Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pendapat Tim Pemenangan RIDO dan Pramono Anung Soal Partisipasi Pemilih di Pilkada Jakarta

Tim Pemenangan RIDO menyatakan buruknya distribusi Formulir C6 mengakibatkan banyak pemilih gagal menggunakan hak pilihnya di Pilkada Jakarta.

3 Desember 2024 | 12.14 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga survei Charta Politika mencatat partisipasi pemilih di pemilihan kepala daerah atau Pilkada Jakarta 2024 sebesar 58 persen. Angka itu jauh di bawah partisipasi pemilih pada Pilkada Jakarta 2017 yang mencapai di atas 70 persen. 

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Wahyu Dinata mengaku belum tahu angka pasti tingkat partisipasi di Pilkada Jakarta. Namun untuk pilkada, kata dia, angkanya cenderung lebih rendah dari pilpres.

Rendahnya tingkat partisipasi pemilih tersebut mendapat respons dari pasangan calon (paslon) pada Pilkada Jakarta 2024.

Sekretaris Tim Pemenangan RIDO, Basri Baco: Kegagalan Distribusi Formulir C6 Pengaruhi Partisipasi Pemilih

Tim pemenangan paslon gubernur dan wakil gubernur Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), mengungkapkan kegagalan distribusi Formulir C6 atau undangan untuk mencoblos mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih yang anjlok secara signifikan.

Sekretaris Tim Pemenangan RIDO, Basri Baco, mengatakan, temuan itu didapatkan melalui pengecekan langsung oleh tim internal mereka. Menurut dia, pembagian Formulir C6 yang seharusnya dilakukan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) melalui Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) terkendala lemahnya koordinasi di lapangan, terutama antara KPPS dan perangkat rukun tetangga/rukun warga (RT/RW).

“Ditambah lagi, TPS yang biasanya berisi 300 orang kini diisi 600 orang. Akibatnya, KPPS kewalahan menyebarkan atau menyampaikan Formulir C6 tersebut,” kata dia dalam jumpa pers di Kantor Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar DKI Jakarta, Senin, 2 Desember 2024.

Akibat dari buruknya distribusi ini, kata dia, banyak pemilih gagal menggunakan hak pilihnya. Basri menilai hal ini menunjukkan penyelenggara pilkada, khususnya PPS dan KPPS, tidak menjalankan tugas secara profesional.

Basri juga mengungkap temuan lain, yakni banyaknya Formulir C6 yang justru dikirimkan untuk warga yang telah meninggal. “Kami temukan beberapa bukti aduan dari masyarakat bahwa bapaknya, omnya, neneknya, bahkan kakeknya yang sudah meninggal satu, dua, hingga tiga tahun lalu masih mendapatkan surat undangan,” ujarnya.

Tim RIDO juga menyoroti dugaan kecurangan di TPS 28 Pinang Ranti, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. Karena itu, Tim RIDO mendesak KPU untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS-TPS yang bermasalah, terutama di lokasi banyak pemilih tidak menerima formulir meskipun terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

“Jika memang C6 ini sengaja ditahan-tahan, tidak diberikan, lalu penyelenggara pilkada tidak netral, kemudian data orang-orang yang sudah meninggal sengaja dimasukkan, maka pilkada ini bisa kita nyatakan cacat hukum. Banyak hak masyarakat yang dirugikan,” katanya.

Tim Hukum RIDO juga berencana melaporkan KPU Jakarta ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Tim Hukum RIDO, Muslim Jaya Butar-Butar, menilai KPU Jakarta telah melanggar Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu, khususnya Pasal 15 yang mengharuskan KPU bertindak profesional.

“Dengan tidak datangnya Formulir C6 atau undangan tersebut, berarti masyarakat tidak dilayani secara profesional,” katanya.

Dia juga mengungkapkan pihaknya sedang mengumpulkan data dan menyusun kajian hukum terkait persoalan ini. “Tim hukum akan melaporkan KPU Jakarta dan Jakarta Timur ke DKPP dalam waktu dekat. Karena ini sedang kami kaji, mudah-mudahan dalam 1-2 hari selesai kajian kami,” tuturnya.

Calon Gubernur Jakarta Nomor Urut 3, Pramono Anung: Partisipasi Pemilih di Pilkada Kurang karena Berdekatan dengan Pemilu

Adapun calon gubernur Jakarta nomor urut 3 Pramono Anung menyebutkan partisipasi pemilih pada Pilkada Jakarta 2024 kurang karena waktunya berdekatan dengan penyelenggaraan pemilu (pemilu presiden dan pemilu legislatif).

"Orang yang tidak menggunakan hak pilihnya di pilkada kali ini merata di seluruh Indonesia, hampir sama sebenarnya, termasuk di Jakarta cukup tinggi,” kata Pramono dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.

Pramono mengatakan, dalam realitas yang dia lihat, sebenarnya masyarakat sudah ingin pemilu ini segera berakhir. “Karena kemarin dalam waktu yang berurutan ada pemilu legislatif, pilpres, dan pilkada dalam waktu yang berdekatan itu melelahkan bagi publik,” ujar Pramono, yang berpasangan dengan calon wakil gubernur Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024.

Dengan alasan itu, dia berharap agar Pilkada Jakarta bisa berlangsung satu putaran supaya masyarakat bisa segera berkonsentrasi untuk kembali bekerja secara normal.

ALIF ILHAM FAJRIADI | ALFITRIA NEFI | ANTARA

Pilihan editor: Alasan Komisi II DPR Pertimbangkan Beri Jeda antara Pemilu dan Pilkada dalam Revisi UU Pemilu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sapto Yunus

Sapto Yunus

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus