Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Menyusuri Jejak Sejarah PDIP dari Era Orde Baru hingga Kini

HUT ke-50 PDIP digelar meriah hari ini. Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu punya sejarah panjang sejak era orde baru.

10 Januari 2023 | 18.00 WIB

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya dalam HUT ke-50 PDI Perjuangan di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Selasa 10 Januari 2023. HUT ke-50 tahun PDI Perjuangan bertemakan Genggam Tangan Persatuan Dengan Jiwa Gotong Royong dan Semangat Api Perjuangan Nan Tak Kunjung Padam. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Perbesar
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya dalam HUT ke-50 PDI Perjuangan di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Selasa 10 Januari 2023. HUT ke-50 tahun PDI Perjuangan bertemakan Genggam Tangan Persatuan Dengan Jiwa Gotong Royong dan Semangat Api Perjuangan Nan Tak Kunjung Padam. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP merayakan HUT ke-50 pada hari ini. Perayaan ini dihadiri oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dalam pidatonya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri meminta para kader untuk bersabar dan menunggu soal pencapresan. Pasalnya, urusan calon presiden PDIP merupakan hak prerogatifnya sebagai pemimpin partai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menegaskan bahwa tidak mungkin dirinya memilih sosok yang malah menjerumuskan partai. Menurut Mega, jika mesin partai sudah bergerak untuk memenangkan capres, hasilnya pasti kemenangan.

“Urusan calonnya itu adalah hak Ketua Umum. Pokoke nggak mungkin ibu jebloskan kalian ke sumur. Kita kalau sudah bekerja pasti menang,” kata Mega saat berpidato dalam acara HUT PDIP di JIExpo, Selasa, 10 Januari 2023.

Sebelum menjadi partai yang berjaya di Indonesia, PDIP sempat mengalami pahit manis dalam perjalanan panjangnya hingga hari ini.

1. Awal berdirinya PDIP

Awalnya, PDIP didirikan Soekarno pada 4 Juli 1927 dengan nama Partai Nasional Indonesia (PNI). Kemudian, PNI bergabung dengan beberapa partai.

Selanjutnya partai-partai yang berfusi...

Adapun partai yang bergabung dengan PNI yakni Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. 

Penggabungan partai tersebut berawal ketika Orde Baru mulai berkuasa dan menginginkan adanya penyederhanaan partai poltik (parpol) melalui proses penggabungan atau fusi dari parpol di masa Orde Lama. 

Proses fusi sendiri sebenarnya tak lain sebagai upaya Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaannya.

Partai gabungan tersebut kemudian dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973.

2. Munas Pertama PDIP

Usai digabungkan, PDI menyelenggarakan, pertemuan pertama yakni musyawarah nasional (Munas) yang digelar pada 20-24 September 1973 di Jakarta. 
Meski demikian, tak ada hasil signifikan yang dicapai pada Munas ini. 

Bahkan, keinginan untuk menggelar Kongres PDI yang pertama tak kunjung terlaksana dan terus tertunda akibat konflik internal yang tak kunjung usai.

Akhirnya, Kongres PDI bisa digelar pada 12-13 April 1976. Di dalam Kongres I ini intervensi pemerintah sangat kuat. Pemerintah memplot Sanusi Hardjadinata yang kemudian dipilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP PDI. Susunan DPP hasil Kongres I pun disempurnakan atas kesepakatan antara MH Isnaeni dan Sunawar.

Kongres II PDIP dilaksanakan pada 13-17 Januari 1981 di Jakarta, di tengah penolakan dari Kelompok Empat (Usep, Abdul Madjid, Walandauw dan Zakaria Raib). Campur tangan pemerintah juga semakin kuat pada Kongres II yang dibuka Presiden Soeharto ini.

3. PDI Menjelang Pemilu 1999

PDI, berlambang banteng di dalam segi lima, mulai terbelah pada saat kongres di Medan pada 1993. Duet Soerjadi-Nico Daryanto yang terpilih kembali membuat kelompok Budi Hardjono, yang disokong rezim Presiden Soeharto, berusaha menduduki arena kongres.

Untuk menyelesaikan pertikaian, Kongres Luar Biasa PDI digelar di Surabaya, Desember 1993.

Secara mengejutkan, Megawati terpilih menjadi ketua umum. Kendati kongres berujung deadlock, Megawati mengumumkan dirinya secara de facto telah menjadi Ketua Umum PDI.

Popularitas Megawati menciutkan nyali Presiden Soeharto ketika itu. Putri pasangan Soekarno-Fatmawati itu pun dijegal dalam Kongres IV PDI di Medan, Mei 1996.

Kali ini, rezim memainkan Soerjadi sebagai pionnya. Soerjadi pun terpilih menjadi ketua umum pada Kongres PDIP di Medan itu.

Puncaknya, pada 27 Juli 1996, para pendukung Soerjadi diduga dengan bantuan aparat menyerang Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, yang dipenuhi pendukung Megawati.

Saat ini kantor tersebut sudah dibangun megah menjadi Kantor DPP PDIP.

Selanjutnya, peristiwa kudatuli...

4. Peristiwa Kudatuli

Peristiwa penyerbuan Kantor DPP PDI dikenal sebagai Kudatuli atau Kerusuhan 27 Juli. Mega berikut pendukungnya dipaksa hengkang dari kantor PDI. 

Akibatnya, perolehan suara PDI pada Pemilu 1997 merosot tajam. Setelah reformasi 1998, Megawati mendirikan PDIP yang ia pimpin hingga kini.

Kembali ke aktivitas politik Nico Daryanto, Pada 2000 dia dan 14 tokoh PDI pimpinan Budi Hardjono hijrah ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Musababnya, mereka kesulitan bergabung ke PDIP karena harus memenuhi beberapa syarat yang tak mungkin dipenuhi.

"PKB tak mensyaratkan apa-apa," kata Nico dikutip dari Majalah Tempo edisi 10 April 2000.

Pada 2006, ia bergabung dengan Partai Hanura yang didirikan Wiranto.

Politikus senior PDIP Hendrawan Supratikno mengenang dirinya pernah bersama-sama Nico Daryanto dan Kwik Kian Gie berkeliling Jawa Tengah.

Dia bercerita, para ilmuwan di Jawa Tengah dibantu Budi Dharmawan, adik kandung Kwik, membentuk 'forum perlawanan' terhadap Soeharto pada masa Orba lalu. Diundanglah para tokoh PDI sebagai partai wong cilik.

Beberapa yang hadir di antaranya Kwik Kian Gie, Dimyati Hartono, Aberson Marle Sihaloho, dan Nico Daryanto. Forum itu juga diikuti sosiolog Arief Budiman, sastrawan Darmanto Yatman, dan juga Hendrawan.

"Selain berbagi informasi, forum tersebut dimaksudkan memperkuat sel-sel demokrasi di masyarakat bawah," kata Hendrawan.

Sejak awal terbentuk, konflik internal PDI terus terjadi dan diperparah dengan adanya intervensi dari pemerintah. Untuk mengatasi konflik tersebut, anak kedua dari Ir Sukarno, Megawati Sukarnoputri didukung untuk menjadi ketua umum (Ketum) PDI.

Namun pemerintahan Suharto tidak menyetujui dukungan tersebut kemudian menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati Sukarnoputri dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.

Larangan tersebut berbanding terbalik dengan keinginan peserta KLB, kemudian secara de facto Megawati Sukarnoputri dinobatkan sebagai ketum DPP PDI periode 1993-1998. 

Sehingga pada Musyawarah Nasional (Munas) 22-23 Desember 1993 di Jakarta, Megawati Sukarnoputri dikukuhkan sebagai Ketum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI secara de jure.

Konflik internal PDI terus terjadi hingga diadakan Kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan. Pada 20 Juni 1996 para pendukung Megawati Sukarno Putri melakukan unjuk rasa hingga bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kongres.

Kemudian pada 15 Juli 1996 pemerintah Suharto mengukuhkan Suryadi sebagai Ketum DPP PDI. Akhirnya pada 27 Juli 1996 pendukung Megawati menggelar Mimbar Demokrasi di halaman kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat.

Kemudian muncul rombongan berkaus merah kubu Suryadi, lalu terjadi bentrok dengan kubu Megawati Soekarnoputri. Peristiwa tersebut dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau disingkat menjadi Peristiwa Kudatuli.

Setelah peristiwa tersebut, PDI di bawah pimpinan Suryadi hanya memperoleh 11 kursi DPR.Karena pemerintahan Suharto lengser pada reformasi 1998, PDI di bawah pimpinan Megawati semakin kuat, dan ditetapkan sebagai ketum DPP PDI periode 1998-2003 pada Kongres ke-V di Denpasar, Bali.

Mega kemudian mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada 1 Februari 1999 agar dapat mengikuti pemilu. 

Nama tersebut disahkan oleh Notaris Rahmat Syamsul Rizal dan kemudian dideklarasikan pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta. 

PDI Perjuangan (PDIP) melakukan Kongres I pada 27 Maret-1 April 2000 di Hotel Patra Jasa, Semarang, Jawa Tengah. 

Kongres tersebut menghasilkan keputusan Megawati Sukarnoputri sebagai Ketum DPP PDIP periode 2000-2005.

Pada Kongres IV PDIP di Bali pada 8-12 April 2015, Megawati Soekarnoputri kembali dikukuhkan sebagai Ketum PDIP periode 2015-2020.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus