Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan turut memantau langsung proses pengujian terhadap beberapa sampel obat sirup di laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Saya hari ini menyambangi kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk mengecek langsung proses pengujian beberapa sampel obat sirup di laboratorium BPOM," kata Muhadjir Effendy dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 31 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam kunjungan tersebut, Menko PMK didampingi Kepala BPOM Penny Lukito, Kepala Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional Muhammad Kashoeri, dan beberapa pejabat terkait lainnya.
Muhadjir Effendy menjelaskan, dari hasil pantauan tersebut diketahui bahwa tim dari BPOM terus melakukan proses pengujian secara intensif.
"Dari hasil pantauan, tim dari BPOM diketahui telah melakukan penanganan dan pengujian secara intensif, sehingga kami turut mengapresiasi kerja BPOM dalam menguji sampel obat-obat sirup selama 24 jam nonstop," katanya.
Muhadjir menambahkan, kasus obat yang mengandung bahan pelarut yang melebihi ambang batas harus ditindaklanjuti, apakah merupakan cemaran atau ada kesengajaan. "Secara detail tadi dapat informasi dari laboratorium, itu kandungannya bisa dilihat berapa ambang batas minimumnya," kata Muhadjir.
Hal ini, menurut dia, bisa dijadikan dasar dan alat bukti untuk menjelaskan siapa yang bisa dikenakan tindak pidana. "Saya yakin semua langkah BPOM sudah tepat, terukur, dan sistemis untuk memastikan siapa yang salah dan siapa yang terimbas pengaruh akibat kasus ini," tuturnya.
Menko PMK berharap kasus ini segera terbuka, agar para pelaku usaha industri yang terkena imbas penahanan produk terutama yang sudah baik dan patuh, bisa segera dipulihkan kembali.
Sebelumnya, BPOM resmi melarang penggunaan obat sirup dengan zat pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, hingga gliserin atau gliserol. Sehingga, obat sirup yang memakai pelarut di luar keempat zat tersebut diperbolehkan dikonsumsi.
Hal ini sekaligus merespons temuan kasus gagal ginjal akut di Indonesia yang diduga akibat keracunan kandungan dalam obat sirop.
"Sesuai dengan tugasnya BPOM sudah menyesuaikan pengujian dengan jumlah obat yang diberikan Kemenkes mana yang aman dan mana yang tidak aman sudah kami teliti. Nanti akan kami telusuri dari hulu ke hilir sistem jaminan keamanan dan mutu obat, termasuk nanti ada instruksi cara produksi obat yang baik, izin edar dan lainnya," kata Kepala BPOM Penny Lukito.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.