Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEH hangat, kacang rebus, dan bermacam kue manis dihidangkan di perpustakaan kediaman pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Puri Cikeas, Bogor. Pada Sabtu sore dua pekan lalu, tuan rumah menerima lima anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Pertemuan santai itu membahas isu gawat: tudingan Gayus Tambunan bahwa Satgas merekayasa perkaranya.
Minus Ketua Kuntoro Mangkusubroto, anggota Satgas menyerahkan dua lembar kertas. Isinya menjelaskan empat hal: penjemputan Gayus di Singapura, penyebutan tiga perusahaan milik keluarga Aburizal Bakrie, keterlibatan CIA dalam pembuatan paspor palsu, dan penunjukan Adnan Buyung Nasution sebagai pengacara. Berbicara setelah divonis tujuh tahun penjara, sehari sebelumnya, Gayus menembakkan empat tuduhan itu kepada Satgas. ”Presiden sangat hangat menerima kami,” kata Mas Achmad Santosa, anggota Satgas.
Lima anggota Satgas yang hadir sore itu adalah Denny Indrayana, Darmono, Mas Achmad, Herman Effendi, dan Yunus Husein. Denny dan Darmono lebih banyak bicara, bergantian menyampaikan bantahan atas pernyataan Gayus. Presiden didampingi sejumlah menteri, antara lain Djoko Suyanto, Hatta Rajasa, Sudi Silalahi, Patrialis Akbar, dan Agus Martowardojo, Jaksa Agung Basrief Arief, serta Kepala Kepolisian Jenderal Timur Pradopo.
Menurut Mas Achmad, Presiden antara lain bertanya soal koordinasi Satgas dengan kepolisian untuk menjemput Gayus di Singapura. Satgas mengatakan sudah berkoordinasi dengan kepolisian dan tak bertindak sendirian. Mas Achmad menilai penjelasan Satgas memuaskan Yudhoyono, yang kemudian mengatakan, ”I always trust you all.”
Para anggota Satgas lega—setidaknya buat sementara. Sebab, serangan datang bertubi-tubi setelah tudingan Gayus. Para politikus meminta unit bentukan Presiden Yudhoyono buat mempercepat pemberantasan mafia hukum itu dibubarkan. Denny, sekretaris Satgas, pun terancam.
Serangan terberat datang dari Aburizal Bakrie. Ketua Umum Partai Golkar itu meminta Presiden mengevaluasi kinerja anggota Satgas. Jika terbukti melakukan kegiatan di luar tugasnya, ia mengatakan, anggota Satgas harus diganti. Sasaran Aburizal mengarah ke Denny Indrayana. Apalagi, pada Hari Menanam Pohon di Jatiluhur, November tahun lalu, ia telah mendamprat anggota staf khusus Presiden itu. ”Anda yang mengarahkan kasus Gayus ke ranah politik,” katanya ketika itu.
Bambang Soesatyo, politikus Beringin yang dekat dengan Aburizal, menilai perkara Gayus dimanfaatkan buat menyandera partainya. Tujuannya agar Golkar tak lagi mempersoalkan penyelamatan Bank Century yang bisa menyasar Wakil Presiden Boediono. ”Demokrat bermimpi bisa menyandera kami,” ujarnya. ”Mereka pikir perkara Gayus bisa dibarter dengan kasus Century.”
DENGAN pelbagai alasan, Yudhoyono sangat menghitung Aburizal. Itu sebabnya Presiden tetap menjaga hubungannya dengan mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat itu. Segera setelah Gayus menebar tudingan bahwa Satgas memintanya menyebutkan tiga perusahaan Grup Bakrie, menurut sumber, Presiden mengutus Sekretaris Kabinet Dipo Alam menemui Aburizal.
Dipo menemui atasannya ketika menjadi Deputi Menteri Koordinator Perekonomian itu di rumahnya. Ia membawa misi menjernihkan suasana: menyampaikan bahwa Presiden tak mengetahui langkah Satgas yang terkesan menyudutkan Aburizal. Seorang sumber menyatakan Aburizal pada pertemuan itu menuding Denny dan Mas Achmad Santosa mewakili ”suara Partai Sosialis Indonesia (PSI)” yang menyerangnya.
Lalu Mara Satria Wangsa, juru bicara keluarga Bakrie, menyangkal informasi itu. Ia mengatakan Dipo memang sering bertemu dengan Aburizal karena keduanya cukup dekat. Tapi, menurut Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu, ”Tak ada pembicaraan soal Gayus.” Adapun Dipo Alam enggan menanggapi kabar ini.
Menurut Lalu Mara, setelah pernyataan Gayus, Aburizal ditemui Syariefuddin Hasan, politikus Partai Demokrat. Tapi Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah itu mengatakan hanya membicarakan sekretariat gabungan partai koalisi pendukung pemerintah. Ia merupakan sekretaris dan Aburizal ketua harian sekretariat.
Baik Syarief maupun Lalu Mara membenarkan, hubungan Yudhoyono-Aburizal tetap sangat baik. Menurut Syarief, keduanya beberapa kali bertemu atau berbicara lewat telepon. Tapi sejumlah politikus di kedua partai menyatakan keduanya terus memainkan kartu buat kepentingan masing-masing.
Sikap Presiden untuk ”tak mencampuri urusan hukum” dalam perkara Gayus, menurut sumber di Demokrat, diambil buat membendung Aburizal. Sebab, jika Presiden bisa mengintervensi, sumber itu menjelaskan, akan ada alasan bagi Aburizal buat mendesak Yudhoyono mencegah pengusutan kasus Gayus.
Penyelamatan Bank Century pada 2008 yang dipersoalkan politikus tetap menjadi belenggu. Sumber lain mengatakan Aburizal mengetahui Yudhoyono berkepentingan mempertahankan Wakil Presiden Boediono dari gempuran persoalan itu. Kartu ini dimainkan Aburizal dan Golkar buat menyandera Yudhoyono.
Sebaliknya, Yudhoyono juga memainkan kartu Gayus buat mengontrol Aburizal. Agar tak terlalu kentara, sumber itu menyatakan, Yudhoyono memasang Satgas Pemberantasan Mafia Hukum di barisan depan. Siasat ini, tentu saja, mudah dibaca kubu Beringin. Itu sebabnya mereka ramai-ramai berteriak menuntut pembubaran Satgas. Nasib Denny Indrayana di Satgas pun akan ”diselesaikan secara politik”.
Yudhoyono pun menggunakan siasat lain. Politikus Demokrat menjelaskan 12 butir instruksi Presiden pada kasus Gayus diterbitkan buat melapangkan ruang manuver Yudhoyono. Presiden memerintahkan Boediono turun tangan mengawal penyelesaian kasus Gayus. Presiden juga memindahkan satuan tugas antimafia hukum kepada kontrol Wakil Presiden.
Sumber itu menjelaskan, instruksi Presiden memberikan kekuatan politik dan posisi tawar yang lebih baik buat Boediono dari serangan kasus Century. ”Sekarang,” kata sumber itu, ”paling kurang Boediono tahu dia punya senjata untuk melawan Aburizal.”
Denny Indrayana mengatakan tak pernah berniat menekan orang atau partai tertentu. ”Yang saya tekan itu kelakuan mafioso,” katanya. Anggota Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Amir Syamsuddin, mengatakan hal serupa. Ia menuding justru Golkar sengaja menyandera Demokrat dengan perkara Century. Buktinya, kata dia, Golkar bersiap mengajukan hak menyatakan pendapat. Padahal rekomendasi Panitia Angket Dewan meminta perkara Century dibawa ke proses hukum.
Partai Golkar menyatakan Aburizal tak bakal tersentuh perkara Gayus. Menurut Bambang Soesatyo, jikapun benar tiga perusahaan Grup Bakrie menghindari pembayaran pajak, tanggung jawab ada pada direksi mereka. ”Pak Aburizal tak lagi memimpin tiga perusahaan itu,” katanya.
SALING sandera Yudhoyono dan Aburizal dibaca politikus partai lain. Nasir Djamil, anggota Dewan dari Partai Keadilan Sejahtera, mengibaratkan keduanya sedang bermain catur: Aburizal mengajukan kasus Century, Yudhoyono menyorongkan perkara Gayus.
Partai-partai lain berusaha memanfaatkan situasi. Apalagi setelah sejumlah politikus Partai Demokrat melakukan blunder dengan mengajukan usul pengajuan hak angket perpajakan. Dipelopori Sutjipto, fraksi itu menggalang tanda tangan dukungan. Mereka tak menyadari penggunaan hak angket bisa mengancam pemerintahan Yudhoyono.
Meski tujuh anggota Fraksi Demokrat belakangan menarik usulannya, gerakan pengajuan hak angket telah disambar partai lain. Di antaranya Partai Persatuan Pembangunan. Seorang politikus mengatakan partai ini memanfaatkan situasi buat mengamankan posisi dua menterinya di kabinet: Menteri Agama Suryadharma Ali dan Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa. Ahmad Yani, anggota Dewan dari partai itu, menyangkal. ”Hak angket hanya untuk memperbaiki sistem perpajakan,” ujarnya.
Pramono, Yophiandi, Budi Riza, Anton Aprianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo