Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Bukan peternakan lho

Babak final festival teater remaja se-jakarta yang ke vi, tgl 15 januari-2 februari 1979. dari segi kualitas ada kemunduran dibanding dengan festival tahun yang lalu. (ter)

10 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BABAK final Festival Teater Remaja se-Jakarta yang ke VI, berlangsung 15 Januari sampai dengan 2 Pebruari. Diikuti oleh 30 buah grup yang diharuskan memainkal- naskah pemenang sayembara penulisan lakon 178. Sampai berita ini diturunkan, sudah 23 buah grup yang menunjukkan pamornya. Tetapi sejauh itu belum ada kelihatan tanda-tanda menggembirakan -- dari segi, kwalitas. Seorang pengamat yang rajin mengikutl perkembangan teater remaja mengatakan kini terasa ada jarak antara lakon-lakon yang harus dimainkan dengan para finalis. "Hal itu belum kelihatan pada festival sebelumnya," ujarnya. Jarak tersebut seakan-akan menunjukkan adanya perbedaan kebutuhan berekspresi. Padahal naskah yang harus dimainkan sekarang Perguruan (Wisran Hadi) Egon (Saini Km), Ke (Yudhis) dan Malin Kundang (Wisran Hadi) berasal dari tangan pengarang-pengarang yang juga memenangkan sayembara tahun yang lalu. Festival Teater Remaja yang dimulai tahun 1973, bermula dari Dewan Kesenian Jakarta. Sejak dua tahun lalu, kegiatan ini diserahkan kepada Dinas Kebudayaan DKI. Meskipun dari segi kwalitas ada kemunduran, dari segi kwantitas pengikut babak penyisihan yang diselenggarakan di masing-masing gelanggang remaja terasa stabil. Jumlah para peserta sampai sekarang tetap berada di atas 100 buah grup. Sampai sekarang sudah banyak komentar yang diberikan untuk festival ini. Terutama adanya ketentuan, bahwa bagi setiap grup yang dinyatakan berhak mendapat pembinaan berturut-turut 3 kali, akan dinyatakan sebagai grup senior. Ada beberapa buah grup yang sudah berhasil mencapai predikat itu. Mereka diberikan jatah untuk bermain di TIM. Tetapi ternyata kwalitasnya kemudian tidak memadai. Akibatnya salah satu di antaranya jatahnya sudah dicopot kembali. Maka dikatakanlah bahwa festival telah melempas menjadi semacam "peternakan teater". Sedangkan yang diharapkan festival hanyalah sebagai arena untuk berekspresi saja, tanpa mengaitkannya dengan predikat senior dan kesempatan mengisi acara TIM. Memang festival sudah berhasil memikat dan menggerakkan para remaja. Minimal menanamkan kecintaan dan apresiasi pada remaja terhadap teater. Tetapi tidak sekaligus bisa dikaitkan sebagai tempat membaptis sebuah grup menjadi senior, karena yang belakangan ini erat hubungannya dengan soal dedikasi, keutuhan sebagai grup, di samping uga tentunya mutu hasilnya. Masih Lontaran Ada juga yang menyebutkan bahwa kemunduran yang dijumpai di dalam babak final mungkin akibat kesalahan cara menyelenggarakan seleksi. Arifin C. Noer, pimpinan Teater Kecil misalnya, merasa keharusan grup untuk memainkan naskah hasil penulisan lakon sayembara pada babak final, harus dibalik pada babak penyisihan. Ia merasa dengan pembalikan itu akan lebih tersaring nantinya grup-grup finalis. Sementara di babak final diberikan keleluasaan memilih naskah. Itu akan lebih membantu grup-grup untuk berekspresi secara mantap. Sampai sekarang, komentar-komentar itu masih merupakan lontaran saja. Belum ada usaha yang kongkrit dari baik Dewan Kesenian Jakarta maupun Dinas Kebudayaan DKI untuk meninju kembali apa yang sudah dilakukan selama 6 tahun ini. Hanya nanti, 10 Pebruari, akan dilangsungkan pertemuan para sutradara dengan beberapa orang gembong-gembong teater untuk bertukar fikiran. Di sana akan dicari masalah apa yang menjadi kebutuhan para remaja yang berteater itu. Beberapa orang telah dikerahkan untuk mewawancarai langsung para sutradara remaja yang sedang bertanding. Terlepas dari soal kwalitas, yang menarik dalam festival kali ini adalah derasnya kunjungan penonton. Hampir setiap hari remaja berbondong-bondong memenuhi Teater Arena maupun Teater Tertutup. Mereka mungkin sekali adalah anggota grup itu sendiri, tukang keploknya. Tetapi sebagian besar dl antaranya masuk dengan membeli karcis yang seharga Rp 200. Ini agak di luar dugaan. Geli Di samping jumlah, menarik juga sikap kritis mereka terhadap kejanggalan-kejanggalan yang ada di atas pentas. Satu ketika misalnya, ada sebuah grup yang mementaskan. Perguruan membuat set sedemikian rupa rapinya. Pintu digambarkan dengan tiang-tiang yang dipalut dengan kain batik. Tetapi ketika para pemain sudah mulai berlari-lari keluar masuk -- banyak di antaranya tidak keluar masuk melalui lubang pintu, tetapi di sampingnya. Penonton langsung bersorak karena geli. Hal semacam ini terjadi berkali-kali. Melihat keadaan tersebut, nyatalah arti festival lebih kongkrit sebagai pembinaan penonton. Setidak-tidaknya sampai saat ini. Teater telah didorong menjadi "mainan" remaja dan mereka itu mencoba memperalatnya sebagai alat berekspresi. Tapi kemudian naskah hasil sayembara penulisan lakon tidak semua menyediakan kemungkinan menyalurkan gejolak mereka. Banyak naskah yang lebih menuntut ketrampilan teknis. Ini masih merupakan persoalan buat grup-grup remaja, sehingga banyak pementasan gagal. Sementara itu, demam menyelenggarakan festival menular ke daerah-daerah. Di Medan, Padang, Ujung Pandang, Banjarmasin, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram dan sebagainya terdengar ada usaha untuk menyelenggarakan festival. Belum lama ini, di Jember juga sudah diselenggarakan Pesta Teater yang diikuti oleh 34 buah grup. Itu sempat menyibukkan orang-orang teater di tujuh buah keresidenan. Mudah-mudahan saja festival-festival itu dibarengi dengan jaminan mutu. Kalau tidak, nanti penontonnya semakin plntar, teaternya tetap tidak maju-maju, seperti festival Teater Remaja Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus