MENINDAK penyelewengan ternyata juga bisa berarti mengoreksi diri sendiri. Ini terjadi di Departemen Perdagangan yang melalui SK Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Februari silam, telah mencabut - untuk sementara -- surat izin ekspor enam perusahaan tekstil. Pekan lalu, Menteri Perdagangan Rachmat Saleh membebastugaskan lima pejabat Kanwil Perdagangan DKI. Menyusul, 27 Februari lalu, seorang dibebastugaskan lagi. Keenam pejabat ini pun bila tak bersalah, "Bisa dikembalikan ke posisinya semula," kata B.M. Koentjoro Jakti, Dirjen Daglu, kepada TEMPO. Kepala Kanwil Perdagangan DKI dan lima aparatnya, yang diduga terlibat dalam manipulasi dokumen ekspor tekstil dan pakaian jadi itu, hanya dialihtugaskan. Kakanwil itu misalnya, diperbantukan di Biro Kepegawaian Deperdag. Lima yang lain ada yang diperbantukan di Inspektorat Jenderal, Ditjen Daglu, maupun ke Sekretariat Jenderal, tetap di lingkungan Deperdag. Hal ini dilakukan Rachmat Saleh untuk memperlancar dan menuntaskan pemeriksaan soal manipulasi ini. Masalah tersebut muncul ketika akhir tahun lalu, pihak Amerika Serikat -- sebagai importir -- menyatakan beberapa kategori ekspor tekstil dan garmen Indonesia ternyata telah melebihi kuota yang ditetapkan untuk 1986/1987. Akibatnya, sekitar 8,5 juta yard barang tersebut "digudangkan" petugas Bea Cukai AS. Ternyata, terjadi perbedaan mencolok antara data dokumen Deperdag dan, dokumen yang sampai di AS. Banyak dokumen yang nomornya tercatat di sana, tetapi di Indonesia tidak pernah dikeluarkan. Padahal, semua dokumen itu diproses di Kanwil Deperdag setempat. Toh menurut Koentjoro, belum tentu aparat Kanwil bersalah. "Masih diteliti salah atau tidaknya," ujarnya. Hingga kini belum jelas benar bagaimana lika-liku manipulasi itu dilakukan. Para manipulator itu diduga telah mengirimkan SCI (Special Customs Invoice), contoh barang sebelum pemenuhan order, sampai ribuan lusin -- setelah dokumen SCI bcrsangkutan dipermak. Perusahaan yang terkena skorsing itu, seperti PT Albou & Swiss, PT Multi Eagle Garment, PT Jaya Sejati Mulia, sudah barang tentu resah. Selain terancam keuntungan mereka bisa hilang, mereka juga khawatir bakal kehilangan nama baik dan langganan. Karena itu, mereka kini tengah berupaya agar skorsing mereka bisa selekasnya cair. Mereka telah mengajukan bantahan terhadap tuduhan manipulasi itu. PT Sarasa Nugraha yang termasuk kena skorsing, misalnya, mampu mengekspor US$ I juta rata-rata per bulan. Bahkan sampai Juni yang akan datang, perusahaan garmen besar ini masih harus memenuhi pesanan -- terbesar dari AS -- sekitar US$ 2,5 juta. Setelah disetop ekspornya, Sarasa Nugraha menjadi kelabakan. Pemasoknya tak lagi mau percaya dan selalu minta dibayar tunai. Perputaran uangnya jadi kacau. Karyawannya yang berjumlah 1250-an, di luar 16 perusahaan konveksi yang menjadi anak angkat perusahaan ini yang memiliki sekitar 1.500 karyawan, pun terancam masa depannya. Sementara penyelesaian skorsing keenam perusahaan di Jakarta ini belum tuntas, Deperdag kini meneliti juga perusahaan-perusahaan lain yang mungkin menyalahi aturan main. "Tetapi kami belum tahu pasti," ujar Koentjoro. Kendati sulit dilacak, kewaspadaan ini penting untuk mengamankan ekspor nonmigas. Sebab, selain merugikan negara, keadaan bisa lebih runyam bila Amerika -- yang terkenal paling ketat proteksinya itu -- lebih membatasi ekspor produk Indonesia ke sana. Deperdag pun membenahi kanwil-kanwilnya dengan sebuah tim pemeriksa: pejabat inspektorat keuangan, inspektorat kepegawaian, dan inspektorat perdagangan luar negeri. Kabarnya, tidak hanya di Kanwil DKI saja yang terdapat indikasi pemalsuan dokumen. Di Kanwil Deperdag Bali dan Jawa Barat, diduga juga ada manipulasi. Tapi kedua kakanwil daerah bersangkutan membantah. "Tak pernah hal itu terjadi di sini," kata M. Machbub Hasin, Kakanwil Ja-Bar, yang baru menjabat tujuh bulan yang lalu. Dua pekan lalu tim pemeriksa pusat datang untuk memeriksa dokumen ekspor yang dikeluarkan Kanwil Ja-Bar. Namun, Machbub yakin tim tidak menemukan kejanggalan. "Kalau itu terjadi sebelum kepengurusan saya, saya tak tahu," tambahnya. Bali pun ternyata tak luput dan pemeriksaan. Menurut Goenarwan, Kakanwil Deperdag di sana, pemeriksaan itu cuma sekitar absensi, administrasi. "Hasil pemeriksaan itu," tuturnya, "justru menyatakan bahwa pelayanan dokumen di Bali itu baik. Suhardjo Hs., Laporan Riya Sesana, Agus Sidit (Jakarta), N. Wedja (Surabaya), Didi Sunardi (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini