Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI menemukan tiga dugaan maladministrasi dalam pengangkatan Penjabat Kepala Daerah yang dilakukan Menteri Dalam Negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dugaan pertama adalah tidak adanya tindak lanjut terhadap permintaan informasi dari sejumlah lembaga masyarakat sipil mengenai penunjukkan Pj Kepala Daerah, yang mencakup Pj gubernur dan Pj bupati wali kota di ratusan daerah .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hingga hari ini belum ada tanggapan yang memadai terhadap permintaan informasi tersebut,” kata Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers daring, Selasa, 19 Juli 2022.
Menurut Robert, tidak adanya tanggapan itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Adapun, lembaga yang mengajukan permintaan informasi dan keberatan adalah Indonesia Corruption Watch, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, dan Perludem.
Pria yang biasa disapa Endi Jaweng ini melanjutkan, dugaan maladministrasi kedua adalah adanya pengangkatan Pj kepala daerah yang berasal dari anggota TNI aktif. Menurut dia, anggota TNI aktif hanya bisa menduduki jabatan sipil di 10 instansi yang diatur dalam UU Aparatur Sipil Negara.
Untuk menunjuk di luar posisi itu, harus mengacu pada aturan lengkap UU TNI dan UU ASN yang berhubungan dengan status kedinasan. Menurut dia, Menteri Dlaam Negeri seharusnya juga mengajukan surat permohonan ke instansi tempat anggota itu bertugas. Ombudsman mendapati TNI tidak dilibatkan dalam pengangkatan tersebut.
Dugaan maladministrasi ketiga berupa pengabaian putusan Mahkamah Konstitusi nomor 67/PUU-XIX/2021 dan 15/PUU-XX/2022 mengenai ketentuan pengisian kekosongan pejabat kepala daerah menjelang Pemilu serentak 2024.
Dalam pertimbangan putusan itu, MK menyatakan penunjukan Pj Kepala Daerah harus dilakukan secara demokratis dan diterbitkannya peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Menurut Ombudsman, putusan MK ini diabaikan dalam penunjukan pj kepala daerah.