggerak utama kebangkitan nasional. Tokoh bernama kecil Soewardi Soerjaningrat ini masyhur pula disebut sebagai orang yang meletakkan pondasi pendidikan nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari buku Ki Hajar Dewantara: Pemikiran dan Perjuangannya, Ki Hajar Dewantara lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta dengan nama RM Soewardi Soerjaningrat. Dia merupakan anak dari GPH Soerjaningrat dan cucu Sri Paku Alam III. Biarpun lahir dan tumbuh dari keluarga bangsawan Pakualaman, Ki Hajar Dewantara dikenal memiliki kepribadian sederhana dan merakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai bangsawan Jawa, Ki Hajar Dewantara mengenyam pendidikan Europeesche Lagere School atau ELS, yaitu Sekolah Rendah untuk anak-anak Eropa. Lulus dari ELS, Ki Hajar Dewantara mendapat kesempatan masuk School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen atau STOVIA. Namun kondisi kesehatan tidak mengizinkan Soewardi Soerjaningrat menamatkan sekolah ini.
Ki Hajar Dewantara kemudian menekuni kiprahnya di bidang jurnalisme. Dia tercatat pernah menulis untuk beberapa surat kabat dan majalah pada waktu itu, antara lain Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Melalui tulisan-tulisannya, dia melontarkan kritik pedas kepada kolonialisme Belanda. Tulisannya terkenal memiliki karakter komunikatif, halus, mengena, tetapi keras.
Salah satu tulisan monumentalnya, “Als ik een Nederlander was” atau “Seandainya Aku Seorang Belanda” yang dimuat dalam surat kabar De Expres pada 13 Juli 1913 berhasil membuat pemerintah merasa terancam. Akibatnya, dia bersama kedua rekannya, Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo kemudian diasingkan ke negeri Belanda.
Panggilan jiwanya sebagai seorang pendidik akhirnya mendorong dirinya mendirikan Perguruan Taman Siswa pada 1922 guna mendidik masyarakat bumiputra. Tak hanya merintis pendidikan untuk masyarakat bumiputra, Ki Hajar Dewantara secara aktif menolak Undang-undang Sekolah Liar atau Wilde Scholen Ordonnantie pada 1932 yang dinilai membatasi pergerakan nasionalisme Indonesia di bidang pendidikan.
Kapasitasnya di bidang pendidikan kemudian membuat pemerintah Republik Indonesia mempercayainya dalam berbagai posisi penting di pemerintahan. Ki Hajar Dewantara tercatat pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 1950. Selain itu, dia mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1959.
Pemerintah RI mengangkat Ki Hajar Dewantara sebagai Pahlawan Nasional pada 1959. Biarpun perjuangannya belum selesai untuk mendidik putra bangsa, jelas Ki Hajar Dewantara memelopori lahirnya pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959 dimakamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa Wijaya Brata, Yogyakarta.
Pilihan Editor: Seabad Taman Siswa: Nyi Hajar Dewantara, Soekarno dan Mohammad Hatta Raih Ki Hajar Dewantara Award 2022
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.