SELAIN tamu lelaki, ada hal lain yang selalu dinanti Eri: sertifikat tanda lulus P4. Desember tahun lalu, penghuni daerah hitam "Saritem" Bandung ini mengikuti penataran P4, pola 40 jam, bersama 30 rekan seprofesinya. Dan Eri, 23, dinyatakan lulus. Tiga telah bulan berlalu, tapi piagam yang pernah dijanjikan itu tak kunjung datang. Padahal, bagi WTS asal Indramayu, Jawa Barat, ini piagam itu cukup besar artinya. "Barangkali saja ada gunanya nanti. Atau paling tidak 'kan lumayan buat tambahan hiasan dinding," ujar wanita penghibur yang telah memiliki "jam terbang" 3 tahun ini. Keinginan Eri untuk memperoleh piagam itu tampaknya tidak akan terwujud. Kepala BP7 Pusat Sarwo Edhie Wibowo, pekan lalu, secara tegas menyatakan tidak akan merestui pemberian piagam bagi WTS, narapidana, dan eks tahanan politik. Sebab, tidak ada jaminan bahwa mereka itu kelak akan tobat setelah menerima tanda penghargaan itu. "Banyak di antara mereka yang tidak sungguh-sungguh ingin menjadi manusia Indonesia seperti yang dikehendaki P4," ujar Sarwo Edhie dalam forum Komunikasi dan Konsultasi BP7 Pusat dengan BP7 Dati I yang diselenggarakan Gedung Pusat BP7 Pejambon, Jakarta. Rupanya bukan soal pemberian piagam itu saja yang hendak ditertibkan oleh Sarwo Edhie. Publikasi melalui media massa tentang penataran P4 bagi ketiga kelompok itu dipandang sebagai pemberitaan yang mubazir. "Kegiatan seperti itu kok disiarkan, tak ada manfaatnya", kata bekas Danjen Kopassus ini, "dan tak perlu dibangga-banggakan". Sarwo Edhie memandang ketiga anasir tadi bukanlah sasaran yang dimaksud oleh Tap II MPR tahun 1978. Menurut Tap II MPR itu, sasaran penataran P4 adalah, "Individu atau kelompok masyarakat yang punya posisi strategis, penting, yang suaranya banyak didengar, perilakunya banyak disorot," kata Sarwo Edhie. Bukan itu saja, penataran yang salah alamat justru, "Bisa menghantam kita," tambahnya. Contohnya, menurut Ketua BP7 Pusat ini, ada seorang WTS yang tega memajang piagam P4 di sisi luar kamar prakteknya. "Ini merusakkan citra P4," ujar Sarwo Edhie. Namun, Sumarni, 19, penghuni Lokalisasi WTS Sunan Kuning, Semarang Barat, tak pernah memajang sertifikat P4-nya. Lembaran itu dihargainya dan disimpan rapi dalam lemari bersama ijazah SD-nya. Marni tak percaya benda itu bisa dijadikan pelaris. "Pokoknya, kalau servisnya memuaskan, ya, akan laris, tak perlu pakai sertifikat segala," ujarnya. Perkembangan baru ini rupanya tak mematahkan semangat Ny. Asmah Sutrisno Ketua BP7 Kodya Semarang, untuk meneruskan syiar P4 ke kalangan WTS, narapidana, dan eks tapol. "Niat kami tulus untuk memasyarakatkan P4. Kami akan jalan terus," ujarnya. Hanya segi teknisnya yang akan diperbarui. "Kami tak akan menggunakan istilah penataran lagi, tapi ceramah," tambahnya. Bahan yang akan diceramahkan, menurut Ny. Asmah, tak berbeda dengan materi penataran P4. Lama penyelenggaraannya pun sama, pola 17 jam atau 25 jam. Dan para peserta akan memperoleh piagam. Bukan piagam penataran melainkan sertifikat ceramah. Lho, apa bedanya Ya, hanya istilahnya saja. "Lha wong bahannya juga sama dengan bahan penataran," kata Ny. Asmah. Kodya Semarang memang gencar melakukan syiar P4 ini di kalangan masyarakat yang tersisih seperti WTS, waria, dan narapidana. Sampai kini, tak kurang dari 1.200 sertifikat P4 telah diberikan kepada WTS, 200 lembar lainnya diberikan kepada narapidana, 50 di antaranya dari LP Wanita Bulu, Semarang. Jumlah ini masih ditambah dengan sekitar tiga puluh lembar untuk waria yang telah ditatar Agustus tahun lalu. Kabupaten Gresik, Ja-Tim, tampaknya bertekad mengamankan seruan Ketua BP7 Pusat. Penataran P4 bagi WTS yang telah diselenggarakan dua periode, barangkali, tak lagi akan terulang. "Sekarang kalau mau tatar WTS, mesti izin atasan daripada repot ya lebih baik tidak," ujar Nyono Bintoro, Ketua BP7 Gresik, yang pernah memberikan sekitar 250 piagam kepada penghuni daerah hitam di sekitar Kota Gresik. Sebuah sertifikat P4 memang tak dapat memberikan "keajaiban" seperti dikeluhkan oleh Sumarni, penghuni kompleks Sunan Kuning itu. "Saya punya ijazah menjahit dan les kecantikan. Tapi keduanya, sama seperti piagam P4, tak bisa mengubah hidup saya," tuturnya masygul. Laporan biro-biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini