Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Badan Bongsor, Kalah Pengalaman

Demokrat melakukan blunder dalam pengajuan hak angket perpajakan. Gagap menghadapi permainan Golkar.

31 Januari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAKIL Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Priyo Budi Santoso mengernyitkan kening. Ia mengamati tiga halaman berkas yang disodorkan Sutjipto, anggota Fraksi Partai Demokrat. ”Betul ini angket, Pak?” kata politikus Partai Golkar itu. Lawan bicaranya membenarkan, dan Priyo mengulang pertanyaannya.

Pada Senin sore dua pekan lalu, Sutjipto datang mengajukan usul hak angket perpajakan. Mendengar pertanyaan Priyo, Sutjipto sekali lagi juga membenarkan. Priyo berujar, ”Sejujurnya saya kaget.”

Wajar bila Priyo kaget. Hak angket merupakan hak milik Dewan buat menyelidiki tindakan pemerintah yang dianggap melanggar undang-undang. Lazimnya, usul mengenai penggunaan hak yang bisa berujung pada pemakzulan presiden ini diajukan partai oposisi. Sedangkan Partai Demokrat adalah partai yang didirikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kekisruhan baru disadari beberapa jam kemudian. Achsanul Qosasi, kolega Sutjipto di Demokrat, dalam Sidang Paripurna Dewan esok harinya, mempertanyakan alasan pengajuan usul hak angket. Ia menilai, jika hanya berdasarkan berita di media massa soal proses hukum terhadap terdakwa mafia pajak Gayus Tambunan, usul itu tidak tepat.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa pun menyatakan tak sepatutnya anggota fraksinya mengajukan hak angket. Sebab, ia menambahkan, tak ada yang salah dengan kebijakan pemerintah. ”Yang terjadi penyelewengan dan proses hukumnya juga sudah berjalan,” katanya.

Menurut Saan, Panitia Kerja Mafia Hukum dan Mafia Pajak yang dibentuk Komisi Hukum Dewan sudah cukup. Sepekan sebelum pengajuan usul hak angket, Komisi Hukum Dewan membentuk panitia kerja buat mengawasi kinerja polisi, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menangani perkara Gayus.

Tiga hari setelah usul diajukan ke pemimpin Dewan, Sutjipto, bersama tujuh anggota Fraksi Partai Demokrat yang juga menandatangani usulan, menarik dukungannya. Pengusul berkurang menjadi tinggal 23 orang, kurang dua orang dari jumlah minimal agar pengajuan bisa diproses.

Toh, inisiatif Sutjipto telah disambar Bambang Soesatyo, politikus Partai Golkar. Ia berniat melanjutkan usul tersebut, termasuk dengan menggandeng politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Ia berjanji untuk mengajukan usul baru pada pekan ini.

l l l

”GAGASAN” Sutjipto dilontarkan sepekan sebelumnya. Mengikuti rapat tim pengawas kasus Century Dewan yang kurang gereget, ia tak antusias. Tak ada hal baru yang disampaikan kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam rapat Rabu sore itu.

Di deretan kursi fraksinya, Sutjipto asyik berdiskusi dengan ketua fraksinya, Jafar Hafsah. Anggota Dewan yang berprofesi notaris itu minta izin sang ketua buat menggulirkan hak angket pembentukan panitia khusus tentang perpajakan. ”Kami ingin menyelidiki aparat Dirjen Pajak,” kata Sutjipto kepada Tempo, menjelaskan.

Menurut Sutjipto, persoalan pajak selama ini meresahkan. Berbagai kongkalikong, termasuk pemerasan terhadap wajib pajak, kerap dilakukan aparat. ”Klien-klien saya jadi korban,” ujarnya. Ia menyatakan momentum perkara Gayus bisa menjadi pintu masuk buat menyelidiki kebijakan perpajakan.

Kepala manggut-manggut dan kata ”bagus” yang diucapkan Jafar ditafsirkan Sutjipto sebagai lampu hijau buat mengambil inisiatif pengajuan hak angket. Anggota lain dari Fraksi Demokrat di tim pengawas perkara Century, yang melihat ”keintiman” keduanya, pun salah tafsir. Mereka—antara lain Achsanul dan Gede Pasek—pun mendukung usul hak angket.

Sutjipto segera mengedarkan usul itu ke anggota Komisi Hukum. Dalam dua hari, 30 tanda tangan terkumpul. Anggota Partai Kebangkitan Bangsa, Bachrudin Nasori, menganggap usul Demokrat sebagai ”panitia khusus negarawan”.

Seorang politikus yang dimintai tanda tangan dukungan sempat bertanya tentang motif Sutjipto dan kawan-kawan. Ia heran dengan inisiatif anggota Fraksi Demokrat itu. ”Jawabannya, menurut mereka, hak angket juga bisa menyeret Ical,” ujar anggota Dewan yang tak mau disebutkan namanya. Ical adalah sapaan Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar.

Aburizal menjadi sorotan karena, di persidangan, Gayus mengatakan menerima sogokan dari tiga perusahaan Grup Bakrie, milik keluarga Aburizal. Sutjipto membantah menyasar Aburizal. ”Tidak sampai ke sana,” ujarnya. Menurut dia, panitia khusus bisa meminta keterangan tentang perusahaan penyetor pajak yang benar. ”Lalu dibandingkan dengan perusahaan lain yang tak benar,” tuturnya.

Dia mengatakan ada yang ingin memelintir usul hak angket, antara lain dengan menyasar Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Ia baru sadar, usulnya itu akan menjadi bola liar yang justru menghantam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, ketua dewan pembina partainya.

Amir Syamsuddin, anggota Dewan Kehormatan Partai Demokrat, mengakui anggota partainya belum banyak pengalaman meski memiliki kursi terbanyak di Senayan. ”Bongsor, tapi kurang pengalaman,” ujar mantan sekretaris jenderal partai itu. Sutjipto mengakui kekeliruannya. ”Ini jadi pembelajaran politik buat saya,” katanya.

Blunder Demokrat berkah bagi Beringin. Bambang Soesatyo memainkan isu ini. Menurut dia, panitia khusus perlu dibentuk karena punya kewenangan memaksa siapa pun buat menjelaskan persoalan ini. Adapun Panitia Kerja Mafia Hukum dan Mafia Pajak tak punya kewenangan memanggil institusi pemerintah di luar mitra kerja Komisi Hukum Dewan, seperti aparat pajak.

Ia menganggap panitia khusus bisa membebaskan Golkar dari sandera perkara Gayus. Menurut dia, Aburizal terus-menerus didiskreditkan dengan perkara ini. Ia meminta tak hanya tiga perusahaan Grup Bakrie yang dibuka, tapi juga 148 perusahaan lain yang ditangani Gayus. ”Kan ada perusahaan asing, seperti Chevron dan Haliburton,” katanya dalam rapat kerja Komisi Hukum dengan Kepala Kepolisian Jenderal Timur Pradopo.

Bambang mengatakan Aburizal membebaskan anggota Fraksi Partai Golkar menggunakan hak angket. Priyo Budi Santoso mengatakan selalu berkomunikasi dengan Aburizal. ”Dia tak keberatan,” ia menegaskan.

Nasir Jamil, politikus Partai Keadilan Sejahtera, menilai blunder Partai Demokrat dimanfaatkan Partai Golkar. Penggunaan hak angket, kata dia, merupakan isu politik yang gurih di Senayan. ”Yang begini-begini, Golkar jago,” ujarnya. Alih-alih menghantam Aburizal, Nasir menyatakan, penggunaan hak angket justru akan menyerang Yudhoyono.

Yophiandi, S.T. Pramono, Budi Riza

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus