Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Pertikaian Di Rimbo Siteba

Persoalan tanah negara Rimbo Siteba yang akan dibebaskan untuk proyek perumnas masih kusut. Penduduk di kutip sumbangan oleh kepala desa dengan dalih pembangunan desa, ongkos pembuatan surat-surat tanah.(dh)

10 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI awal pekan lalu persoalan tanah negara Rimbo Siteba di Padang Pariaman masih kusut. Sejak dua tahun lalu Kepala Desa Nanggalo yang wilayahnya meliputi kawasan tadi ternyata telah mengutip sejumlah sumbangan dari penduduknya. Bisa dimaklumi penduduk menuntut ganti rugi dan penampungan, ketika pemerintah bermaksud membebaskan tanah tersebut untuk proyek Perumnas (TEMPO, 27 Januari ]979). Sumbangan yang dikutip Kepala Desa dari penduduk satu dengan yang lain berbeda. Ada yang Rp 10 ada juga yang Rp 25 ribu. Namun semua dalihnya sama: untuk pembangunan desa dan ongkos pembuatan surat-surat tanah. Sampai pekan lalu tak seorang penduduk sudah menerima surat tanah itu. Tapi mereka tetap merasa berhak untuk tinggal di tanah-tersebut. Tak kurang dari Gubernur Sumatera Barat Azwar Anas dua pekan lalu memanggil langsung sang kepala desa. Azwar pun, bersama Bupati Padang Pariaman dan Kepala Direktorat Agraria Sumatera Barat, terkejut. Kapling-kapling di tanah negara yang sejak 1961 penguasaannya diserahkan kepada Kodam III 17 Agustus itu memang tidak dihuni penduduk secara begitu saja. Untuk satu kapling tiap penduduk dikutip pungutan oleh Siddik antara Rp 100 sampai Rp 150 ribu. Tak syak lagi, seperti dikatakan seorang pejabat di kantor Gubernur, M. Siddik segera akan diberhentikan dari jabatannya. Jumlah pungutan yang sudah sempat dikumpulkan Kepala Desa Nanggalo itu meliputi Rp 1,5 juta. Namun kepada TFMPO yang bersangkutan tidak mau bicara banyak. "Soal ini sudah jadi urusan atasan," katanya. Dan Siddik juga enggan bicara soal satu lapangan sepakbola di kawasan yang sama yang belakangan juga sempat jadi bahan keributan antara penduduk dengan pemerintah. Lapangan sepakbola itu dimaksudkan pemermtah untuk tempat penampungan penduduk yang bakal kena gusur akibat proyek Perumnas. Para pemuda setempat mempertahankannya. Sebab menurut mereka lapangan tersebut satu-satunya tempat mereka berolahraga. Perang mulut antara pemuda dan petugas pembebasan tanah terjadi ketika lapangan tersebut diukur untuk pengkaplingan. Baku hantam pun nyaris tidak terelakkan jika petugas kepolisian Koresta 301 Padang tidak segera datang. Pekan lalu urusan itu reda. Lapangan sepakbola baru untuk para pemuda sudah dijanjikan oleh panitia pembebasan tanah proyek Perumnas. Namun persoalan pembebasan tanah untuk proyek itu sendiri belum sepenuhnya tuntas. Lebih-lebih persoalan pun diganggu urusan lain. Yakni terjadi juga keributan sehubungan dengan pembangunan dua unit markas kompi Kodam 17 Agustus di kawasan yang sama pada saat-saat yang sama belakangan ini. Pembangunan markas kompi tersebut merupakan salah satu proyek instalasi militer yang direncanakan Kodam sejak semula Kodam meminta menguasai tanah negara Rimbo Siteba. Pelaksanaannya dikerjakan oleh satu pemborong swasta sejak beberapa bulan lalu. Akhir Januari lalu tiba-tiba saja sejumlah kayu bahan bangunan milik pemborong itu di sana hilang. Selidik punya selidik Pengawas Bangunan Peltu purnawirawan Kisman menemukan barang yang hilang itu ada di sekitar rumah penduduk bernama Buyung. Kisman mengusutnya. Buyung tidak mengaku melakukan pencurian. Entah mengapa serta merta Kisman khilaf. Buyung dibawa ke satu kantor Polisi Militer setelah lebih dulu dihajarnya. Bedeng Dirusak Cerita Kisman kontra Buyung itu menyebar di kalangan penduduk. Rupanya mereka tidak bisa menerima kejadian itu begitu saja. Sore hari yang sama setelah peristiwa terjadi sejumlah penduduk mendatangi proyek pembangunan markas kompi Kodam tadi. Bedeng tempat petugas proyek itu berkantor dirusaknya. "Dari satu segi Kisman benar, dia mengusut pencurian. Tapi di segi lain ia tidak memperhitungkan situasi dan kondisi lingkungan," kata seorang pejabat militer di Padang kepada TEMPO. Namun, "soal ini tidak usah dibesar-besarkan, sekarang sudah dapat kita atasi," kata Komandan Koresta 301 Padang Letnan Kolonel drs Zainal Abidin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus