Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang Pemilu 2024, dua pejabat pimpinan lembaga negara pengawas dan penyelenggara konstitusi dinyatakan melanggar kode etik. Keduanya adalah eks Ketua Mahkamah Konstitusi atau Ketua MK Anwar Usman dan Ketua Komisi Pemilihan Umum ( Ketua KPU) Hasyim Asy’ari. Pelanggaran itu disebut-sebut menyangkut nama calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lantas apa hubungan Gibran dengan pelanggaran kode etik yang dilakukan Anwar Usman dan Hasyim Asy’ari?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Hubungan pelanggaran kode etik Anwar Usman dengan Gibran
Pelanggaran kode etik oleh Ketua MK saat itu, Anwar Usman bermula ketika sejumlah pihak mengajukan gugatan kepada MK ihwal Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu ihwal batas minimal usia capres-cawapres. Ada banyak pengajuan uji materi ketika itu, namun cuma lima yang disidangkan, yakni nomor 29, 51, 55, 90, dan 91. Mayoritas meminta usia kandidat minimal di bawah 40 tahun.
Setelah menggelar berbagai sidang pendahuluan, MK akhirnya membacakan putusan gugatan pada Senin, 16 Oktober 2023. Dari lima judicial review yang diajukan, tiga di antaranya yakni 29, 51, dan 55 ditolak. Dua lainnya diterima sebagian. MK menolak gugatan agar usia kandidat menjadi 35 tahun. Tapi ada regulasi baru, MK menerima gugatan perkara 90: kandidat prematur boleh maju asal berpengalaman sebagai kepala daerah.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam putusan. Arief satu dari empat hakim yang berpendapat beda atau dissenting opinion dalam perkara ini. Ia menilai ada perbedaan sikap dari Anwar Usman dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) kelima perkara tersebut. Anwar, menurut Arief, memilih tidak mengikuti RPH gugatan nomor 29, 51 dan 55 karena ingin menghindari konflik kepentingan.
Namun, sikap Anwar berubah hanya dalam hitungan hari. Anwar mengikuti RPH untuk memutuskan perkara nomor 90 yang diajukan mahasiswa Universitas Surakarta, Almas Tsaqibbirru Re A dan perkara nomor 91 yang diajukan mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Arkaan Wahyu Re A. Keduanya merupakan putra dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.
Pengamat Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai MK telah melanggengkan politik dinasti dengan putusan itu. Putra Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang sempat terhalau usia kala digadang jadi pendamping Prabowo Subianto, melenggang mulus setelah aturan baru tersebut diketuk. Anwar Usman, yang juga paman Gibran, disebut andil dalam membuat putusan itu.
Problematik keputusan tersebut membuat hakim konstitusi dilaporkan. MK pun membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk mewadahi laporan. Kesembilan hakim konstitusi kemudian disidang atas kasus dugaan pelanggaran etik. MKMK memeriksa empat pelapor dan tiga hakim konstitusi termasuk Anwar Usman pada Selasa malam, 31 Oktober 2023. Seminggu kemudian putusan terhadap pelanggaran etik Anwar cs dibacakan.
MKMK menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim, sebagaimana dibacakan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di Gedung I MK, Jakarta, Selasa, 7 November 2023. Atas pelanggaran berat itu, Anwar Usman diberhentikan sebagai Ketua MK. Ia dinilai terbukti melanggar prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan dan kesetaraan, independensi, serta kepantasan dan kesopanan.
Hubungan pelanggaran kode etik Hasyim Asy’ari dengan Gibran
Teranyar, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan komisioner KPU lainnya melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu. Keputusan tersebut buntut KPU yang dilaporkan oleh sejumlah pihak karena diduga melakukan pembiaran terhadap Gibran untuk mengikuti proses pencalonan sebagai kandidat wakil presiden tanpa mematuhi peraturan yang berlaku.
Adapun empat laporan yang diajukan yakni laporan Demas Brian Wicaksono dalam perkara bernomor Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023). Para pengadu menganggap penetapan Gibran tidak sesuai Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Sebab, para teradu, dalam hal ini komisioner KPU, belum merevisi atau mengubah peraturan terkait pasca adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023. Artinya saat itu peraturan KPU masih mengharuskan calon memiliki usia minimal 40 tahun. Mereka menduga bahwa para Hasyim dan anggotanya sengaja membiarkan Gibran mengikuti tahapan pencalonan.
DKPP lalu memutuskan ketua dan anggota KPU terbukti melakukan pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu. KPU dinilai salah karena menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres pada 25 Oktober 2023. Yang mana peraturan KPU belum menerapkan keputusan MK setelah putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Selain Hasyim Asy'ari, enam anggota KPU lainnya yang disanksi antara lain Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap. Atas putusan yang telah ditetapkan, DKPP menginstruksikan KPU untuk melaksanakan keputusan tersebut.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | RIZKY DEWI AYU | IHSAN RELIUBUN