Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJELANG pukul sembilan malam, belasan pembeli masih merubung gerai Bel-Mart di kawasan Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, Rabu pekan lalu. Para pembeli, umumnya perempuan, sibuk memilih ayam segar utuh, potongan, atau jeroan, di etalase kaca sepanjang sepuluh meter.
Begitulah pemandangan sehari-hari di gerai ayam segar Bel-Mart yang dibuka akhir tahun lalu itu. Bagi sebagian konsumen, kehadiran Bel-Mart bagaikan ”anugerah”. Seperti yang dituturkan Muhtiarsyah, 32 tahun.
Dulu, perempuan ini harus bangun pada pagi buta, berdesakan atau berbecek-becek di pasar tradisional, untuk mendapatkan daging ayam segar. Kini ia cukup datang ke Bel-Mart, hanya lima puluhan meter dari rumahnya. ”Biasanya saya membeli sekilo ayam, termasuk bumbunya,” katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Dalam dua bulan terakhir, gerai Bel-Mart menjamur di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Minimarket ini sejatinya outlet penjualan milik PT Sierad Produce, perusahaan produsen bibit ayam, pakan ayam, dan ayam potong.
Setiap kilogram ayam broiler rata-rata dihargai Rp 25 ribu, sedangkan ayam kampung Rp 43 ribu. Harga jual ini cukup bersaing dengan harga jual ayam broiler di supermarket atau pasar tradisional, yang berkisar Rp 22 -Rp 26 ribu per kilogram.
Sekretaris Perusahaan Sierad, Elies Lestari, mengatakan Bel-Mart dibuka untuk menunjang pemasaran ayam potong perseroan yang mencapai satu juta ekor per minggu. Toko ”minimarket ayam segar” ini dibangun setelah Sierad mengakuisisi produsen daging olahan BelFood Indonesia pada Maret 2009.
”Lini pemasaran baru ini menjadi bagian transformasi perseroan dari perusahaan peternakan ke produsen makanan,” katanya. Gerai pertama dibuka di Tebet, Jakarta Selatan, 17 Desember 2009. Sekarang gerai Bel-Mart di Jabodetabek sudah mencapai 50 unit, dengan penjualan ayam segar setiap gerai per hari rata-rata sekuintal.
General Manager Operation Sierad, Trie Yoga Wirawanto, mengatakan Bel-Mart memilih buka di dekat wilayah permukiman sebagai upaya menjemput bola. ”Kami mendekati basis komunitas berdaya beli menengah ke bawah,” katanya.
Toko daging modern lain dengan konsep serupa juga mulai bermunculan. Salah satunya Beef Meatshop and Gourmet. Tak hanya menjual daging eceran, gerai milik importir daging PT Indoguna Utama dan PT Sarana Boga Abadi ini juga membuka restoran sebagai usaha pendukung.
”Masing-masing lini usaha saling menutupi target omzet kami Rp 15 juta sehari,” kata Irwanto, manajer operasi gerai yang berlokasi di Jalan Mahakam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan itu. Sejak dibuka pada 25 Oktober 2010, toko yang beroperasi pada pukul 11.00– 22.00 itu dikunjungi lebih dari 50 orang per hari.
Ekspatriat merupakan segmen utama gerai ini. Daging yang dijajakan rata-rata memang kelas premium, seperti US Prime atau Wagyu. Jaringan yang memiliki cabang di Yogyakarta dan Surabaya ini juga menjual sajian pelengkap seperti ikan, ayam, keju, dan anggur (wine).
Maraknya toko daging modern, menurut direktur pengembangan retail dan bisnis perusahaan riset AC Nielsen, Yongki Suryosusilo, merupakan dampak gaya hidup urban yang mengutamakan kemudahan. Strategi membuka toko dekat perumahan cukup efektif memperkuat penetrasi pasar. ”Konsep seperti Bel-Mart dan Meatshop mampu bersaing dengan peretail besar seperti Carrefour atau Giant,” katanya.
Tak mengherankan jika para pemasok daging kini bernafsu mengembangkan lini usaha hilir itu. Dengan duit pinjaman dari Bank Syariah Mandiri Rp 50 miliar, Sierad gencar membuka jaringan Bel-Mart dalam dua bulan terakhir. ”Tahun ini kami akan membangun jaringan Bel-Mart di Jawa Timur, bersamaan dengan pembangunan rumah potong ayam di Mojokerto,” kata Elies.
Fery Firmansyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo