Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Sidang Pendapat Rakyat Sebut Pemilu 2024 Tidak Adil dan Presiden Langgar Konstitusi

Presiden Joko Widodo atau Jokowi disebut melanggar konstitusi karena penyalahgunaan kekuasaan selama pemilu 2024.

22 April 2024 | 09.45 WIB

Film Dirty Vote membongkar politik gentong babi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, Ahad 11 Februari 2024.
Perbesar
Film Dirty Vote membongkar politik gentong babi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, Ahad 11 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sidang Pendapat Rakyat yang diikuti para guru besar dan pegiat demokrasi menyatakan Pemilu 2024 tidak adil dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi melanggar konstitusi karena penyalahgunaan kekuasaan selama pemilu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Guru besar antropologi hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, membacakan enam rekomendasi sidang secara daring pada Ahad, 21 April 2024. Rekomendasi pertama, menyatakan segala upaya pengubahan hukum ketika telah masuk tahapan pemilu adalah tindakan terlarang dan tidak dapat dibenarkan. Sulistiyowati mengatakan segala bentuk pengubahan aturan mendadak dalam masa pemilu memuat konflik kepentingan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Larangan ini dibutuhkan agar cara tersebut tidak berulang pada pemilu-pemilu berikutnya sehingga merusak sendi demokrasi dan integritas pemilu,” kata Sulistiyowati lewat keterangan tertulis, Ahad, 21 April 2024.

Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu ini merupakan forum yang digelar oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama Yayasan Kebajikan Publik Jakarta (Public Virtue Research Institute atau PVRI). Sidang ini mendengarkan pendapat para tokoh dan ahli hukum, politik, sejarah, sosiologi, agama, antropologi, maupun keamanan.

Adapun rekomendasi kedua Sidang Rakyat menyatakan Presiden Joko Widodo melanggar konstitusi melalui penyalahgunaan kuasa dengan turut campur tangan dalam proses sebelum, saat, dan sesudah pemilu. Sidang Rakyat mendorong adanya aturan yang mengikat presiden untuk membatasi manipulasi hukum. Sulistiyowati mengatakan aturan ini penting agar presiden tidak memanfaatkan TNI-Polri dan ASN untuk mempengaruhi pemilu. 

Rekomendasi ketiga, menyatakan Pemilu 2024 sebagai pemilu yang tidak adil karena praktik nepotisme Presiden Jokowi.   Sidang Rakyat mendesak Mahkamah Konstitusi mencabut Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 yang dibuat untuk memuluskan nepotisme Jokowi. Dengan mencabut putusan ini, MK akan memiliki posisi tegas dan tidak berpihak pada dinasti politik.

Keempat, Sidang Rakyat mengingatkan Mahkamah Konstitusi agar memutuskan hasil Pemilu 2024 dengan menjunjung tinggi konstitusionalisme demokrasi, supremasi etika kenegaraan, anti-KKN, keadilan substansi, dan supremasi hukum. Kelima, MK harus mempertimbangkan segala putusan mengenai sengketa Pemilu 2024 akan berdampak pada masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Putusan ini bisa menciptakan referensi kolektif dan sejarah bahwa pernah ada titik awal normalisasi KKN dan etika politik yang buruk,” ujar Sulistyowati.

Rekomendasi terakhir, yakni perlunya aturan baru untuk menguatkan integritas pemilu. Aturan ini akan mengikat individu atau lembaga agar bergerak menurut prinsip integritas. Aturan bisa mencakup, misalnya, menaikkan standar atau kualitas persyaratan dan rekam jejak individu atau penyelenggaraan pemilu. 

Panitia Sidang Pendapat Rakyat, guru besar Universitas Airlangga Ramlan Surbakti, mengatakan pemilu tidak dapat dilihat hanya dari hasil, melainkan melalui sejumlah indikator. Ramlan mengusulkan delapan parameter untuk menilai pemilu. 

“Pemilu 2024, idealnya dinilai menggunakan delapan parameter pemilu demokratis seperti di Malaysia. Ini meliputi hukum pemilu demokratis, menjamin kepastian, kesetaraan warga negara yang tergambar dalam daftar pemilih, kesetaraan keterwakilan pemungutan suara, hingga persaingan bebas dan adil antarpeserta pemilu,” kata Ramlan dalam pendapatnya pada Sidang Rakyat. 

Dalam pendapatnya selama Sidang Rakyat, guru besar pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan Mahkamah Konstitusi semestinya bukan sekadar lembaga penghitung hasil pemilu. Menurut dia, hakim MK wajib melihat pada substansi yang nilainya lebih tinggi dibandingkan formalitas perhitungan.

"Prinsip demokrasi di ruang demokrasi itu semua prosesnya harus dilakukan dengan baik. Selain demokrasi, konstitusionalisme merupakan salah satu fondasi penting berikutnya. Kemudian ada nepotisme yang menjadi musuh bagi demokrasi," ujar Zainal.

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus