Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JUMLAH tagihan yang diajukan rumah sakit yang menangani Covid-19 melonjak di atas pagu anggaran Kementerian Kesehatan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pada Mei lalu, jumlah tagihan membengkak menjadi Rp 22,08 triliun. “Jumlah tersebut melampaui pagu sebesar Rp 8,3 triliun yang dianggarkan Kementerian Kesehatan,” ujar Budi pada Senin, 5 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Budi, pemerintah membayar Rp 6,1 triliun pada 2020. Cicilan pembayaran sebesar Rp 9,5 triliun rencananya dicairkan pada Juli 2021. Sedangkan sisa tunggakan 2020 masih dalam penghitungan. Namun, pada Mei lalu, tagihan melonjak menjadi Rp 22,08 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, tunggakan tersebut terjadi karena adanya perbedaan hitungan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan dinas kesehatan dengan pengelola rumah sakit. “Ada dispute dalam proses verifikasi,” ucapnya.
Pemerintah bakal memverifikasi setiap klaim sebelum Kementerian Keuangan memproses pencairan. Verifikasi dilakukan oleh tim teknis yang dibentuk di setiap provinsi, terdiri atas dinas kesehatan, organisasi profesi, tim verifikator, dan Kementerian Kesehatan. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan lembaganya sudah menerjunkan tim verifikator khusus untuk memvalidasi setiap klaim rumah sakit.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Lia G. Partakusuma mengatakan kebutuhan operasional rumah sakit meningkat seiring dengan lonjakan jumlah kasus Covid-19. Lonjakan itu turut berdampak pada tingkat keterisian tempat tidur, pasokan oksigen, serta jumlah alat pelindung diri, obat, dan peti jenazah. “Kami paham harus ada pertanggungjawaban. Tapi jangan sampai persoalan ini sampai mengganggu cashflow," kata Lia. Menurut dia, banyak rumah sakit terhambat masalah sistem teknologi informasi sehingga tak bisa memenuhi syarat administratif dalam waktu cepat.
Rektorat Tekan BEM Unnes
Poster Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani di akun Instagram BEM KM UNNES. Instagram
REKTORAT diduga menekan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Semarang (Unnes) karena BEM mengunggah poster Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani di akun Instagram-nya pada Rabu, 7 Juli lalu. Pada poster itu tertulis julukan “The King of Lip Service” untuk Jokowi, “The King of Silent” bagi Ma’ruf, dan “The Queen of Ghosting” buat Puan.
Presiden BEM Unnes Wahyu Suryono Pratama mengatakan poster tersebut membuat pejabat rektorat berang. BEM bahkan diminta menghapusnya. “Poster itu dinilai mengandung muatan penghinaan dan pelecehan terhadap agama,” tuturnya. Rektor Unnes Fathur Rokhman membenarkan permintaan itu. Menurut dia, unggahan tersebut tidak relevan dengan nilai kesantunan. “Sebaiknya diturunkan,” katanya.
Baca: Perjamuan Terlarang di Gedung Rektorat
Wajib Vaksin dan Tes PCR bagi Penumpang Pesawat
Antrian penumpang pesawat menjalani tes PCR di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Kuta, Bali, 1 Juli 2021. TEMPO/Johannes P. Christo
PEMERINTAH bakal memberlakukan syarat penerbangan berupa sertifikat vaksinasi Covid-19 dan hasil tes reaksi berantai polimerase (PCR). Untuk mencegah pemalsuan, sertifikat tersebut hanya boleh dikeluarkan oleh 742 laboratorium yang terafiliasi dengan Kementerian Kesehatan. “Untuk laboratorium yang belum terdaftar, hasil swab tidak berlaku untuk penerbangan,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Senin, 5 Juli lalu.
Budi menjelaskan, hasil pemeriksaan di 742 laboratorium tersimpan dan terkoneksi dengan aplikasi PeduliLindungi dan situs PeduliLindungi.id. Kementerian Kesehatan akan membuka akses bagi operator transportasi udara untuk mengetahui data calon penumpang masing-masing. Proses check-in dengan aplikasi PeduliLindungi ini akan diuji coba untuk penerbangan rute Jakarta-Bali dan Bali-Jakarta pada 5-12 Juli 2021.
Baca: Sulitnya Pemerintah Memenuhi Target Vaksinasi
Nia dan Ardi Bakrie Terjerat Sabu
Barang bukti penyalahgunaan narkoba dengan inisal RA dan AB saat konferensi pers di Polres Jakarta Pusat, 8 Juli 2021. TEMPO/Nurdiansah
KEPOLISIAN Resor Metropolitan Jakarta Pusat menahan Ramadhania Ardiansyah Bakrie alias Nia Ramadhani dan suaminya, pengusaha Anindra Ardiansyah Bakrie, pada Rabu, 7 Juli lalu. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Komisaris Besar Yusri Yunus mengungkapkan, keduanya ditahan bersama sopir Nia karena menggunakan narkotik. “Pemeriksaan urine ketiganya membuktikan ada kandungan zat adiktif jenis metamfetamin atau sabu,” ucap Yusri, Kamis, 8 Juli lalu.
Polisi awalnya menangkap ZN, sopir Nia, yang diduga menyimpan sabu seberat 0,78 gram. ZN mengaku sabu tersebut milik majikannya. Menciduk Nia di rumahnya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, polisi menemukan bong atau alat isap sabu. Kepada polisi, Nia mengaku mengonsumsi sabu bersama suaminya lima bulan terakhir. Ardi Bakrie menyerahkan diri pada hari yang sama. Pasangan suami-istri ini belum berkomentar terkait dengan tudingan tersebut.
Baca: Bagaimana Penyidik BNN Menilap Barang Bukti Jaringan Narkotik Sancai
Vaksinasi Ketiga Tenaga Medis
PEMERINTAH menggelar program vaksinasi Covid-19 ketiga bagi tenaga kesehatan. Program ini digulirkan guna merespons desakan Ikatan Dokter Indonesia, yang mengkritik tingginya tingkat kematian tenaga medis meski sebagian besar sudah divaksin. "Program vaksinasi ketiga (booster) akan dilakukan mulai minggu depan untuk 1,47 juta tenaga kesehatan," kata Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Jumat, 9 Juli lalu.
Wakil Ketua Umum IDI Slamet Budiarto mengatakan dokter turut menjadi korban Covid-19 meski sudah menjalani vaksinasi. Ia menyebutkan sejumlah epidemiolog menilai booster dengan jenis vaksin berbeda perlu diberikan kepada tenaga kesehatan guna mengurangi risiko penularan. Ia menyarankan booster menggunakan vaksin dengan tingkat efikasi lebih tinggi. “Artinya ini terkait dengan efikasi vaksin," kata Slamet.
Baca Opini Tempo: Megap-megap Melawan Covid
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo