Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Covid-19 varian delta mengamuk di sejumlah negara.
Rencana pengetatan likuiditas di Amerika Serikat menjadi kabar buruk bagi ekonomi Indonesia.
Jalan pintas mesti diambil untuk meredam wabah dan memulihkan ekonomi.
INDONESIA tak sendirian menghadapi meledaknya wabah Covid-19 varian delta. Amukannya juga melibas negara-negara yang selama ini dipuji berhasil mengatasi pandemi. Korea Selatan kini harus membatasi lagi aktivitas warganya. Jepang menyatakan keadaan darurat untuk Tokyo sehingga Olimpiade yang telah tertunda setahun kini harus berlangsung tanpa penonton. Merebaknya wabah di berbagai pelosok dunia membuat investor harus menghitung ulang estimasi pemulihan ekonomi global.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dunia rupanya terlalu cepat menyatakan kemenangan dalam perang melawan Covid-19. Belum semua negara menikmati kemenangan itu. Ada kesenjangan yang kian dalam antara negara yang berhasil mengalahkan Covid-19, seperti Amerika Serikat, dan negara yang masih harus berjuang keras agar ekonominya tidak terperosok makin dalam karena dampak pandemi, misalnya Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu hal yang positif: pasar finansial tidak terkena serangan panik ketika varian delta mengganas saat ini. Tak seperti di awal pandemi, Maret 2020, harga aset-aset finansial pada pekan-pekan ini masih relatif stabil. Dan, yang terpenting buat Indonesia, melonjaknya serangan varian delta belum mendorong keluarnya dana investasi portofolio asing secara masif. Situasi di pasar finansial Indonesia relatif masih tenang.
Kendati demikian, tenangnya situasi bisa saja merupakan pertanda akan datangnya badai. Pekan lalu, di pasar global sudah mulai muncul gelagat bahwa investor akan kembali memindahkan dananya, mengungsi ke tempat aman. Isyarat itu adalah jatuhnya imbal hasil atau yield obligasi pemerintah Amerika Serikat hingga menyentuh titik terendah sejak Februari lalu. Imbal hasil turun karena harga obligasi naik. Begitulah korelasinya. Sedangkan harga obligasi pemerintah Amerika naik karena ada serbuan dana investasi yang sedang mencari aman itu.
Bukan hanya kekhawatiran atas merebaknya pandemi yang memicu pergerakan dana. Notulen rapat The Federal Reserve pada Juni 2021, yang baru dibuka kepada publik pekan lalu, makin menguatkan kekhawatiran pasar bahwa The Fed benar-benar akan mempercepat tapering, mulai mengurangi suntikan likuiditas ke pasar yang saat ini senilai US$ 120 miliar sebulan. Sinyal ini merupakan kabar buruk bagi negara berkembang.
Untuk soal tapering, Indonesia hanya bisa pasrah. The Fed sepertinya hampir pasti mengambil kebijakan itu karena tingkat inflasi di Amerika sudah sangat tinggi. Jika likuiditas tak lagi melimpah, dan sebagian dana asing yang selama ini nyaman parkir di sini kembali pulang, dampaknya bakal terasa terhadap kurs rupiah. Sederhananya, dolar yang mengalir keluar akan membuat harganya di sini meningkat. Nilai rupiah makin tertekan.
Sedangkan untuk penanganan wabah, setidaknya pemerintah masih bisa berupaya agar pagebluk tidak terus merajalela. Sejauh ini, cara yang terbukti efektif menekan penularan virus hanyalah melakukan pembatasan. Penyebaran virus akan terkendali hanya jika interaksi antarmanusia secara fisik, yang memungkinkan penularan, berkurang drastis.
Memang, ongkos kebijakan ini mahal. Konsekuensi merosotnya mobilitas dan interaksi adalah menurunnya kegiatan ekonomi. Inilah yang membuat pertumbuhan melambat. Tapi, ibarat menelan pahitnya obat, Indonesia harus bersedia menanggung kemerosotan pertumbuhan ekonomi demi mendapatkan pemulihan setelah wabah mereda.
Jika pemerintah tak cukup bersabar menanggung perlambatan itu, seperti yang sudah-sudah, konsekuensinya adalah yang kita alami sekarang. Alih-alih mereda, wabah malah meningkat. Ekonomi pun tak akan pernah pulih.
Sebetulnya ada jalan pintas lebih cepat. Indonesia bisa meminta bantuan vaksin berbasis mRNA dari Amerika Serikat yang terbukti lebih ampuh. Jika program vaksinasi di sini bisa berjalan jauh lebih masif, memakai vaksin yang tingkat efikasinya tinggi, kekebalan komunitas dapat lebih cepat terbentuk.
Itulah hikmah dari pengalaman negara lain. Kondisi Korea Selatan dan Jepang kini kembali parah terpukul gelombang baru Covid-19 karena persentase warganya yang telah mendapat vaksin tak banyak berbeda dengan penduduk Indonesia. Sedangkan dari Amerika Serikat, kita seharusnya mengambil hikmah ini: kekebalan komunitas adalah kunci mengalahkan pandemi dan memulihkan ekonomi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo